multi info, hiburan, pengetahuan, dan aneka informasi

Soekarno Adalah Presiden Amerika !



UNTUK pertama kalinya Ketua Mahkamah Agung John Roberts, akan mendapat tugas rutin tiap empat tahun seumur hidupnya (jika dia tidak mundur): mengambil sumpah jabatan presiden Amerika Serikat.

"Saya, Barack Hussein Obama, bersumpah…untuk melindungi, mempertahankan Undang-Undang Dasar Amerika Serikat (AS)", sebaris kalimat sakti yang menyulap Obama tepat pada tengah hari 20 Januari 2009, dari orang biasa menjadi orang luar biasa, yang paling dipandang (juga dibenci) di muka bumi.

Itulah pelantikan presiden AS yang ke 57, sejak George Washington diambil sumpahnya pertama kali sebagai presiden AS kesatu, sekaligus presiden pertama di dunia, di Wall and Nassau Street, New York City, hampir 220 tahun silam.

Setiap presiden AS punya titah untuk menyebar wewangian nilai-nilai Amerika ke setiap jengkal pelosok dunia, yang belum pernah atau kurang, menghirup kebebasan. Kalau untuk ukuran ini saja, ada orang Indonesia yang bisa melakukannya. Orang itu Soekarno, yang pernah oleh AS selalu diharapkan, dihormati, dipuja dan akhirnya digulingkan, dibenci, lalu disingkirkan.

Revolusi Indonesia = Revolusi Amerika
Kok bisa bilang Soekarno sebagai 'presiden Amerika Serikat'? Ya bisa aja kalau kita lihat sepak terjang cara berpikirnya. Meski mungkin penilaian itu tergelincir salah, akibat beda referensi nilai, budaya dan politik yang jauh antara sini dan sana. Indonesia dan Amerika.

"Masa mudaku kupergunakan untuk memuja pahlawan-pahlawan Amerika," begitu menurut pengakuan Soekarno. Tak aneh ketika Indonesia akan lahir, dia serta segelintir sahabatnya, menyiapkannya dengan banyak membawa dan menggunakan serta meniru nilai serta corak Amerika untuk Indonesia, yang sedang dimabuk revolusi.

Kalangan akademisi Indonesia pun berani menyimpulkan bahwa revolusi Indonesia mengacu pada revolusi Amerika. Bila ini dibicarakan, Soekarno pasti hadir di dalamnya dengan berdiri di tengah bukan di pinggir.

Dari kepalanya yang selalu tertutup pici, banyak tersimpan cadangan ide, yang keluarnya sebagai pola pikir รก la Amerika, yang dicampur dengan konsep-konsep lain hasil serapan dari bangsa lain. Hasilnya bisa dilihat dari karakter revolusi Indonesia, yang seirama dengan punya Amerika. Seperti apa?

Lihat saja perubahan politik semasa revolusi, terjadi bersamaan dengan deklarasi kemerdekaan Indonesia. Di dalamnya mencakup sebuah perubahan sosial. Apa amerikanya? Nah, yang kayak amerikanya, yaitu kenyataan perubahan drastis itu berlangsung tanpa kekekerasan. "Dia bisa menyatukan Indonesia tanpa pertumpahan darah setetespun," kata Pramoedya Ananta Toer memuji Soekarno, orang yang pernah memenjarakannya.

Beda sekali revolusi yang terjadi di Prancis, Rusia, Cina atau Iran yang berdarah-darah. Ciri yang dibawakan Soekarno bertumpu pada kepercayaan bahwa perbaikan secara bertahap bisa dilakukan dengan membuka kemungkinan, seluas-luasnya, untuk bekerja sama antar kelompok yang saling bertentangan. Bukan berarti gagasan-gagasan mutakhir yang dia tiru dari Amerika itu berjalan mulus. Kadang terkesan 'unAmerica' karena kondisi lokal. "Soekarno sangat dramatik, pragmatik, beraneka ragam, lentur dan "berbau mistik," menurut penilaian William Frederick, seorang guru besar ilmu politik dari universitas di Ohio, AS.

The United States of Indonesia
Bukan itu saja, lembaga-lembaga ketatanegaraan Indonesia yang tercipta, mirip dan sebangun seperti yang ada di AS. Ini divisualkan dengan baik pada seri perangko Indonesia di awal masa revolusi kemerdekaan. Prangko itu menggambarkan wajah Soekarno dengan George Washington, Mohammad Hatta dengan Abraham Lincoln, Sutan Sjahrir dengan Thomas Jefferson. Agus Salim dengan Benjamin Franklin dan AA Maramis dengan Alexander Hamilton. Dengar pengakuannya tentang 'orang-orang suci' Amerika: "Aku merasa dekat dan bersahabat dengan Thomas Jefferson," kata Soekarno yang memajang foto si brewok Abraham Lincoln di ruang tamu Istana Keprsidenan di Jogjakarta.

Ditambah lagi dalam Konferensi Meja Bundar akhir tahun 1949 (yang hasilnya terlalu dipaksakan oleh Amerika Serikat), melahirkan negara baru: Indonesia Serikat. Jadilah model negara Indonesia pas sama seperti AS, meski agak beda runut sejarahnya.

Pernah dua dari lima astronot AS dalam misi Space Shuttle ke-7 bulan Juni 1983, Frederick Hauck dan John Fabian, diundang menghadiri HUT RI tahun 1983 di Istana Merdeka, karena sukses meluncurkan sebuah satelit Indonesia. Si Fabian nyengar-nyengir waktu ditanya pendapatnya tentang Indonesia. "Waktu kecil di sekolah, saya diajarkan bahwa di dunia ini hanya ada dua negara serikat, yaitu Amerika Serikat dan Indonesia Serikat."

Jika saja usul Mohammad Hatta diterima, saat perumusan naskah proklamasi dini hari 17 Agustus 1945, maka proklamator Indonesia tak cuma dua orang. Dia minta semua yang hadir menandatangani naskah proklamasi, agar seperti Deklarasi Kemerdekaan AS. Usul ini ditolak Soekarni (bukan Soekarno), seorang pemuda yang ikut hadir. Ini sekilas gambaran bahwa banyak kesamaan yang ingin ditampilkan dalam revolusi Indonesia, dengan yang dialami AS.

Paul Revere
Gagasan-gagasan orisinil dari Amerika, kembali dipraktekkan Soekarno ketika dia menjadi tuan rumah Konferensi Asia Afrika (KAA) tahun 1955. Ini sebuah perhelatan terbesar dan monumental, yang pernah ada antara negara-negara terjajah. Kota yang dipilihnya adalah Bandung. Kota tempat dia mengawali karir sebagai pembangkang kolonialisme dan juga tempat romantisme yang ia reguk pertama kali bersama Inggit Garnasih, mojang priangan yang menjadi istri sekaligus dinamonya untuk menggigit keangkuhan kolonial.

Tanggal dibukanya KAA pun dipilih Soekarno hari 18 April 1955. Dia mengenang peristiwa tepat 180 tahun silam, ketika seorang pria mengendarai kuda dengan kencang pada malam hari di pedusunan New Hampshire. Pria itu membangunkan kaum revolusioner Amerika, karena pasukan kolonial Inggris sudah mendekat. Orang itu adalah Paul Revere.

Tindakan Revere tersebut, seperti membangunkan orang untuk makan sahur, menjadi sangat patriotik bagi bangsa Amerika. Pagi harinya, pejuang Amerika sudah siap tempur dan meletuslah perang di medan Lexington. Letusan bedil yang terjadi di situ, menjadi awal perang kemerdekaan yang menyulap dunia.

Soekarno mengenang dengan baik peristiwa itu, saat dia pidato membuka KAA, untuk menyiram semangat nasionalisme pada bangsa-bangsa Asia Afrika. Setelah konferensi dibuka dengan mengheningkan cipta untuk Albert Einstein, yang wafat pada hari itu, dia bergaya bagai seorang presiden AS, menyebut perang yang dibangunkan oleh Revere itu, sebagai perang anti-kolonialisme pertama yang berhasil dalam sejarah manusia. Tak lupa dia membaca sajak dari penyair AS, Henry Longfellow tentang Revere, di hadapan hadirin yang justru kebanyakan anti-Amerika.

"Indonesian kiss"
Dasawarsa 1950-an menjadi kurun paling liberal dalam sejarah Indonesia, dan juga paling Amerika, yang menghembuskan budayanya sangat deras. Dan Soekarno membuka pintunya lebar-lebar. Lihat saja masa itu, misi budaya, seni, sosial, olahraga dari AS berdatangan, karena menganggap negeri ini tempat nyaman yang dipimpin oleh seorang yang cinta Amerika. Seperti Martha Graham, Harleem Globerotters, Helen Keller, dan juga film-film Hollywood yang merasuk hingga ke kepala tiap orang Indonesia. Hampir 80% film yang beredar di sini berasal dari Hollywood. "Silahkan saja Anda mengekspor sebanyak judul yang Anda inginkan ke Indonesia," kata Soekarno sambil member sejumlah syarat kepada utusan AMPEA (American Motion Pictures Exporters Association) yang menemuinya.

Banyak orang tua yang remaja pada masa itu, mengenal baik nama-nama John Wayne, Rita Hayworth, James Dean, Rhonda Flemming atau Marilyn si pirang. Bahkan ada seorang bapak tua di Sumatra menamakan semua anak-anaknya dengan nama-nama aktor/tris Hollywood. Tak hanya itu, Soekarno pun punya helicopter kepresidenan Hiller 360 buatan AS, yang dimilikinya tahun 1951, enam tahun sebelum Presiden AS Dwight Eisenhower punya helikopter untuk kepresidenan.

Eisenhower paham benar kalau Soekarno mendambakan Amerika. Makanya dia tak hanya mengundang Soekarno, tapi juga menjemputnya dengan mengirim pesawatnya, Columbine III ke Honolulu, untuk menerbangkan Soekarno. Inilah pertama kali baginya menginjakkan kaki ke negeri yang dipujanya. Dia melanglang melintas tanah Amerika selama 19 hari. Kunjungan kenegaraan terlama yang pernah dilakukan kepala negara asing ke AS. Mirip orang berziarah ke tanah suci.

"Saya datang ke sini untuk membuktikan nilai-nilai Amerika yang saya tahu bertahun-tahun," kata Soekarno sewaktu disambut dengan "wah" oleh dua sahabatnya, Wakil Presiden Richard Nixon dan Menlu John Dulles serta Admiral Arthur Radford, panglima gabungan (Pangab). Ketika "Indonesia Raya"
dinyanyikan, tangan Nixon pun memegang pundak si kecil Guntur dengan penuh kebapakan. Sebuah bahasa tubuh yang penuh makna.

Seperti seorang presiden AS, tuan rumah menyiapkan 2.300 tentara dan 10 korps musik berdiri sepanjang jalan yang dilalui Soekarno dari bandara menuju jantung kota Washington. Hanya untuk menyambutnya. Tapi tiba-tiba, oh..oh… Soekarno minta mobil Imperial yang ditumpanginya untuk berhenti sejenak. Dinas Rahasia (paspampres AS) pun tak bisa berbuat banyak.

Ngapain dia? Menyalami beberapa para penyambutnya dan sempat mengelus kepala bocah lima tahun. Setelah itu dia berjalan pelan menuju ke seorang wanita setengah baya. "Dear Mother, boleh saya cium Anda?", Soekarno memohon. Ceplok! "That was an Indonesian kiss", katanya dengan penuh perasaan saat bibirnya mendarat di wajah Lenore Coon, si wanita paruh baya itu sambil tersenyum.

Ziarah
Presiden Eisenhower, yang lebih dikenal dengan Ike, sangat menghargai pidato Soekarno yang mengutip patriotisme Paul Revere, waktu membuka KAA setahun sebelumnya. Dia bersama istrinya, Mamie, menghadiahinya sebuah replika piring perak Paul Revere. Dia juga dipuji Amerika, karena menggelar pemilu paling liberal di dunia tahun 1955 untuk ukuran dunia ketiga, tanpa darah. Sampai kini pemilu itu juga dikenang sebagai pemilu paling demokratis dalam sejarah Indonesia.

"Aku mencintai rakyat Amerika," katanya. Makanya selama di sana, dengan gaya seperti presiden AS, dia mendatangi tempat-tempat impiannya, yang menjadi icon Amerika di dunia. Dia sembahyang di Islamic Center Washington. Berkhotbah di Gereje Mormon di Utah, menikmati air terjun Niagara, berpidato di Kongres, mengunjungi Hollywood, bermain di Walt Disney bersama Guntur (Soekarno adalah presiden pertama di dunia yang mengunjungi taman impian itu, justru bukan tuan rumah Presiden Eisenhower), ngobrol dengan Marilyn Monroe, juga menerima kehormatan Honorius Causa dari dua universitas ternama, dan mendatangi Lincoln Memorial, untuk menghormati 'nabinya', yang sering dia kutip dalam tiap pidato-pidatonya. Juga berziarah ke kuburan Thomas Jefferson di Monticello, Virginia dan tempat paling suci bagi patriot AS, makam George Washington di Mt. Vernon. Di sana dia sambil komat-kamit membaca al Fatihah di depan kuburan mereka.

James Monroe
Siapapun bisa mendapat predikat sebagai presiden AS, selama dia mempunyai otoritas resmi untuk membawa dan menyampaikan nilai-nilai Amerika kepada dunia. Soekarno setidaknya sudah melakukannya. Tidak selalu harus orang Amerika asli. Seorang pria yang berayah dari pedusunan Kenya, Afrika dan berbapak tiri orang Jawa pun, bisa akan membuktikannya tanggal 20 Januari 2009 mendatang.

AS memang banyak berharap kepada Soekarno. Dialah pemimpin asing, yang sanggup memberi contoh teladan pahlawan-pahlawan AS kepada dunia melalui pidato. Ketika Amerika menjauhinya karena tak mendapatkan seperti yang diharapkan darinya, Soekarno berang. Tak mau didikte! Sebuah sikap sangat
Amerika seperti yang dicetuskan Doktrin Monroe (doktrin Presiden AS ke 5 James Monroe yang menentang dominasi Eropa di tanah Amerika).

Inilah sikap Soekarno yang paling Amerika. Ciri Amerika adalah tak mau dan tak pernah didikte bangsa lain. Sekaligus bukti, bahwa dia (juga Indonesia) bukanlah piaraan yang jinak bagi bangsa manapun di dunia.

http://community.kompas.com/index.php/read/artikel/2129

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Blog Archive