Sebanyak 42.000 kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Amerika Serikat (AS) setiap tahun, sebanyak 18.000 atau 42 persennya disebabkan oleh pengemudi yang terpengaruh alkohol. Jumlah tersebut menjadi alasan bagi pemerintah AS untuk mewajibkan penggunaan alat deteksi alkohol di setiap mobil mulai 2018 mendatang.
Beberapa studi yang dilakukan menegaskan bahwa penggunaan alat deteksi alkohol memiliki peran signifikan untuk mengantisipasi kecelakaan. Namun yang menjadi masalah, konsumen dan pabrikan kendaraan masih enggan memasangkan alat ini di produk kendaraan mereka.
Alasannya alat yang dikenal dengan interlock device tersebut masih terlalu mahal. Sementara pemilik kendaraan menganggap terlalu berlebihan jika harus menghembuskan napas ke sebuah alat sebelum menyalakan kendaraan. Melihat kondisi ini, berbagai pabrikan kendaraan mengembangkan alat yang dapat mendeteksi apakah seorang pengemudi terpengaruh alkohol lewat sebuah alat yang secara bekerja secara otomatis.
Seperti alat sejenis yang sudah beredar, alat tersebut terbagi dalam dua bagian, yaitu sensor dan sebuah sniffer atau pelacak bau napas yang mampu mendeteksi molekul di udara yang mengandung alkohol. Apabila alat mendeteksi adanya pengaruh alkohol, maka kendaraan secara otomatis tidak dapat menyala.
Sekalipun alat baru mulai mendeteksi alkohol sesudah kendaraan berjalan, mesin akan mati secara perlahan. Kemudian GPS atau telepon seluler pengemudi akan menginformasikan kepada polisi terdekat.
National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) bekerjasama dengan Automotive Coalition for Traffic Safety, kini berupaya agar penggunaan alat deteksi alkohol yang dikenal dengan Driver Alcohol Dection System for Safety akan menjadi perlengkapan standar yang wajib melengkapi seluruh mobil di AS mulai 2018 mendatang. Kini yang menjadi tantangan NHTSA adalah menghadirkan alat tersebut dengan harga yang terjangkau konsumen.
(ly/pra)
No comments:
Post a Comment