Rakyat AS bersiap menutup lembaran kepemimpinan Presiden George W Bush. Mengakhiri masa jabatannya, Bush menegaskan dirinya telah membuat negara AS aman. Bush pun tetap membela kepemimpinannya. Dia mengklaim keberhasilan kebijakan luar negeri AS di Irak dan Afghanistan serta sejumlah kebijakan di bidang lainnya.
Penegasan itu disampaikan Bush dalam pidato perpisahannya di Gedung Putih seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (16/1). “Amerika telah melalui lebih dari tujuh tahun tanpa serangan teroris lainnya di tanah air kita,” kata Bush dalam pidatonya untuk seluruh rakyat AS. Bush mengakui bahwa sebagian orang tidak menyukai kebijakan-kebijakannya. “Kalian mungkin tidak setuju dengan sejumlah keputusan sulit yang telah saya buat,” kata Bush.
“Tapi saya harap kalian bisa setuju bahwa saya bersedia membuat keputusan-keputusan sulit itu,” imbuhnya dalam pidato berdurasi 13 menit. Bush menegaskan bahwa dirinya selalu bertindak demi kepentingan negara. “Saya telah mengikuti hati nurani saya dan melakukan apa yang saya pikir benar,” tuturnya. “Di atas semuanya, saya berterima kasih pada rakyat Amerika atas kepercayaan yang telah kalian berikan pada saya,” pungkasnya.
Dia mengakui keadaan sulit yang ia wariskan ke negerinya, termasuk perang yang belum usai di Irak dan Afghanistan serta para teroris garis keras muslim yang dia ingatkan tetap ingin membunuhi orang Amerika. “Ketika bangsa kita terasa lebih aman dibanding tujuh tahun lalu, ancaman terburuk pada rakyat kita tetaplah serangan teroris berikutnya,” katanya seraya menggarisbawahi bahwa jika pihak lain berusaha hidup normal setelah serangan 11 September 2001, maka dirinya tidak bisa bersikap seperti itu.
Dengan tak sedikitpun mengakui kesalahan-kesalahannya, Bush berkilah bahwa seperti halnya para presiden pendahulunya, dia harus mengalami kemunduran namun ia tidak merinci maksud kemundurannya ini. Sembari menolak tuduhan bahwa Perang Irak dan praktik-praktik interogasi sebagai bentuk penyiksaan yang merusak prinsip moral AS, Bush memperingatkan jika Amerika tidak mengatasi rintangan terhadap kebebasan maka rintangan itulah yang menyengsarakan AS. Ia juga gigih mempertahankan kebijakan-kebijakan antiterorismenya yang kontroversial seperti memata-matai warga Amerika sendiri dan meletupkan perang di Afghanistan dan Irak yang kemudian membelah rakyat AS.
Bush telah sedaya upaya berjuang mempertahankan kepresidennya dari timpaan persoalan-persoalan berat, pertama dari kehancuran akibat serangan 11 September 2001. Kemudian diperparah Perang Irak yang tidak populer, respon yang lambat dalam penanganan dampak Badai Katrina, dan dari apa yang disebut banyak pakar sebagai sebuah krisis ekonomi terburuk dalam kurun 70 tahun terakhir.
Pada pidato terakhirnya itu, dia tidak memasukkan frasa-frasa favoritnya seperti “perang melawan terorisme” atau tuduhan “poros kejahatan” yang ia alamatkan ke Iran, Korea Utara dan Irak dibawah pimpinan Saddam Hussein. Bush meninggalkan sebuah catatan tulisan tangan untuk penggantinya di atas meja di Ruang Oval sebelum kemudian menuju negara bagian yang menjadi kampung halamannya, Texas.
Jumat waktu setempat, Bush dan Ibu Negara Laura Bush pergi dari Gedung Putih menuju peristirahatan resmi Presiden AS di Camp David untuk terakhir kalinya, bergabung dengan dua anak perempuan kembarnya Jenna dan Barbara serta sejumlah pembantu dekatnya. (Detikcom/Ant/x)
Penegasan itu disampaikan Bush dalam pidato perpisahannya di Gedung Putih seperti dilansir kantor berita AFP, Jumat (16/1). “Amerika telah melalui lebih dari tujuh tahun tanpa serangan teroris lainnya di tanah air kita,” kata Bush dalam pidatonya untuk seluruh rakyat AS. Bush mengakui bahwa sebagian orang tidak menyukai kebijakan-kebijakannya. “Kalian mungkin tidak setuju dengan sejumlah keputusan sulit yang telah saya buat,” kata Bush.
“Tapi saya harap kalian bisa setuju bahwa saya bersedia membuat keputusan-keputusan sulit itu,” imbuhnya dalam pidato berdurasi 13 menit. Bush menegaskan bahwa dirinya selalu bertindak demi kepentingan negara. “Saya telah mengikuti hati nurani saya dan melakukan apa yang saya pikir benar,” tuturnya. “Di atas semuanya, saya berterima kasih pada rakyat Amerika atas kepercayaan yang telah kalian berikan pada saya,” pungkasnya.
Dia mengakui keadaan sulit yang ia wariskan ke negerinya, termasuk perang yang belum usai di Irak dan Afghanistan serta para teroris garis keras muslim yang dia ingatkan tetap ingin membunuhi orang Amerika. “Ketika bangsa kita terasa lebih aman dibanding tujuh tahun lalu, ancaman terburuk pada rakyat kita tetaplah serangan teroris berikutnya,” katanya seraya menggarisbawahi bahwa jika pihak lain berusaha hidup normal setelah serangan 11 September 2001, maka dirinya tidak bisa bersikap seperti itu.
Dengan tak sedikitpun mengakui kesalahan-kesalahannya, Bush berkilah bahwa seperti halnya para presiden pendahulunya, dia harus mengalami kemunduran namun ia tidak merinci maksud kemundurannya ini. Sembari menolak tuduhan bahwa Perang Irak dan praktik-praktik interogasi sebagai bentuk penyiksaan yang merusak prinsip moral AS, Bush memperingatkan jika Amerika tidak mengatasi rintangan terhadap kebebasan maka rintangan itulah yang menyengsarakan AS. Ia juga gigih mempertahankan kebijakan-kebijakan antiterorismenya yang kontroversial seperti memata-matai warga Amerika sendiri dan meletupkan perang di Afghanistan dan Irak yang kemudian membelah rakyat AS.
Bush telah sedaya upaya berjuang mempertahankan kepresidennya dari timpaan persoalan-persoalan berat, pertama dari kehancuran akibat serangan 11 September 2001. Kemudian diperparah Perang Irak yang tidak populer, respon yang lambat dalam penanganan dampak Badai Katrina, dan dari apa yang disebut banyak pakar sebagai sebuah krisis ekonomi terburuk dalam kurun 70 tahun terakhir.
Pada pidato terakhirnya itu, dia tidak memasukkan frasa-frasa favoritnya seperti “perang melawan terorisme” atau tuduhan “poros kejahatan” yang ia alamatkan ke Iran, Korea Utara dan Irak dibawah pimpinan Saddam Hussein. Bush meninggalkan sebuah catatan tulisan tangan untuk penggantinya di atas meja di Ruang Oval sebelum kemudian menuju negara bagian yang menjadi kampung halamannya, Texas.
Jumat waktu setempat, Bush dan Ibu Negara Laura Bush pergi dari Gedung Putih menuju peristirahatan resmi Presiden AS di Camp David untuk terakhir kalinya, bergabung dengan dua anak perempuan kembarnya Jenna dan Barbara serta sejumlah pembantu dekatnya. (Detikcom/Ant/x)
No comments:
Post a Comment