PELACUR kelas tinggi itu bernama Ashley Alexandra Dupre. Perempuan berumur 22 tahun itu merupakan penyanyi kelab malam asal Manhattan. Dialah yang kemudian sebagai penyebab Gubernur New York Eliot Spitzer mundur dari jabatannya. Untuk memuaskan nafsunya, Spitzer bersedia membayar 4.000 dolar AS. Skandal bisnis pelacuran di kota termahal di dunia itu kemudian terbongkar, dan satu di antaranya menyeret sang gubernur.
Sebenarnya bukan sebuah berita yang mengejutkan, tetapi semata-mata merupakan sebuah kesialan bagi sang gubernur, kok ya bisa-bisanya tertangkap dan terbukti. Bayangkan, kota itu luasnya 141.089 kilometer per segi dihuni oleh sebanyak 19.297.729 jiwa pada 2007. Sebuah metropolis yang luar biasa, kehidupan serba modern, segala macam bisnis pemuas manusia tersedia lengkap di sana.
Pelacuran atau pelacur menjadi momok di mana-mana. Semua agama menyatakan haram terhadap perilaku satu itu. Jutaan ibu dan remaja, perempuan Indonesia terjebak di dalamnya. Pada saat yang sama, masyarakat Indonesia yang terkenal sangat agamis pun memandang negatif terhadapnya. Bagi mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya, sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Pelacuran adalah perilaku buruk dan jahat.
Begitukah gambaran sesungguhnya tentang pelacur? Jawabannya, bisa benar. Tetapi ada pula yang mempunyai pandangan berbeda, pelacuran merupakan evil necessity. Pandangan itu didasarkan pada anggapan ehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki). Tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik, misalnya anak-anak dan saudaranya. Meski sudah ada pelacur, toh anak-anak dan saudara tetap jadi korban.
Seperti ditulis dalam wikipedia, yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Dia mengatakan, pelacuran itu ibarat selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya. Pandangan negatif terhadap pelacur seringkali didasarkan pada standar ganda, karena umumnya pelanggannya tidak dikenai stigma demikian.
Istilah pelacur sering diperhalus dengan pekerja seks komersial (PSK), wanita tuna susila (WTS), istilah lain yang juga mengacu kepada pelayanan seks komersial. Sayang, sejauh ini memang pelacur hanya untuk stampler bagi Kaum Hawa. Padahal Kaum Adam adalah pelanggan setianya. Bahkan kini kaum pria pun juga ‘iri’ terhadap kegiatan pelacuran itu. Karena, kaum pria bukan sebagai konsumen belaka tetapi sudah masuk sebagai penjaga. Dialah: Gigolo. Klop sudah!
Pelacuran ‘prpfesi’ yang sangat tua, setua usia manusia. Dilarang tetapi malah garang, dibenci tetapi terus dicari, dijauhi semakin menjadi-jadi. Jadi? Larangan jalan terus, operasi pelacuran terus abadi.
Persoalan pelacuran sering kali hinggap pada pejabat kelas teri maupun kakap di Indonesia. Simak saja menyeruaknya kasus video porno antara anggota DPR-RI Yahya Zaini dan Maria Eva yang punya nama asli Maria Ulfah, sampai saat ini terus menyisakan histori buruk nan abadi. Mengapa, karena lewat teknologi digital sekarang, begitu sebuah file masuk ke ranah internet maka tidak ada satu pun yang mampu menghadang dari sana.
Sampai saat ini, internet setidaknya mencatat 2,4 juta situs yang memasukkan Maria Eva termasuk di dalamnya file mesum Zaini-Eva. Artinya, anak cucu kedua insan yang pernah meghebohkan Indonesa itu setiap saat bisa melihat file mesum Bapak-Ibunya! Luar biasa, bukan. Bukan cuma itu, internet sudah menjadi wahana terbuka untuk mengumbar semua sisi paling buruk bagi manusia.
Kembali kepada Gubernur New York Eliot Spitzer yang harus merelakan kursi jabatannya, hanya sebuah risiko kekinian dari dunia pelacuran. Siapa pun Anda, setiap saat masih bisa terperosok ke dunia itu. Supaya agak berimbang, sebaiknya kita mengingat kembali puisi karya Willibrordus Surenda Broto Rendra yang kemudian berganti nama menjadi Wahyu Sulaeman Rendra berjudul: Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta.
Mari kita simak satu bait saja kutipan puisi itu: Naikkan taripmu (Pelacur) dua kali// Dan mereka akan klabakan// Mogoklah satu bulan// Dan mereka kan puyeng// Lalu mereka akan berjina// dengan isteri saudaranya. Ini bukan pembenaran, melainkan sebuah peringatan kepada kita semua bahwa pelacuran adalah risiko kini dan masa mendatang! steve
Sebenarnya bukan sebuah berita yang mengejutkan, tetapi semata-mata merupakan sebuah kesialan bagi sang gubernur, kok ya bisa-bisanya tertangkap dan terbukti. Bayangkan, kota itu luasnya 141.089 kilometer per segi dihuni oleh sebanyak 19.297.729 jiwa pada 2007. Sebuah metropolis yang luar biasa, kehidupan serba modern, segala macam bisnis pemuas manusia tersedia lengkap di sana.
Pelacuran atau pelacur menjadi momok di mana-mana. Semua agama menyatakan haram terhadap perilaku satu itu. Jutaan ibu dan remaja, perempuan Indonesia terjebak di dalamnya. Pada saat yang sama, masyarakat Indonesia yang terkenal sangat agamis pun memandang negatif terhadapnya. Bagi mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya, sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Pelacuran adalah perilaku buruk dan jahat.
Begitukah gambaran sesungguhnya tentang pelacur? Jawabannya, bisa benar. Tetapi ada pula yang mempunyai pandangan berbeda, pelacuran merupakan evil necessity. Pandangan itu didasarkan pada anggapan ehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki). Tanpa penyaluran itu, dikhawatirkan pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik, misalnya anak-anak dan saudaranya. Meski sudah ada pelacur, toh anak-anak dan saudara tetap jadi korban.
Seperti ditulis dalam wikipedia, yang mengemukakan pandangan seperti itu adalah Augustinus dari Hippo (354-430), seorang bapak gereja. Dia mengatakan, pelacuran itu ibarat selokan yang menyalurkan air yang busuk dari kota demi menjaga kesehatan warga kotanya. Pandangan negatif terhadap pelacur seringkali didasarkan pada standar ganda, karena umumnya pelanggannya tidak dikenai stigma demikian.
Istilah pelacur sering diperhalus dengan pekerja seks komersial (PSK), wanita tuna susila (WTS), istilah lain yang juga mengacu kepada pelayanan seks komersial. Sayang, sejauh ini memang pelacur hanya untuk stampler bagi Kaum Hawa. Padahal Kaum Adam adalah pelanggan setianya. Bahkan kini kaum pria pun juga ‘iri’ terhadap kegiatan pelacuran itu. Karena, kaum pria bukan sebagai konsumen belaka tetapi sudah masuk sebagai penjaga. Dialah: Gigolo. Klop sudah!
Pelacuran ‘prpfesi’ yang sangat tua, setua usia manusia. Dilarang tetapi malah garang, dibenci tetapi terus dicari, dijauhi semakin menjadi-jadi. Jadi? Larangan jalan terus, operasi pelacuran terus abadi.
Persoalan pelacuran sering kali hinggap pada pejabat kelas teri maupun kakap di Indonesia. Simak saja menyeruaknya kasus video porno antara anggota DPR-RI Yahya Zaini dan Maria Eva yang punya nama asli Maria Ulfah, sampai saat ini terus menyisakan histori buruk nan abadi. Mengapa, karena lewat teknologi digital sekarang, begitu sebuah file masuk ke ranah internet maka tidak ada satu pun yang mampu menghadang dari sana.
Sampai saat ini, internet setidaknya mencatat 2,4 juta situs yang memasukkan Maria Eva termasuk di dalamnya file mesum Zaini-Eva. Artinya, anak cucu kedua insan yang pernah meghebohkan Indonesa itu setiap saat bisa melihat file mesum Bapak-Ibunya! Luar biasa, bukan. Bukan cuma itu, internet sudah menjadi wahana terbuka untuk mengumbar semua sisi paling buruk bagi manusia.
Kembali kepada Gubernur New York Eliot Spitzer yang harus merelakan kursi jabatannya, hanya sebuah risiko kekinian dari dunia pelacuran. Siapa pun Anda, setiap saat masih bisa terperosok ke dunia itu. Supaya agak berimbang, sebaiknya kita mengingat kembali puisi karya Willibrordus Surenda Broto Rendra yang kemudian berganti nama menjadi Wahyu Sulaeman Rendra berjudul: Bersatulah Pelacur-pelacur Kota Jakarta.
Mari kita simak satu bait saja kutipan puisi itu: Naikkan taripmu (Pelacur) dua kali// Dan mereka akan klabakan// Mogoklah satu bulan// Dan mereka kan puyeng// Lalu mereka akan berjina// dengan isteri saudaranya. Ini bukan pembenaran, melainkan sebuah peringatan kepada kita semua bahwa pelacuran adalah risiko kini dan masa mendatang! steve
No comments:
Post a Comment