Rokok merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia dan merupakan satu-satunya produk legal yang membunuh sepertiga hingga setengah penggunanya dengan orbannya rata-rata meninggal 15 tahun lebih cepat. Menurut WHO, tahun 2008 diperkirakan 5,4 juta orang meninggal per tahunnya karena rokok.
Di Indonesia menurut laporan Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (TCSC- IAKMI) diperkirakan 427.948 kematian pertahunnya atau dalam sehari ada sekitar 1.172 orang meninggal karena rokok.
''Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa penghentian rokok merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Berbagai penelitian menunjukkan 70-80 persen perokok sebenarnya ingin berhenti merokok, namun berbagai faktor termasuk //social pressure// yang kuat mempersulit terwujudnya hal ini,'' kata Dra Yayi Suryo Prabandari Msi PhD, peneliti Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM, di Fakultas Kedokteran UGM, Senin.
Yayi mengungkapkan saat ini rokok merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia. Bahkan disebutkan oleh Yayi, sekarang rokok merupakan mesin pembunuh yang legal di dunia ini. Meski kampanye anti rokok terus digencarkan namun jumlah perokok setiap tahun kian bertambah. Diungkapkan Yayi, hasil penelitian yang dilakukan pada remaja perokok di Yogjakarta terjadi peningkatan yang signifikan. Penelitian tahun 1995 jumlah perokok pemula pada laki-laki hanya sekitar 45 persen. Sedang penelitian tahun 2000 meningkat menjadi 60 persen.
''Untuk tahun ini baru akan kami lakukan,'' paparnya.Lebih memprihatinkan lagi, kata Yayi, kecenderungan merokok di kalangan remaja perempuan di Yogjakarta juga menunjukkan peningkatan yang besar. Yakni, dari 5 persen pada tahun 1995 lalu meningkat menjadi 15 persen pada tahun 2000.
''Mungkin karena saat ini merokok untuk kalangan wanita sudah tidak menjadi hal yang tabu,'' urainya.
Yayi menambahkan, peningkatan jumlah perokok di kalangan remaja ini salah satunya disebabkan gencarnya promosi perusahaan rokok di berbagai media. Seperti baliho, pamflet dan iklan di media cetak maupun televisi.
''Dan ini justru menjadi tambang untuk meningkatkan devisa maupun pendapat asli daerah (PAD),'' jelasnya.
Selain itu, program coorporate social responsibilty (CSR) yang dilaksanakan pabrik rokok merupakan strategi lain untuk meningkatkan jumlah perokok. ''Seperti program peduli sosial atau beasiswa pendidikan. Program ini bukan untuk menjual langsung tapi sebagai image building,'' paparnya.
Menurut pakar promosi kesehatan UGM ini, fakta-fakta mengenai rokok ini menurutnya belum disikapi cepat pemerintah. Bahkan, pemerintah justru menjadikan perusahaan rokok menjadi target pengembangan perekonomian di Indonesia. Akibat perusahaan rokok ini menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar pada APBN dan APBD. pur
Di Indonesia menurut laporan Badan Khusus Pengendalian Tembakau Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat (TCSC- IAKMI) diperkirakan 427.948 kematian pertahunnya atau dalam sehari ada sekitar 1.172 orang meninggal karena rokok.
''Fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa penghentian rokok merupakan suatu hal yang wajib dilakukan. Berbagai penelitian menunjukkan 70-80 persen perokok sebenarnya ingin berhenti merokok, namun berbagai faktor termasuk //social pressure// yang kuat mempersulit terwujudnya hal ini,'' kata Dra Yayi Suryo Prabandari Msi PhD, peneliti Pusat Kajian Bioetika dan Humaniora Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM, di Fakultas Kedokteran UGM, Senin.
Yayi mengungkapkan saat ini rokok merupakan salah satu penyebab kematian utama di dunia. Bahkan disebutkan oleh Yayi, sekarang rokok merupakan mesin pembunuh yang legal di dunia ini. Meski kampanye anti rokok terus digencarkan namun jumlah perokok setiap tahun kian bertambah. Diungkapkan Yayi, hasil penelitian yang dilakukan pada remaja perokok di Yogjakarta terjadi peningkatan yang signifikan. Penelitian tahun 1995 jumlah perokok pemula pada laki-laki hanya sekitar 45 persen. Sedang penelitian tahun 2000 meningkat menjadi 60 persen.
''Untuk tahun ini baru akan kami lakukan,'' paparnya.Lebih memprihatinkan lagi, kata Yayi, kecenderungan merokok di kalangan remaja perempuan di Yogjakarta juga menunjukkan peningkatan yang besar. Yakni, dari 5 persen pada tahun 1995 lalu meningkat menjadi 15 persen pada tahun 2000.
''Mungkin karena saat ini merokok untuk kalangan wanita sudah tidak menjadi hal yang tabu,'' urainya.
Yayi menambahkan, peningkatan jumlah perokok di kalangan remaja ini salah satunya disebabkan gencarnya promosi perusahaan rokok di berbagai media. Seperti baliho, pamflet dan iklan di media cetak maupun televisi.
''Dan ini justru menjadi tambang untuk meningkatkan devisa maupun pendapat asli daerah (PAD),'' jelasnya.
Selain itu, program coorporate social responsibilty (CSR) yang dilaksanakan pabrik rokok merupakan strategi lain untuk meningkatkan jumlah perokok. ''Seperti program peduli sosial atau beasiswa pendidikan. Program ini bukan untuk menjual langsung tapi sebagai image building,'' paparnya.
Menurut pakar promosi kesehatan UGM ini, fakta-fakta mengenai rokok ini menurutnya belum disikapi cepat pemerintah. Bahkan, pemerintah justru menjadikan perusahaan rokok menjadi target pengembangan perekonomian di Indonesia. Akibat perusahaan rokok ini menjadi salah satu penyumbang devisa terbesar pada APBN dan APBD. pur
No comments:
Post a Comment