Tren wanita yang menyewakan rahim sedang booming di Amerika. Keinginan pasangan gay di AS untuk memiliki anak menjadi salah satu penyebab munculnya tren ini. Pasangan ini biasanya pergi ke suatu perusahaan yang menyediakan jasa layanan bantuan untuk mencarikan donor telur untuk bakal anak mereka.
Perusahaan ini jugalah yang membantu mencarikan wanita yang mau menyewakan rahimnya serta proses hukum dan klinisnya. "Lebih dan lebih bayak lagi orang yang melakukannya," ujar Presiden Northeast Assisted Fertility Group dari Boston, Sanford Benardo.
Dia bahkan menyatakan bahwa menyewakan rahim tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang aneh atau ganjil bagi masyarakat modern. Pasien perusahaan Benardo sendiri berasal dari Asia, Timur Tengah dan Eropa. "Ini bukan lagi untuk selebritis," tambahnya menegaskan tren ini.
Perusahaan lain yang bergerak dibidang ini adalah Circle Surrogacy. "Ini adalah bisnis yang sukses," ujar presiden perusahaan Circle Surrogacy, John Weltman tentang keberhasilan usahanya. Weltman memang patut berbangga. Dengan banyaknya pasangan yang menginginkan bayi perusahaanya menjadi semakin besar.
"Dalam 12 tahun perusahaan kami telah tumbuh 6000 persen tanpa pinjaman sama sekali dan keuntungannya bisa didapat setiap bulan," tambahnya. Weltman berharap agar perusahaannya berkembang dua kali lipat dalam dua setengah tahun kedepan.
Dinyatakannya bahwa ketika pertema kali perusahannya buka, 10 persen dari kliennya adalah pasangan gay dan sisanya adalah pasangan suami istri yang tidak bisa punya anak. Namun saat ini 80 persen dari kliennya adalah pasangan sesama jenis yang berasal dari 29 negara. "Sebenarnya kami telah membantu lebih dari 250 pasangan. Mereka semua masih menjadi pasangan kecuali empat pasangan yang putus. Rata-rata pasangan yang putus kurang dari 2 persen," ujar Weltman.
Meski telah menjadi tren bukan berarti proses ini menjadi sesuatu yang murah. Keseluruhan proses sampai mendapatkan seorang bayi membutuhkan biaya USD 100 ribu atau Rp925,2 juta. Uang sejumlah USD 25 ribu atau Rp231,3 juta, diberikan pada ibu pengganti yang menyewakan rahimnya. Sedangkan pendonor sel telurnya mendapatkan uang sejumlah USD 4-10 ribu atau Rp37-92,5 juta. Sisa uangnya diberikan pada agen penyedia, biaya medis dan hukum.
Dengan cara ini, tidak heran banyak pasangan gay di kota New York saat ini yang berjalan-jalan di taman dengan anak mereka. Jumlahnya bahkan semakin bertambah setiap harinya. Mereka layaknya keluarga normal pada umumnya. Padahal pernikahan pasangan gay hanya dilegalkan di negara bagian Massachusetts.
Prediksi bertambahnya jumlah pasangan gay yang mempunyai anak didukung oleh Akademi Kedokteran Anak Amerika. Mereka menyatakan bahwa saat ini terdapat antara 1-9 juta anak-anak dibawah usia 18 tahun yang mempunyai orang tua homo (pasangan sesame jenis red).
Salah satu pasangan gay yang melakukan hal ini adalah Michael Eidelman dan A.J. Vincent. Mereka berdua telah berhubungan dan hidup bersama selama bertahun-tahun. Untuk memenuhi keinginan mereka sebagai orang tua, pasangan ini kemudian pergi ke Circle Surrogacy. Butuh dua wanita untuk menghasilkan anak kembar mereka, Katherine dan Connor.
Seorang wanita dari Washington telah mendonorkan sel telurnya. Sel telur ini kemudian dibuahi secara in vitro (pembuahan sel telur diluar rahim red) dengan sperma dari Eidelman dan Vincent. Telur yang telah dibuahi ini kemudian dimasukkan dalam rahim seorang wanita dari Ohio. Wanita ini telah menyewakan rahimnya pada kedua pasangan ini dan mengandung anak kembar mereka.
"Saya senang kita telah memilih jalan ini," ujar Eidelman,40, yang bekerja sebagai dokter kulit. "Ini benar-benar memberikan tantangan pada dasar kehidupan sehari-hari. Kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi denganmu, tapi disisi lain ini lebih berharga daripada segala hal yang telah saya lakukan dalam hidup saya," tambahnya.
Masing-masing dari pasangan ini adalah ayah biologis dari kedua anak kembar mereka. Christopher Hietikko dan Jeffrey Parsons juga melakukan hal yang sama. Anak mereka Henry lahir dua tahun lalu dan nama belakang kedua ayahnya ada di sertifikat kelahirannya. Seorang lesbian dari California telah menyewakan rahimnya pada pasangan ini. "Kami menjadi sangat dekat (karena punya bayi red)," ujar Parsons professor Psikologi di universitas Hunter. "Kami tidak ingin menganggap ini sebagai perjanjian bisnis. Kami ingin menjadikan ini sebagai sesuatu untuk menciptakan keluarga," tambahnya.
Saat melakukan pembuahan, kesua sperma mereka dicampur jadi satu agar masing-masing punya kesempatan yang sama untuk menjadi ayah biologis calon bayi mereka. Maraknya tren ini menimbulkan tanda Tanya di kalangan masyarakat umum tentang masa depan anak-anak yang berada di keluarga pasangan homo. Namun demikian para psikolog bersikeras bahwa anak-anak yang berada di keluarga pasangan sesama jenis akan sama bahagianya dengan anak yang punya orang tua normal.
"Penelitian membuktikan dengan sangat jelas bahwa apa yang paling dibutuhkan anak-anak untuk bertahan adalah rumah yang aman,nyaman dan penuh cinta," ujar salah seorang psikolog. "Tidak masalah apakah ada dua ayah, dua ibu, seorang ayah atau hanya seorang ibu di rumah itu asalkan anak tersebut tahu bahwa dia dijaga dan dicintai," tambahnya. (AFP/sha)
Perusahaan ini jugalah yang membantu mencarikan wanita yang mau menyewakan rahimnya serta proses hukum dan klinisnya. "Lebih dan lebih bayak lagi orang yang melakukannya," ujar Presiden Northeast Assisted Fertility Group dari Boston, Sanford Benardo.
Dia bahkan menyatakan bahwa menyewakan rahim tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang aneh atau ganjil bagi masyarakat modern. Pasien perusahaan Benardo sendiri berasal dari Asia, Timur Tengah dan Eropa. "Ini bukan lagi untuk selebritis," tambahnya menegaskan tren ini.
Perusahaan lain yang bergerak dibidang ini adalah Circle Surrogacy. "Ini adalah bisnis yang sukses," ujar presiden perusahaan Circle Surrogacy, John Weltman tentang keberhasilan usahanya. Weltman memang patut berbangga. Dengan banyaknya pasangan yang menginginkan bayi perusahaanya menjadi semakin besar.
"Dalam 12 tahun perusahaan kami telah tumbuh 6000 persen tanpa pinjaman sama sekali dan keuntungannya bisa didapat setiap bulan," tambahnya. Weltman berharap agar perusahaannya berkembang dua kali lipat dalam dua setengah tahun kedepan.
Dinyatakannya bahwa ketika pertema kali perusahannya buka, 10 persen dari kliennya adalah pasangan gay dan sisanya adalah pasangan suami istri yang tidak bisa punya anak. Namun saat ini 80 persen dari kliennya adalah pasangan sesama jenis yang berasal dari 29 negara. "Sebenarnya kami telah membantu lebih dari 250 pasangan. Mereka semua masih menjadi pasangan kecuali empat pasangan yang putus. Rata-rata pasangan yang putus kurang dari 2 persen," ujar Weltman.
Meski telah menjadi tren bukan berarti proses ini menjadi sesuatu yang murah. Keseluruhan proses sampai mendapatkan seorang bayi membutuhkan biaya USD 100 ribu atau Rp925,2 juta. Uang sejumlah USD 25 ribu atau Rp231,3 juta, diberikan pada ibu pengganti yang menyewakan rahimnya. Sedangkan pendonor sel telurnya mendapatkan uang sejumlah USD 4-10 ribu atau Rp37-92,5 juta. Sisa uangnya diberikan pada agen penyedia, biaya medis dan hukum.
Dengan cara ini, tidak heran banyak pasangan gay di kota New York saat ini yang berjalan-jalan di taman dengan anak mereka. Jumlahnya bahkan semakin bertambah setiap harinya. Mereka layaknya keluarga normal pada umumnya. Padahal pernikahan pasangan gay hanya dilegalkan di negara bagian Massachusetts.
Prediksi bertambahnya jumlah pasangan gay yang mempunyai anak didukung oleh Akademi Kedokteran Anak Amerika. Mereka menyatakan bahwa saat ini terdapat antara 1-9 juta anak-anak dibawah usia 18 tahun yang mempunyai orang tua homo (pasangan sesame jenis red).
Salah satu pasangan gay yang melakukan hal ini adalah Michael Eidelman dan A.J. Vincent. Mereka berdua telah berhubungan dan hidup bersama selama bertahun-tahun. Untuk memenuhi keinginan mereka sebagai orang tua, pasangan ini kemudian pergi ke Circle Surrogacy. Butuh dua wanita untuk menghasilkan anak kembar mereka, Katherine dan Connor.
Seorang wanita dari Washington telah mendonorkan sel telurnya. Sel telur ini kemudian dibuahi secara in vitro (pembuahan sel telur diluar rahim red) dengan sperma dari Eidelman dan Vincent. Telur yang telah dibuahi ini kemudian dimasukkan dalam rahim seorang wanita dari Ohio. Wanita ini telah menyewakan rahimnya pada kedua pasangan ini dan mengandung anak kembar mereka.
"Saya senang kita telah memilih jalan ini," ujar Eidelman,40, yang bekerja sebagai dokter kulit. "Ini benar-benar memberikan tantangan pada dasar kehidupan sehari-hari. Kamu tidak akan tahu apa yang akan terjadi denganmu, tapi disisi lain ini lebih berharga daripada segala hal yang telah saya lakukan dalam hidup saya," tambahnya.
Masing-masing dari pasangan ini adalah ayah biologis dari kedua anak kembar mereka. Christopher Hietikko dan Jeffrey Parsons juga melakukan hal yang sama. Anak mereka Henry lahir dua tahun lalu dan nama belakang kedua ayahnya ada di sertifikat kelahirannya. Seorang lesbian dari California telah menyewakan rahimnya pada pasangan ini. "Kami menjadi sangat dekat (karena punya bayi red)," ujar Parsons professor Psikologi di universitas Hunter. "Kami tidak ingin menganggap ini sebagai perjanjian bisnis. Kami ingin menjadikan ini sebagai sesuatu untuk menciptakan keluarga," tambahnya.
Saat melakukan pembuahan, kesua sperma mereka dicampur jadi satu agar masing-masing punya kesempatan yang sama untuk menjadi ayah biologis calon bayi mereka. Maraknya tren ini menimbulkan tanda Tanya di kalangan masyarakat umum tentang masa depan anak-anak yang berada di keluarga pasangan homo. Namun demikian para psikolog bersikeras bahwa anak-anak yang berada di keluarga pasangan sesama jenis akan sama bahagianya dengan anak yang punya orang tua normal.
"Penelitian membuktikan dengan sangat jelas bahwa apa yang paling dibutuhkan anak-anak untuk bertahan adalah rumah yang aman,nyaman dan penuh cinta," ujar salah seorang psikolog. "Tidak masalah apakah ada dua ayah, dua ibu, seorang ayah atau hanya seorang ibu di rumah itu asalkan anak tersebut tahu bahwa dia dijaga dan dicintai," tambahnya. (AFP/sha)
No comments:
Post a Comment