Empat gigi susu bagian atas seorang bocah mungil terlihat sudah tanggal. Namun, tak membuatnya takut untuk tertawa riang. Begitu gembiranya hingga pipinya menyembul ke atas. Seakan menutup bola matanya yang bersih.
Gadis mungil itu mengenakan baju seragam berwarna putih dan rok merah selutut. Dengan dasi warna merah dan topi merah-putih, ia terlihat semakin ceria. Sepatu kets berwarna hitam turut membantunya melangkahkan kakinya.
Ia gembira kala seorang bapak bertubuh gempal dengan kopiah hitam dan pakaian safari abu-abu, menghampirinya. Kegembiraan kian terpancar dari raut wajah bocah berkulit sawo matang itu. Sang bapak menuntunnya dengan amat lembut. Ia mengajak murid sekolah dasar itu berjalan di depan teman-temannya.
Sambutan meriah pun menggema. Tepuk tangan membahana, seakan tiada henti menyaksikan adegan itu. Murid-murid yang lain berteriak, mengucapkan salam kepada sang bapak. ''Selamat datang, Pak Bupati''.
Sambutan hangat atas kedatangan Bupati Musi Banyuasin (Muba), Alex Noerdin, di sebuah sekolah dasar negeri di Kota Sekayu, Muba, Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel). Adegan itu direkam dengan sempurna. Dan, menjadi ikon gambar profil kabupaten itu. Muba Smat 2012. Sejahtera, mandiri, adil, religius, dan terdepan. Itulah moto kabupaten tersebut.
Kegembiraan murid-murid sekolah dasar itu dalam menyambut pemimpinnya bukan tanpa alasan. Karena, di kabupaten nun jauh dari pusat pemerintahan negeri ini, semua anak usia sekolah telah memperoleh pendidikan dengan gratis.
Mulai dari TK hingga SMA. Semua biaya pendidikan ditanggung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muba. Hal yang sama juga diberlakukan kepada mahasiswa yang menimba ilmu di Akademi Perawat (Akper) Pemkab Muba dan Poliklinik Sekayu. Program pendidikan gratis ini sudah berlangsung sejak 2002.
Pendidikan gratis tidak hanya dikecap oleh anak-anak sekolah negeri, tetapi anak-anak yang menuntut ilmu di sekolah swasta dan sekolah keagamaan pun mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama. Semua mendapat jaminan di dalam bidang pendidikan. Sungguh, Muba telah demikian maju meningalkan 'impian' pemerintah pusat untuk mewujudkan program wajib belajar 9 tahun. Bahkan, Pemkab Muba telah mencanangkan program wajib belajar 15 tahun.
Melihat keberhasilan Kabupaten Muba ini, tak salah jika muncul pendapat bahwa bila ada kemauan dan pemimpinnya memiliki komitmen yang kuat, tidak ada yang tidak mungkin untuk dilaksanakan. Apalagi, hanya sekadar untuk menjalankan program pendidikan nasional secara gratis.
Persoalan pendidikan dalam perspektif Bupati Muba, Alex Noerdin, harus sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah, kata dia, harus memiliki komitmen terhadap kemajuan pendidikan. ''Pemkab Muba sudah menunjukkan bukti otentik. Pendidikan gratis berlangsung tanpa membebani pemerintahan,'' kata Alex kepada rombongan wartawan saat kunjungan ke Pemkab Muba, baru-baru ini.
Unik memang, sebuah pemerintahan dalam wilayah kabupaten sekecil Muba, dapat menggratiskan anak-anak usia sekolah untuk memperoleh pendidikan. Sejak dari TK hingga perguruan tinggi (Politeknik Sekayu dan Akademi Perawat), orang tua siswa tak perlu repot-repot memikirkan biaya pendidikan.
Tentulah tidak berlebihan bila hal itu dikatakan sebagai suatu terobosan yang sangat cerdas dari sebuah kabupaten kecil yang pernah terbelenggu kemiskinan. Sekolah gratis diberlakukan di kabupaten ini sejak Alex Noerdin menjadi bupati Muba.
Sekolah gratis menjadi sebuah model yang begitu besar manfaatnya. Tidak hanya bagi segelintir keluarga, tetapi secara menyeluruh untuk masyarakat Muba tanpa terkecuali. Kebijaksanaan ini telah membantu masyarakat meningkatkan taraf hidupnya.
Masyarakat Muba bisa menikmatinya tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun. Bagaimanapun terobosan yang dilakukan Pemkab Muba ini patut menjadi sorotan. Bahkan, bila perlu menjadi sumber inspirasi pemerintah pusat untuk mengadopsinya. Sehingga, dapat dijadikan tolok ukur dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Bagaimana dengan anggarannya? Anggaran dananya diambil dari APBD sekitar 20 persen setiap tahunnya, dari jumlah seluruh APBD yang mencapai Rp 1,5 triliun.
Salah satu bagian terpenting dalam sektor pendidikan yang diperhatikan adalah peningkatan kualitas guru. Para guru diprogramkan wajib kuliah. Angka pesertanya pun cukup besar, yakni mencapai 1.800 orang tenaga guru.
Biayanya gratis karena ditanggung Pemkab Muba. Mereka kuliah di Universitas Terbuka pada tahun ajaran 2007. Baik untuk program D2 maupun S1. Setelah itu, para pendidik tersebut dapat melanjutkan pendidikan hingga S2 dan S3, terutama bagi guru-guru yang berprestasi.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Muba, Ade Karyana, setiap guru diberikan uang makan Rp 6.000/hari. Uang transportasi guru di daerah terpencil sebesar Rp 250.000/bulan. Uang transport, akomodasi, dan konsumsi pun di berikan kepada guru SMA unggulan sebesar Rp 500.000/bulan.
Pada 2007, Kabupaten Muba sudah memiliki sekolah unggulan. Sekolah ini berhasil mengantar sebanyak 60 siswanya masuk secara gratis melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) ke Universitas Indonesia (UI), ITB, dan beberapa universitas negeri lainnya di Indonesia.
Untuk mendukung pendidikan yang memiliki keunggulan, Pemkab Muba secara bertahap membangun sistem pendidikan unggulan di 11 kecamatan. Artinya, secara bertahap seluruh sekolah di Muba akan disetarakan dengan program unggulan.
Memang, selain dana dari Pemkab Muba, mereka juga didukung Bank Dunia, Unesco, Brithis Council (UK), International Development Partner (IDP) Norway, University of Edinburgh, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan pihak lainnya.
Muba ternyata bisa membuat pendidikan gratis bagi warganya. Mengapa pemerintah pusat tidak bisa? Berita Pendidikan
Gadis mungil itu mengenakan baju seragam berwarna putih dan rok merah selutut. Dengan dasi warna merah dan topi merah-putih, ia terlihat semakin ceria. Sepatu kets berwarna hitam turut membantunya melangkahkan kakinya.
Ia gembira kala seorang bapak bertubuh gempal dengan kopiah hitam dan pakaian safari abu-abu, menghampirinya. Kegembiraan kian terpancar dari raut wajah bocah berkulit sawo matang itu. Sang bapak menuntunnya dengan amat lembut. Ia mengajak murid sekolah dasar itu berjalan di depan teman-temannya.
Sambutan meriah pun menggema. Tepuk tangan membahana, seakan tiada henti menyaksikan adegan itu. Murid-murid yang lain berteriak, mengucapkan salam kepada sang bapak. ''Selamat datang, Pak Bupati''.
Sambutan hangat atas kedatangan Bupati Musi Banyuasin (Muba), Alex Noerdin, di sebuah sekolah dasar negeri di Kota Sekayu, Muba, Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel). Adegan itu direkam dengan sempurna. Dan, menjadi ikon gambar profil kabupaten itu. Muba Smat 2012. Sejahtera, mandiri, adil, religius, dan terdepan. Itulah moto kabupaten tersebut.
Kegembiraan murid-murid sekolah dasar itu dalam menyambut pemimpinnya bukan tanpa alasan. Karena, di kabupaten nun jauh dari pusat pemerintahan negeri ini, semua anak usia sekolah telah memperoleh pendidikan dengan gratis.
Mulai dari TK hingga SMA. Semua biaya pendidikan ditanggung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muba. Hal yang sama juga diberlakukan kepada mahasiswa yang menimba ilmu di Akademi Perawat (Akper) Pemkab Muba dan Poliklinik Sekayu. Program pendidikan gratis ini sudah berlangsung sejak 2002.
Pendidikan gratis tidak hanya dikecap oleh anak-anak sekolah negeri, tetapi anak-anak yang menuntut ilmu di sekolah swasta dan sekolah keagamaan pun mendapat kesempatan dan perlakuan yang sama. Semua mendapat jaminan di dalam bidang pendidikan. Sungguh, Muba telah demikian maju meningalkan 'impian' pemerintah pusat untuk mewujudkan program wajib belajar 9 tahun. Bahkan, Pemkab Muba telah mencanangkan program wajib belajar 15 tahun.
Melihat keberhasilan Kabupaten Muba ini, tak salah jika muncul pendapat bahwa bila ada kemauan dan pemimpinnya memiliki komitmen yang kuat, tidak ada yang tidak mungkin untuk dilaksanakan. Apalagi, hanya sekadar untuk menjalankan program pendidikan nasional secara gratis.
Persoalan pendidikan dalam perspektif Bupati Muba, Alex Noerdin, harus sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945. Pemerintah, kata dia, harus memiliki komitmen terhadap kemajuan pendidikan. ''Pemkab Muba sudah menunjukkan bukti otentik. Pendidikan gratis berlangsung tanpa membebani pemerintahan,'' kata Alex kepada rombongan wartawan saat kunjungan ke Pemkab Muba, baru-baru ini.
Unik memang, sebuah pemerintahan dalam wilayah kabupaten sekecil Muba, dapat menggratiskan anak-anak usia sekolah untuk memperoleh pendidikan. Sejak dari TK hingga perguruan tinggi (Politeknik Sekayu dan Akademi Perawat), orang tua siswa tak perlu repot-repot memikirkan biaya pendidikan.
Tentulah tidak berlebihan bila hal itu dikatakan sebagai suatu terobosan yang sangat cerdas dari sebuah kabupaten kecil yang pernah terbelenggu kemiskinan. Sekolah gratis diberlakukan di kabupaten ini sejak Alex Noerdin menjadi bupati Muba.
Sekolah gratis menjadi sebuah model yang begitu besar manfaatnya. Tidak hanya bagi segelintir keluarga, tetapi secara menyeluruh untuk masyarakat Muba tanpa terkecuali. Kebijaksanaan ini telah membantu masyarakat meningkatkan taraf hidupnya.
Masyarakat Muba bisa menikmatinya tanpa harus mengeluarkan uang sepeser pun. Bagaimanapun terobosan yang dilakukan Pemkab Muba ini patut menjadi sorotan. Bahkan, bila perlu menjadi sumber inspirasi pemerintah pusat untuk mengadopsinya. Sehingga, dapat dijadikan tolok ukur dalam penyelenggaraan pendidikan nasional.
Bagaimana dengan anggarannya? Anggaran dananya diambil dari APBD sekitar 20 persen setiap tahunnya, dari jumlah seluruh APBD yang mencapai Rp 1,5 triliun.
Salah satu bagian terpenting dalam sektor pendidikan yang diperhatikan adalah peningkatan kualitas guru. Para guru diprogramkan wajib kuliah. Angka pesertanya pun cukup besar, yakni mencapai 1.800 orang tenaga guru.
Biayanya gratis karena ditanggung Pemkab Muba. Mereka kuliah di Universitas Terbuka pada tahun ajaran 2007. Baik untuk program D2 maupun S1. Setelah itu, para pendidik tersebut dapat melanjutkan pendidikan hingga S2 dan S3, terutama bagi guru-guru yang berprestasi.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Muba, Ade Karyana, setiap guru diberikan uang makan Rp 6.000/hari. Uang transportasi guru di daerah terpencil sebesar Rp 250.000/bulan. Uang transport, akomodasi, dan konsumsi pun di berikan kepada guru SMA unggulan sebesar Rp 500.000/bulan.
Pada 2007, Kabupaten Muba sudah memiliki sekolah unggulan. Sekolah ini berhasil mengantar sebanyak 60 siswanya masuk secara gratis melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) ke Universitas Indonesia (UI), ITB, dan beberapa universitas negeri lainnya di Indonesia.
Untuk mendukung pendidikan yang memiliki keunggulan, Pemkab Muba secara bertahap membangun sistem pendidikan unggulan di 11 kecamatan. Artinya, secara bertahap seluruh sekolah di Muba akan disetarakan dengan program unggulan.
Memang, selain dana dari Pemkab Muba, mereka juga didukung Bank Dunia, Unesco, Brithis Council (UK), International Development Partner (IDP) Norway, University of Edinburgh, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), dan pihak lainnya.
Muba ternyata bisa membuat pendidikan gratis bagi warganya. Mengapa pemerintah pusat tidak bisa? Berita Pendidikan
No comments:
Post a Comment