JAKARTA, FAJAR -- Hingga kemarin, Senin, 9 April, Badan Kepegawaian Negara (BKN) di Jakarta terus kebanjiran laporan dari masyarakat yang menemukan data honorer kategori satu (K1) siluman.
HANYA saja, laporan ke BKN tersebut sifatnya perseorangan. Padahal, sesuai prosedur resmi, laporan mestinya disampaikan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Oleh BKD, baru diteruskan ke BKN.
Disinyalir, warga malas lapor ke BKD lantaran khawatir laporan tidak ditindaklanjuti. Pasalnya, usulan honorer juga dari BKD. Warga berkeyakinan, BKD akan berupaya menutup-nutupi jika ada temuan honorer siluman. Bukan memproses dan menuntaskan laporan warga.
Kepala Sub Bagian Publikasi BKN, Petrus Sujendro, menjelaskan, warga ragu untuk lapor ke BKD, sehingga lebih memilih lapor ke BKN. "Tapi ya itu, para pelapor rata-rata ragu melaporkan ke daerah masing-masing karena khawatir laporannya tidak ditindaklanjuti. Mereka mencurigai, daerah yang mengoleksi honorer siluman pasti akan berupaya menutupi kecurangannya, sehingga laporan yang masuk akan dihilangkan seolah-olah tidak ada laporan," ungkap Petrus Sujendro, di Jakarta, kemarin.
Dia memberikan saran kepada warga pelapor. Jika merasa tidak yakin laporannya digarap BKD, bisa saja laporan ditembuskan ke DPRD setempat atau organisasi nirlaba. Namun, jika masih juga ragu, bisa langsung melaporkan ke BKN, asalkan disertai bukti-bukti tertulis yang akurat.
Tim pusat berjanji akan mengirimkan tim ke daerah yang bersangkutan, jika laporan dinilai cukup bukti. "Jika terbukti ada kecurangan, tim pusat akan datang ke daerah untuk melakukan pemeriksaan," jelas Petrus.
Seperti diketahui, data hasil verifikasi dan validasi honorer kategori satu (K1) telah diserahkan ke daerah pada 4 April lalu. Begitu data sampai ke daerah dan dipublikasikan, banyak ditemukan adanya dugaan manipulasi data honorer, alias honorer siluman.
Kepala Bagian Humas BKN, Tumpak Hutabarat, pernah menjelaskan mengenai mekanisme pelaporan. Yakni laporan pengaduan dibuat tertulis dan ditujukan kepada kepala BKD setempat dengan tembusan BKN pusat. Laporan ini kemudian ditelaah BKD bersama Inspektorat.
Bila memang ada kecurangan, kepala BKD dan pejabat pembina kepegawaian melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Laporan ini ditembuskan ke kepala BKN untuk ditindaklanjuti oleh tim yang akan turun ke daerah. (jpnn)
HANYA saja, laporan ke BKN tersebut sifatnya perseorangan. Padahal, sesuai prosedur resmi, laporan mestinya disampaikan ke Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Oleh BKD, baru diteruskan ke BKN.
Disinyalir, warga malas lapor ke BKD lantaran khawatir laporan tidak ditindaklanjuti. Pasalnya, usulan honorer juga dari BKD. Warga berkeyakinan, BKD akan berupaya menutup-nutupi jika ada temuan honorer siluman. Bukan memproses dan menuntaskan laporan warga.
Kepala Sub Bagian Publikasi BKN, Petrus Sujendro, menjelaskan, warga ragu untuk lapor ke BKD, sehingga lebih memilih lapor ke BKN. "Tapi ya itu, para pelapor rata-rata ragu melaporkan ke daerah masing-masing karena khawatir laporannya tidak ditindaklanjuti. Mereka mencurigai, daerah yang mengoleksi honorer siluman pasti akan berupaya menutupi kecurangannya, sehingga laporan yang masuk akan dihilangkan seolah-olah tidak ada laporan," ungkap Petrus Sujendro, di Jakarta, kemarin.
Dia memberikan saran kepada warga pelapor. Jika merasa tidak yakin laporannya digarap BKD, bisa saja laporan ditembuskan ke DPRD setempat atau organisasi nirlaba. Namun, jika masih juga ragu, bisa langsung melaporkan ke BKN, asalkan disertai bukti-bukti tertulis yang akurat.
Tim pusat berjanji akan mengirimkan tim ke daerah yang bersangkutan, jika laporan dinilai cukup bukti. "Jika terbukti ada kecurangan, tim pusat akan datang ke daerah untuk melakukan pemeriksaan," jelas Petrus.
Seperti diketahui, data hasil verifikasi dan validasi honorer kategori satu (K1) telah diserahkan ke daerah pada 4 April lalu. Begitu data sampai ke daerah dan dipublikasikan, banyak ditemukan adanya dugaan manipulasi data honorer, alias honorer siluman.
Kepala Bagian Humas BKN, Tumpak Hutabarat, pernah menjelaskan mengenai mekanisme pelaporan. Yakni laporan pengaduan dibuat tertulis dan ditujukan kepada kepala BKD setempat dengan tembusan BKN pusat. Laporan ini kemudian ditelaah BKD bersama Inspektorat.
Bila memang ada kecurangan, kepala BKD dan pejabat pembina kepegawaian melaporkan hasil pemeriksaannya kepada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Laporan ini ditembuskan ke kepala BKN untuk ditindaklanjuti oleh tim yang akan turun ke daerah. (jpnn)
No comments:
Post a Comment