Tidak pernah terbayang olehku sedikitpun jika kini aku menjadi penari Striptease. Memang aku mempermalukan diriku sendiri dengan menjadi penari telanjang di klub malam dan di pesta pesta kalangan terbatas.
Tapi dengan pekerjaanku ini aku dapat membiayai adik adikku yang berjumlah 3 orang untuk terus sekolah dan dapat membayar kontrakan rumah petak yang kami tinggali bersama Ibuku. Ayahku pergi entah kemana sejak aku berusia 14 tahun dan tidak pernah sekalipun kami bertemu dengan Ayah lagi sejak kepergiannya. Ayah memang Setan, begitu biasanya umpatanku untuk melampiaskan kemarahanku.
Awalnya, Rini kawanku menawarkan pekerjaan menjadi Pencuci piring di satu Klub Malam. Tentu saja tawaran itu langsung ku terima berapapun juga upahnya agar aku dapat membantu Ibuku membeli beras untuk makan kami, karena Ibuku menjadi buruh pabrik kaca sejak kepergian Ayahku.
Aku mendapat jadwal kerja malam dan setiap pulang kerja selalu kubawa makanan bekas tamu yang kukumpulkan di kantong kantong plastik untuk kubawa pulang dan dimakan bersama Ibu dan adik adikku.
Menginjak bulan kedua, aku dipanggil oleh pimpinanku dan menawarkan aku berganti pekerjaan dengan penghasilan uang yang berlipat lipat dari yang kuterima saat itu. Aku terlonjak kegirangan mendapat tawaran kerjaan baru.
Pimpinanku menjelaskan bahwa wajahku cantik dan bentuk badanku bagus, dengan sedikit polesan di wajah dan sedikit latihan tari aku bisa mengeruk banyak uang tuturnya.
Keesokan harinya aku mendatangi alamat yang diberikan padaku oleh pimpinanku, alamat Ibu Endang. Rumahnya tidak sulit dicari, dan aku langsung bertemu dengannya. Disana ada beberapa perempuan cantik sedang bercanda.
Ibu Endang langsung memperkenalkan aku dengan perempuan yang cantik cantik itu, dan meminta kami duduk melihat tarian yang akan ditampilkannya untuk kami serta meminta kami menyimak dengan sungguh sungguh pelajaran tarinya.
Musik dibunyikan dari tape kecil yang telah usang, dan Ibu Endang mulai menari perlahan lahan mengitari kami dan kemudian mulai melepaskan satu persatu bajunya, dan mulai menggoyangkan pinggulnya kedapan kebelakang memutarnya, dan mulai mengelus tempat tempat sensitif ditubuhnya sendiri, dengan jari jari tangannya sendiri.
Aku menggigil keras melihat pemandangan itu, Ibu Endang wanita paruh baya dengan timbunan lemak disana sini menari sambil melepas bajunya sendiri ???
Lidahku kelu tak mampu berkata apapun melihat tarian aneh yang ditampilkan oleh Ibu Endang. Tarian Ini namanya Striptease ujarnya, sambil mengenakan kembali pakaiannya. Dan meminta kami menirukan gaya tarian Ibu Endang tadi. Tarian itu ternyata tidak sulit dipelajari. Yang paling sulit adalah memasang wajah “ nakal – menggoda” istilah Ibu Endang untuk mimik wajah yang diperagakan olehnya tadi.
Show kami yang pertama di klub malam dimana aku bekerja sebagai Pencuci piring sebelumnya. Wajahku dipoles make up tebal dengan warna menyolok dan memakai baju pinjaman dari Ibu Endang. Kami bertiga, aku, Lina dan Hesti saling berpegang tangan guna mendukung satu sama lainnya. Kami berdoa agar penampilan perdana kami sukses.
Musik mengalun, Ibu Endang meminta kami menuju panggung dan mulai menari persis seperti apa yang dijarkan olehnya, seperti memutarkan pinggul, mengelus tubuh sensitif kami dengan jari kami sendiri hingga membuang semua kain yang menempel ditubuh kami, tidak lupa kami pasang mimik wajah “ nakal – menggoda”
Sejak malam perdana kami yang sukses itu, kini aku menjadi penari telanjang profesional dan membiarkan tubuhku disentuh oleh jari jari lain bukan hanya jariku sendiri lagi. Aku sering diundang menari telanjang di acara Private Party.
Aku berjanji akan menjalani kehidupan seperti ini hanya untuk sementara saja, hingga kursus sekretarisku selesai dan jika aku mendapat pekerjaan sebagai sekretaris akan aku tinggalkan pekerjaan ini. Doakan aku.
Tapi dengan pekerjaanku ini aku dapat membiayai adik adikku yang berjumlah 3 orang untuk terus sekolah dan dapat membayar kontrakan rumah petak yang kami tinggali bersama Ibuku. Ayahku pergi entah kemana sejak aku berusia 14 tahun dan tidak pernah sekalipun kami bertemu dengan Ayah lagi sejak kepergiannya. Ayah memang Setan, begitu biasanya umpatanku untuk melampiaskan kemarahanku.
Awalnya, Rini kawanku menawarkan pekerjaan menjadi Pencuci piring di satu Klub Malam. Tentu saja tawaran itu langsung ku terima berapapun juga upahnya agar aku dapat membantu Ibuku membeli beras untuk makan kami, karena Ibuku menjadi buruh pabrik kaca sejak kepergian Ayahku.
Aku mendapat jadwal kerja malam dan setiap pulang kerja selalu kubawa makanan bekas tamu yang kukumpulkan di kantong kantong plastik untuk kubawa pulang dan dimakan bersama Ibu dan adik adikku.
Menginjak bulan kedua, aku dipanggil oleh pimpinanku dan menawarkan aku berganti pekerjaan dengan penghasilan uang yang berlipat lipat dari yang kuterima saat itu. Aku terlonjak kegirangan mendapat tawaran kerjaan baru.
Pimpinanku menjelaskan bahwa wajahku cantik dan bentuk badanku bagus, dengan sedikit polesan di wajah dan sedikit latihan tari aku bisa mengeruk banyak uang tuturnya.
Keesokan harinya aku mendatangi alamat yang diberikan padaku oleh pimpinanku, alamat Ibu Endang. Rumahnya tidak sulit dicari, dan aku langsung bertemu dengannya. Disana ada beberapa perempuan cantik sedang bercanda.
Ibu Endang langsung memperkenalkan aku dengan perempuan yang cantik cantik itu, dan meminta kami duduk melihat tarian yang akan ditampilkannya untuk kami serta meminta kami menyimak dengan sungguh sungguh pelajaran tarinya.
Musik dibunyikan dari tape kecil yang telah usang, dan Ibu Endang mulai menari perlahan lahan mengitari kami dan kemudian mulai melepaskan satu persatu bajunya, dan mulai menggoyangkan pinggulnya kedapan kebelakang memutarnya, dan mulai mengelus tempat tempat sensitif ditubuhnya sendiri, dengan jari jari tangannya sendiri.
Aku menggigil keras melihat pemandangan itu, Ibu Endang wanita paruh baya dengan timbunan lemak disana sini menari sambil melepas bajunya sendiri ???
Lidahku kelu tak mampu berkata apapun melihat tarian aneh yang ditampilkan oleh Ibu Endang. Tarian Ini namanya Striptease ujarnya, sambil mengenakan kembali pakaiannya. Dan meminta kami menirukan gaya tarian Ibu Endang tadi. Tarian itu ternyata tidak sulit dipelajari. Yang paling sulit adalah memasang wajah “ nakal – menggoda” istilah Ibu Endang untuk mimik wajah yang diperagakan olehnya tadi.
Show kami yang pertama di klub malam dimana aku bekerja sebagai Pencuci piring sebelumnya. Wajahku dipoles make up tebal dengan warna menyolok dan memakai baju pinjaman dari Ibu Endang. Kami bertiga, aku, Lina dan Hesti saling berpegang tangan guna mendukung satu sama lainnya. Kami berdoa agar penampilan perdana kami sukses.
Musik mengalun, Ibu Endang meminta kami menuju panggung dan mulai menari persis seperti apa yang dijarkan olehnya, seperti memutarkan pinggul, mengelus tubuh sensitif kami dengan jari kami sendiri hingga membuang semua kain yang menempel ditubuh kami, tidak lupa kami pasang mimik wajah “ nakal – menggoda”
Sejak malam perdana kami yang sukses itu, kini aku menjadi penari telanjang profesional dan membiarkan tubuhku disentuh oleh jari jari lain bukan hanya jariku sendiri lagi. Aku sering diundang menari telanjang di acara Private Party.
Aku berjanji akan menjalani kehidupan seperti ini hanya untuk sementara saja, hingga kursus sekretarisku selesai dan jika aku mendapat pekerjaan sebagai sekretaris akan aku tinggalkan pekerjaan ini. Doakan aku.
No comments:
Post a Comment