Contoh PTK Matematika SD tentang KPK dan FPB
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pembelajaran
matematika di SD merupakan salah satu kajian yang selalu menarik untuk
dikemukakan karena adanya perbedaan karakteristik khususnya antara
hakikat anak dengan hakikat matematika. Untuk itu diperlukan adanya
jembatan yang dapat menetralisir perbedaan atau pertentangan tersebut.
Anak usia SD sedang mengalami perkembangan dalam tingkat berfikirnya.
Hal ini karena tahap berfikir masih berada pada tahapan kongkret.
Sedangkan, “matematika merupakan ilmu deduktif, aksiomatik, formal,
hirarkis, abstrak, bahasa symbol yang padat arti dan semacamnya sehingga
para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah system matematika”
(Karso, 2000: 1.4)
Mengingat
adanya perbedaan karakteristik itu, maka diperlukan adanya kemampuan
khusus dari seorang guru untuk menjembatani antara dunia anak yang belum
berfikir secara deduktif untuk dapat mengerti dunia matematika yang
bersifat deduktif. Para guru dituntut agar memiliki kemampuan
professional yang memadai untuk dapat melaksanakan pembelajaran yang
lebih bermakna. Menurut Suparman (Sukarja, 2004) menyatakan bahwa mutu
pembelajaran tergantung pada tiga unsur, yaitu (1) tingkat partisipasi
siswa dan jenis kegiatan pembelajaran; (2) peran guru dalam pembelajaran
dengan metode dan teknik-teknik yang bervariasi; dan (3)
pengorganisasian kelas.Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasionol pasal 39 ayat 2 menyatakan pendidikan
merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan
melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran melakukan
pembimbingan dan pelatihan. (UURI, 2007: 104)
Ada
4 kompetensi utama yang harus dikuasai guru dalam mengembangkan
kinerjanya yaitu: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
professional (Abimanyu, 2008: 5). Guru harus mampu menjalankan ke empat
kompetensi tersebut agar pembelajaran dapat terlaksana dengan baik dan
lebih bermakna.
Proses
belajar mengajar dapat tercapai dengan baik jika seorang guru dapat
menerapkan konsep-konsep materi pelajaran (khusus matematika) dengan
berbagai strategi agar peserta didik tidak menjadi jenuhdalam menerima
dan mengikuti pelajaran salah satunya dengan memilih pendekatan
pembelajaran yang sesuai dengan materi.
Peneliti telah melakukan tanya jawab dengan salah seorang guru kelas IV di SD Inpres Timbuseng
Kec. Pattallassang tentang materi pelajaran. Ada beberapa materi
pelajaran yang sukar dipahami oleh murid-murid di SD Inpres Timbuseng.
Materi itu adalah KPK dan FPB dua bilangan.
Pembelajaran
yang selama ini dilaksanakan hanya dengan metode konvensional yang
tidak sesuai dengan karekteristik anak yang dikemukakan oleh Jean Piaget
(Karso,2001:1.6) yang menyatakan bahwa teori tingkat perkembangan
berfikir anak terbagi dalam 4 tahap: sensori motorik, operasional awal,
operasional konkret, dan operasional formal. Metode ceramah, penugasan
cenderung lebih abstrak. Padahal kenyataan, murid masih berfikir
konkrit. Pembelajaran matematika (KPK dan FPB) seyogianya dibawa kedunia
murid. Tetapi malah sebalikya, proses menemukan KPK dan FPB tidak
berkesan dalam diri anak oleh karena guru yang aktif dalam kelas.
Pembelajaran
matematika terdapat keterkaitan antara pengalaman belajar siswa
sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan. Jamaluddin (2009:2)
mengemukakan bahwa berdasarkan dimensi keterkaitan antar konsep dalam
teori belajar Ausebel, belajar dapat diklasifikasikan dalam dua dimensi.
Pertama, berhubungan dengan cara informasi atau konsep pelajaran yang
disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Kedua, menyangkut
cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur
kognitif yang telah ada.
Hasil
observasi yang telah dilakukan di SD Inpres Timbuseng dengan melihat
daftar nilai untuk konsep KPK dan FPB sebelumnya menunjukkan bahwa murid
kurang mampu memahami materi tersebut. Nilai yang diperoleh jika
dirata-rata pada Semester I Tahun Ajaran 2009/2010 , hanya berkisar 60
sementara kriteria ketuntasan minimal yang diharapkan harus mencapai
nilai 65. Hal inilah yang membuat guru di SD Inpres Timbuseng menjadi
resah dan sangat mengharapkan adanya metode lain yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan hasil belajar Matematika agar tidak terjadi yang
demikian.
Pembelajaran
di SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang tersebut, guru terkesan
kurang atau tidak menggunakan benda-benda konkrit, kurang memperhatikan
tahap-tahap penyajian suatu konsep matematika di SD, serta kurang
melibatkan siswa dalam pembelajaran KPK dan FPB tetapi hanya dengan
menggunakan metode konvensional kerena dimulai dengan dari pemberian
informasi/ konsep oleh guru, kemudian guru mendemonstrasikan
keterampilan dalam menerapkan suatu algoritma, hingga memberikan
contoh-contoh soal tentang suatu konsep. Oleh karena itu, perlu
pertimbangan untuk manggunakan metode yang dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuannya, mampu
menemukan konsep KPK dan FPB serta dapat bekerja sama dalam kelompoknya.
Salah
satu alternatif untuk menjawab permasalahan tersebut dengan
memperhatikan berbagai konsep dan teori belajar maka dilakukan
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual(countekstual learning teacing).
Pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi pelajaran dengan situasi dunia nyata murid dan
mendorong murid membuat hubungan pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapanya dalam kehidupan sehari-hari (Abimanyu, 2008: III-I).
sehingga dengan menghubungkan konsep-konsep matematika menjadi lebih
menarik, lebih nyata, dan berguna.
Komponen
dalam pendekatan kontekstual dapat membuat konsep matematika dapat
lebih konkrit. Kontruktivisme, menemukan,bertanya, masyarakat belajar,
pemodelan, penilaian yang sebenarnya, dan refleksi membuat pemahaman
akan pelajaran lebih mudah.
Peneliti
telah membaca beberapa karya tulis yang berbentuk skripsi tentang
penggunaan pendekatan kontekstual. Dari karya-karya tulis tersebut,
peneliti mau mencoba menggunakan pendekatan kontekstual dalam
pembelajaran matematika pada materi KPK dan FPB. Oleh karena, dari
penelitian-penelitian sebelumnya terbukti bahwa penggunaan pendekatan
kontekstual berhasil diterapkan.
Dari
fenomena di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji dengan judul
“Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Materi KPK dan FPB melalui
Pendekatan Kontekstual pada Murid Kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec.
Pattallassang.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis merumuskan masalah sbb:
“Bagaimana penerapan pendekatan kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar matematika materi KPK dan FPB murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang? ”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka yang
menjadi tujuan penelitan adalah sebagai berikut: “Untuk
meningkatkanhasil belajar matematika materiKPK dan FPB melalui
pembelajaran kontekstual”.
D. Manfaat Penelitian
Hasil
penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan memberikan manfaat
yang berarti bagi perorangan / institusi di bawah ini:
1. Manfaat Teoritis
a Sebagai informasi bagi dewan guru, khususnya guru SD mengenai pembelajaran pendekatan kontekstual.
b. Sebagai bahan kepustakaan dan pertimbangan bagi peneliti selanjutnya
2. Manfaat Praktis
a. Bagi
murid: (1) Memudahkan dalam mengolah informasi melalui aktivitas
pembelajaran dalam kerangka langkah-langkah pembelajaran sesuai dengan
pembelajaran yang diterapkan oleh guru. (2) Meningkatkan minat,
perhatian, motivasi siswa dalam interaksi proses belajar mengajar
matematika serta dapat menjadikan siswa berfikir mandiri, kreatif, dan
inovatif.
b. Bagi guru
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan tentang suatu alternatif pebelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian pustaka
1. Hakekat Matematika
Matematika
adalah ilmu deduktif, aksiomatik, formal, hirarkis, abstrak, bahasa
symbol yang padat arti dan semacamnya (Karso: 2000, 1.6). hal ini
membuat para ahli matematika dapat mengembangkan sebuah system
matematika. Dari dunia matematika yang merupakan sebuah system yang
deduktif telah mampu mengembangkan model-model yang merupakan contoh
dari sistem ini.
Dalam
kamus besar Bahasa Indonesia Bergambar (2008, 524) para penulis
menerjemahkan matematika sebagai ilmu tentang bilangan, dan hubungan
antar bilangan. Matematika merupakan ilmu yang mengolah
bilangan-bilangan dan keterkaitan bilangan-bilangan tersebut.
Matematika
mempunyai ciri khas tersendiri jika dibandingkan dengan disiplin ilmu
lain. Menurut Ali (1987:1), matematika berkenaan dengan ide-ide,
struktur,hubungan-hubunganya yang diatur secara logik sehingga
matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Sedangkan menurut
Bruner (Gatot Muhtesyo, 2008: 1.6) menyatakan pentingnya tekanan pada
kemampuan peserta didik dalam berpikir intuitif dan analitik akan
mencerdaskan peserta didik membuat prediksi dan terampil dalam menemukan
pola dan keterkaitan.
Belajar
matematika adalah suatu usaha atau aktifitas mental untuk memahami arti
hubungan antara konsep-konsep dan struktur matematika. Melalui
pembelajaran matematika murid diharapkan berkembang mengenai kemampuan
membaca (matematika), menggali informasi, menggunakan informasi,
menyimpulkan informasi yang lebih mendalam, melakukan eksplorasi
eksperiman, berfikir logis, berfikir ketat dan yang terpenting adalah
melakukan pemecahan masalah. Pembelajaran matematika harus merupakan
proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik melalui
serangkaian kegiatan yang terencana sehingga peserta didik memperoleh
kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari.
2. Pengertian Kelipatan persekutuan terkecil (KPK)
Jika
r│p maka p dikatakan kelipatan r himpunan kelipatan positif 7 adalah
{7,14,28,35,…}. Himpunan kelipatan 3 adalah
{3,6,9,12,15,18,21,···,3k,···} . Selanjutnya himpunan kelipatan
persekutuan dari 7 dan 3 didapat dari irisan kedua himpunan tersebut
yaitu {21,42,63,84,···}. Di antara persekutuan tersebut terdapat anggota
yang terkecil disebut kelipatan persekutuan terkecil. Jadi 21 adalah
kelipatan persekutuan terkecil 7 dan 3. Menurut Soewito (1991:141)
kelipatan persekutuan terkecil (KPK) adalah bilangan bulat positif m
adalah kelipatan persekutuan terkecil (KPK) dua bilangan bulat positif p
dan q jika dan hanya jika jika m adalah bilangan bulat positif terkecil
yang dapat dibagi oleh p dan q.
Hal ini dapat ditulis:
M= KPK (p,q)
Menurut
Supardjo (2004: 10) menyebutkan bahwa kelipatan persekutuan terkecil
(KPK) adalah bilangan yang merupakan persekutuan paling kecil dari
kelipatan dua bilangan atau bilangan atau lebih.
Contoh: 12 = 2×2×3 12 18 = 2×3×3 18
= 2 6 = 2×32 29
KPK dari 12 dan 18 adalah 22 × 32 = 4×9=36.
Jautar
M (2003:7) mengemukakan bahwa kelipatan persekutuan terkecil (KPK)
adalah perkalian faktor-faktor prima yang bilangan pokoknya berbeda dan
mempunyai pangkat terbesar. Kelipatan persekutuan terkecil dapat dicari
dengan cara mengalikan faktor-faktor yang berbeda. Jika ada fakor yang
sama diambil yang berpangkat terbesar.
Berikut ini adalah ketentuan-ketentuan penarikan KPK dua bilangan menurut Karso (2008: 8.13) yaitu KPK (a,b)
Pertama,
nyatakan a dan b sebagai hasil kali dari faktor-faktor primanya. Maka
KPK (a,b) adalah hasil kali dari factor prima yang memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Jika Xn merupakan faktor prima yang hanya terdapat pada a saja atau b saja, maka Xn merupakan calon faktor dari KPK (a,b)
b. Jika Yn merupakan faktor prima dari a dan b maka Yn merupakan calon faktor dari KPK (a,b)
c. Jika Zn merupakan faktor dari a, dan Zm merupakan faktor dari b dengan m>n maka Zm merupakan calon faktor dari KPK (a,b).
Kafid
(2007: 2) merumuskan cara menentukan KPK yaitu sebagai berikut:“(a)
Tentukan faktorisasi prima dari masing-masing bilangan.(b) Kalikan semua
factor yang ada jika ada factor yang sama pilih yang pangkatnya
terbesar”.
Selain itu Kafid (2007: 3) pun mengemukakan cara lain dalam menentukan KPK yaitu dengan:
a. Membagi dua bilangan dengan bilangan prima yang sama.
b. Bila sama-sama habis dibagi, bilangan pembaginya dilingkari.
c. Menulis hasil bagi pada baris berikutnya (bila hasil pembagian bukan bilangan bulat, bilangan yang dibagi ditulis kembali)
d. Kegiatan itu dilakukan terus menerus hingga didapatkan bilangan untuk semua kolom.
e. Kpk kedua bilangan adalah perkalian semua bilangan pembagi, baik yang dilingkari maupun tidak.
Berdasarkan defenisi-defenisi
di atas maka dapat diketahui bahwa kelipatan persekutuan terkecil (KPK)
dari dua bilangan adalah bilangan bulat positif yang merupakan
kelipatan dari dua bilangan yang tidak sama, dimana bilangan itu adalah
yang merupakan kelipatan dari dua bilangan yang tidak sama, dimana
bilangan itu adalah bilangan yang sama dari kelipatan dua bilangan.
Contoh: KPK dari 8 dan 12
Kelipatan 8 = 8,16,24,32,…
Kelipatan 12= 12,24,48,…
Jadi KPK dari 8 dan 12 yaitu 24.
3. Faktor Persekutuan Terbesar (FPB)
Jika
bilangan bulat positif r merupakan pembagi bilangan bulat positif p dan
q, maka r disebut pembagi persekutuan p dan q atau faktor persekutuan p
dan q. selanjutnya di antara faktor persekutuan dua bilangan bulat
terdapat yang terbesar. Misalnya p adalah himpunan pembagi 24 maka p =
{1,2,3,4,6.12}. Q adalah himpunan pembagi 56, maka Q =
{1,2,4,7,8,14,28}.
Jadi
PηQ = {1,2,4,8} adalah himpunan faktor persekutuan 24 dan 56 jelas
bahwa 8 adalah anggota terbesar dari PηQ. Jadi 8 merupakan faktor
persekutuan terbesar dari 24 dan 56.
Soewito
dkk ( 1991: 137) menyatakan bahwa faktor persekutuan terbesar (FPB)
dari dua bilangan bulat positif, p dan q adalah bilangan bulat positif
terbesar r demikian sehingga r│p dan r│q. dari defenisi yang dikemukakan
oleh Soewito dkk, maka FPB dapat dinotasikan sebagi berikut:
r = FPB (p,q)
|
Darhim
dkk. (1990: 152) menyatakan bahwa bila A dan B adalah himpunan
factor-faktor dari dua bilangan, maka faktor persekutuan terbesar (FPB)
dari dua bilangan tersebut adalah anggota terbesar dari himpunan sekutu
dari A dan B yaitu AηB.
Contoh : tentukan FPB dari 6 dan 15
6
|
6
|
3
|
1
|
5
|
15
|
15
|
5
|
1
|
3
|
Himpunan faktor-faktornya adalah
6 = {1,2,3,6,}15 = {1,3,5,15}
Jadi
faktor persekutuan dari 6 dan 15 adalah {1,3}. Berdasarkan faktor
persekutuan dari 6 dan 15 itu diperoleh FPB 6 dan 15 = {3}
Supardja
(2004:10) menyatakan bahwa faktor persekutuan terbesar adalah bilangan
terbesar yang habis membagi dua bilangan atau lebih.
Contoh : 8 = 2×2×2 8 12 = 2×2×3 12
= 23 2 4 = 22×3 2 6
FPB dari 8 dan 12 adalah 2×2 = 4
Dalam menentukan FPB ada berbagai cara yang dapat ditempuh yaitu
1. Menentukan faktorisasi prima dari masing-masing bilangan.
2. Mengalikan faktor-faktor yang sama (bersekutu) dengan pangkat terkecil
3. Apabila KPK sudah diketahui maka FPB dari dua bilangan sudah dapat dicari yaitu dengan cara
FPB= bilangan 1 × bilangan 2
KPK
|
Jadi
faktor persekutuan terbesar (FPB) adalah suatu faktor bilangan yang
sama dari 2 buah bilangan yang berbeda dan faktor itu merupakan yang
terbesar dari 2 bilangan yang dicari faktornya.
Contoh: tentukan FPB dari 25 dan 30
Faktor 25 = 1,5,25
Faktor 30 = 1,2,3,5,6,10,16,30
Jadi faktor terbesar dari 25 dan 30 adalah {5}.
4. Pendekatan Kontekstual
Salah
satu kecenderungan pemikiran yang berkembang dewasa ini berkaitan
dengan proses belajar anak adalah bahwa anak akan belajar lebih baik
jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Menurut kecenderungan
pemikiran ini, belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri
apa yang dipelajarinya bukan mengetahuianya. Pembelajaran yang
berorientasi pada penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi
“mengingat” jangka pendek tetapi gagal dalam membekali anak memecahkan
persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Pendekatan
kontekstual (Contextual Teacing and Learning / CTL), menurut Nurhadi
(dalam Mapposoro: 2008, III-I) merupakan suatu konsep belajar dimana
guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Proses pembelajaran akan berlangsung lebih alamiah dalam
bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan
dari guru. Dengan konsep ini, hasil pembelajaran diharapkan lebih
bermakna bagi siswa untuk memecahkan persoalan, berfikir kritis, dan
melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka
panjangnya. Siswa perlu mengerti apa makna belajar, apa manfaatnya,
dalam status apa mereka, dan bagaimana mencapainya.
Depdiknas (2009: 309) merumuskan pengertian Contekstual Learning Teacing sebagai berikut:
“
pembelajaran pendekatan kontekstual merupakan suatu proses pendidikan
yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, social, dan
cultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan atau keterampilan yang
secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari suatu permasalahan /
konteks ke permasalahan / konteks lainnya”
Sanjaya (2007: 270) mengemukakan beberapa pengertian CTL (pendekatan kontekstual) yaitu sebagai berikut:
“(1)
CTL adalah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa
secara penuh, baik fisik maupun mental. (2) CTL memandang bahwa belajar
bukan menghafal, akan tetapi proses berpengalaman dalam kehidupan nyata.
(3) Kelas dalam pembelajaran CTL bukan sebagai tempat untuk memperolah
informasi, akan tetapi sebagai tempat untuk menguji dat hasil temuan
mereka di lapangan. (4) Materi pelajaran ditemukan oleh siswa sendiri,
bukan hasil pemberian dari orang lain.”
Dengan
menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajaran, maka akan
membantu mengatasi masalah-masalah dalam dunia pendidikan.
Masalah-masalah dalam dunia pendidikan tersebut antara lain:
a. Bagaimana
menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep mata
pelajaran, sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama
konsep tersebut?
b. Bagaimana
setiap individual mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling
berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh?
c. Bagaimana
seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang
selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, dan hubungan dari apa
yang mereka pelajari?
d. Bagaimana
guru dapat membuka wawasan berfikir yang beragam dari siswa, sehingga
mereka dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengaitkannya dengan
kehidupan nyata, sehingga dapat membuka pintu kesempatan dalam
kehidupan?
Kesemua
permasalahan itu dapat terjawab dengan pendekatan kontekstual apabila
tersebut dapat diterapkan dengan baik. Karakteristik pendekatan
kontekstual
(Mappasoro, 2008: III-2)yaitu
“a. Kerjasama
b. Saling menunjang
c. Menyenangkan (tidak membosankan)
d. Belajar dengan bergairah
e. Pembelajaran terintegrasi
f. Menggunakan berbagai sumber
g. Siswa aktif dan sharing dengan teman.”
Keefektifan
suatu pembelajaran pendekatan kontekstual dapat dilihat dari 7 tujuh
komponen yang ada dalam pendekatan kontekstual. Ketujuh komponen itu
adalah:
a. Kontruktivisme (contructivisme)
Membangun pemahaman murid dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal.
b. Menemukan (inquiry)
Murid harus mampu meramu setiap materi dan terampil dalam setiap kegiatan.
c. Bertanya (questioning)
Kegiatan pembelajaran untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir pebelajar.
d. Masyarakat belajar
Para murid terikat dalam kegiatan belajar. Mereka bekerja sama dengan orang lain, saling tukar pengalaman, dan berbagi ide.
e. Pemodelan (modeling)
Proses penampilan suatu contoh agar murid dapat mengikuti model tersebut.
f. Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment)
Kemajuan belajar yang dinilai baik itu menggunakan penilaian produk (kinerja) maupun proses.
g. Refleksi (reflection)
Mengukur pengetahuan dan keterampilan pebelajar. Melihat kembali hasil yang diperoleh untuk dijadikan bahan acuan untuk langkah selanjutnya.(Mappasoro,2008: III-3)
Untuk
dapat menjalankan (menerapkan) pembelajaran kontekstual dengan baik,
seorang guru dapat menggunakan 5 strategi dalam mengajar. Seperti yang
dikemukakan oleh Harera (2008:12) bahwa 5 strategi dalam mengajar yaitu:
a. Relating: belajar yang dikaitkan dengan konteks keadaan sebenarnya.
b. Experiencing: belajar yang ditekankan pada pangalaman materi, dan penemuan.
c. Appliying: belajar jika pengetahuan yang diperoleh dipersentasekan dalam bidangnya sendiri
d. Cooperating: belajar dalam konteks komunikasi dengan sesame anggota kelompok dan menggunakannya secara bersama-sama.
e. Transferring: belajar melalui pemanfaatan pengetahuan dalam konteks baru.
Suatu
kegiatan yang berlangsung pada akhirnya kita ingin mengetahui hasilnya.
Dalam kegiatan pembelajaran pun kita juga memerlukan hal tersebut
kemudian kita melakukan pengukuran dan penilaian. Hasil belajar
merupakan suatu perubahan yang tidak hanya mengarah pada satu tujuan
tetapi mengarah ke beberapa aspek yang mendukung perubahan tingkah laku,
motivasi, pemahaman, dan kemampuan.
5. Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Pendekatan Kontekstual
Ada
7 komponen utama pembelajaran yang mendasari penerapan pendekatan
kontekstual di kelas. Ketujuh komponen utama itu adalah konstruktivisme,
bertanya, menemukan, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan
penilaian sebenarnya. Dalam kelas dikatakan menggunakan pendekatan
kontekstual jika menerapkan ke tujuh komponen tersebut dalam
pembelajaran. Untuk melaksanakan pendekatan kontekstual dapat diterapkan
dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja termasuk matematika dan
kelas yang bagaimanapun keadaanya.
Dalam
pembelajaran kontekstual, program pembelajaran lebih merupakan rencana
kegiatan kelas yang dirancang guru, yang berisi skenario tahap demi
tahap tentang apa yang akan dilakukan bersama siswa sehubungan dengan
topic yang akan dipelajari. Dalam program tercermin tujuan pembelajaran,
media untuk mencapai tujuan tersebut, materi pembelajaran,
langkah-langkah pembelajaran yang bersifat kondisional tentang apa yang
akan dikerjakan bersama siswa.
Mappasoro
(2008: III-4) menyusun rambu utama yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan rencana pembelajaran kontekstual yaitu sebagai berikut:
“a. Nyatakan kegiatan pertama pembelajaran yaitu sebuah pernyataan
kegiatan siswa yang merupakan gabungan antara: Standar
Kompetensi,Kompotensi Dasar, Materi Pokok, dan Pencapaian Hasil
Belajar.
b. Nyatakan tujuan umum pembelajaran
c. Rincian media untuk mendukung kegiatan
d. Buat skenario kegiatan siswa tahap demi tahap
e. Nyatakan authentic assesmentnya.
Trianto (2008: 25) mengemukakan garis besar langkah-langkah penerapan pendekatan kontekstual dalam kelas yaitu sebagai berikut:
“
1. Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan
cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri
pengetahuan dan keterampilan barunya. (2) Laksanakan sejauh mungkin
kegiatan inkuiri untuk semua topik. (3) Kembangkan sifat ingin tahu
siswa dengan bertanya. (4) Ciptakan masyarakat belajar. (5) Hadirkan
model sebagai contoh pembelajaran. (6) Lakukan refleksi di akhir
pertemuan. (7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagi cara.”
6. Hasil belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Bukti
bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku
pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti. “Hasil belajar akan tampak pada perubahan
pada setiap aspek (pengetahuan, pengertian, apresiasi, emosional,
hubungan sosial, jasmani, budi pekerti, dan sikap).” (dalam Hamalik,
2001: 30). Apabila seseorang telah melakukan perbuatan belajar maka akan
terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu atau beberapa aspek
tingkah laku tersebut.
Jika
seorang individu melakukan kegiatan belajar, maka terdapat tujuan hasil
yang ingin di capai. Hudoyo (dalam Harera, 2008: 6) mengemukakan bahwa:
“Hasil
belajar dan proses belajar kedua-duanya penting. Di dalam belajar ini,
terjadi proses berfikir bila orang itu melakukan kegiatan menta, bukan
kegiatan motorik walaupun kegiatan motorik ini dapat pula bersama-sama
dengan kegiatan mental tersebut. Dalam mental orang itu menyusun
hubungan antara bagian-bagian informasi yang telah diperoleh sebagai
pengertian. Kerena itu orang menjadi memahami dan menguasai hubungan
tersebut sehingga orang itu dapat menampilkan pemahaman dan penguasaan
bahan pelajaran yang dipelajari, inilah merupakan hasil belajar.”
Menurut
De Cecco dan Crowford (dalam Ali, 1987 : 14) menyatakan bahwa hasil
belajar dapat diidentifikasi melalui penampilan. Namun, individu dapat
dikatakan telah menjalani proses belajar meskipun pada dirinya hanya ada
perubahan dalam kecenderungan prilaku. Hasil belajar dapat
diidentifikasi dari adanya kemanpuan melakukan sesuatu secara permanen,
dapat diulang-ulang dengan hasil yang sama. Itulah yang membedakan
antara perubahan perilaku hasil belajar dengan yang terjadi secara
kebetulan.
Slameto
(2003: 28) mengemukakan syarat keberhasilan belajar yaitu:“ (1) Belajar
memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan
tenang; (2) Repetisi Dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali
agar penelitian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.”
Jadi
secara umum dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan tingkatan
penguasaan bahan pelajaran setelah mendapatkan atau memperoleh
pengalaman belajar dalam kurun waktu tertantu. Hasil belajar diterima
oleh murid apabila memberi kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta
bermakna baginya.
b. Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Slameto
(2003:28) mengemukakan syarat keberhasilan belajar yaitu: “(1)
Belajarmemerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan
tenang; (2) Repetisi dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali
agar penelitian/ keterampilan/ sikap itu mendalam pada siswa.”
Menurut
Hamra (2010:19), factor yang mempengaruhi hasil belajar yaitu: adanya
kesungguhan dan usaha keras, ada bakat dan kecerdasan, kedisiplinan,
serta sangat dipengaruhi oleh cara belajar.
1) Kesungguhan dan usaha keras
Kesungguhan
dan usaha keras sering menjadi kunci kesuksesan walaupun terdapat
banyak rintangantetapi dapat dilalui. Kesungguhan dan usaha keras sangat
erat kaitannya dengan ketekunan. Ketekunan dan keteguhan hati dalam
melaksanakan sesuatu secara kontinyu dan hal ini dapat dikembangkan.
2) Bakat dan kecerdasan
Factor
lain yang dapat meningkatkan hasil belajar adalah bakat dan kecerdasan.
Bakat dapat mendorong kemampuan hasil belajar seseorang berkembang.
3) Kedesiplinan
Factor
penunjang keberhasilan belajar adalah kedisiplinan. Kedisiplinan sering
dikaitkan dengan ketundukan pada peraturan atau kebiasaan yang telah
disepakati untuk dilaksanakan.
4) Metode dan cara belajar
Keberhasilan
belajar juga ditentukan oleh cara atau metode belajar yang digunakan.
Setiap siswa memiliki perbedaan dalam banyak aspek, mulai dari perbedaan
fisik, pola pikir, dan cara merespon atau mempelajari hal-hal baru.
Dalam hal belajar, setiap individu memiliki kelebihan dan kekurangan
dalam menyerap penalaran yang diberikan.
B.Kerangka pikir
Agar
proses belajar mengajar di kelas efektif dan efisien, diperlukan suatu
model pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi murid dalam
belajar, dapat membuat pembelajaran lebih bermakna. Pendekatan
kontekstual membuat pembelajaran lebih konkrit dan lebih bermakna kerena
materi yang dipelajari sesuai dengan dunia nyata. Sehingga mendorong
murid melakukan percobaan mengaitkan pengetahuan yang diperoleh dengan
penerapan pengetahuan tersebut apabila terjunke masyarakat.
Kelipatan
persekutuan terkecil (KPK) dan Faktor persekutuan terbesar (FPB)
merupakan salah satu materi pada mata pelajaran matematika yang
terbilang abstrak. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang dapat
membuat konsep KPK dan FPB lebih konkrit dan lebih mudah dipahami.
Dengan menggunakan pendekatan kontekstual itu maka konsep abstrak dari
KPK dan FPB akan lebih mudah dipahami serta dengan mudah murid-murid
dapat menentukan KPK dan FPB dari suatubilangan.
Materi pelajaran
Kelipatan persekutuanterkecil (KPK) dan
Faktor persekutuan terbesar (FPB) rendah
|
Di
samping itu, murid-murid akan lebih mudah mengingat pelajaran sehingga
hasil belajar dapat meningkat serta murid-murid dapat menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari baik sekarang maupun nanti. Oleh karena,
mereka sendiri yang mencari tahu dan mengumpulkan informasi tentang
materi tersebut
Pendekatan kontekstual
|
Bagan Kerangka Pikir
Hasil belajar matematika materi KPK dan FPB meningkat
|
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan
kerangka pikir di atas, hipotesis penelitian ini yaitu”jika pendekatan
kontekstual digunakan pada pembelajaran KPK dan FPB maka hasil belajar
murid kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang meningkat.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penilitian dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif dan
pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitaf
karena Peneliti ingin melihat proses pembelajaran yang terjadi pada saat
penggunaan pendekatan kontekstual serta menggunakan pendekatan
kualitatif karena ingin mengetahui hasil belajar setelah menggunakan
pendekatan kontekstual, Peneliti ingin mengetahui kemanpuan anak
menentukan KPK dan FPB bilangan. Berbicara tentang hasil belajar maka
berbicara tentang kualitas pembelajaran.
2. Jenis Penelitian
Berdasarkan bentuknya penelitian ini tergolong penelitian tindakan kelas (PTK).
Kegiatan yang dilakukan merupakan pencermatan terhadap kegiatan belajar
berupa tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas
secara bersama. Penelitian tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan
situasi pembelajaran yang menjadi tanggung jawabnya.
B. Fokus Penelitian
Penelitian
ini dimaksudkan untuk mengkaji cara meningkatkan hasil belajar
matematika materi KPk dan FPB dengan menggunakan pendekatan kontekstual.
Di mana, kita ketahui bahwa pendekatan kontekstual adalah model belajar
yang menekankan pada aktivitas murid secara penuh,baik fisik maupun
mental serta materi diswajikan dengan membawa murid kedunia nyata
mereka.
C. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian
dilakukan di SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang. Penelitian ini
dilaksanakan di SD Inpres Timbuseng karena peneliti sementara
melaksanakan tugas di sana (mengajar) sehingga dalam meneliti akan lebih
mudah dilaksanakan.
D. Unit Analisis
Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas IV SD Inpres Timbuseng Kec. Pattallassang Kab. Gowa dengan jumlah murid 40 orang yang terdiri dari 29 laki-laki dan 12 murid perempuan. Guru kelas IV SD Inpres Timbuseng.
E. Prosedur Pelaksanaan Tindakan
Rancangan
penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan terdiri atas dua siklus,
yakni siklus pertama dan siklus kedua. Siklus pertama terdiri atas dua
kali tatap muka dan siklus kedua terdiri atas dua kali tatap muka.
Gambaran umum yang dilakukan pada setiap siklus adalah: perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi Kurt Lewin dalam Umar dan Kaco
(Hamra, 2010: 23).
Perencanaan (planning) Refleksi (reflection) Tindakan (action)
Observasi (observation)
Berdasarkan skema di atas, maka prosedur kerja penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
1. Siklus I
a. Perencanaan
Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan peneliti adalah:
1) Menyusun rencana pembelajaran.
2) Menyusun skenario pembelajaran.
3) Membuat lembar observasi.
4) Mendesain alat evaluasi dengan merencanakan analisis hasil tes.
b. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan
yang dilakukan pada tahap ini adalah kegiatan belajar mengajar untuk
mengimplemintasikan materi yang telah disiapkan. Adapun rincian
pelaksanaan kegiatan tersebut adalah:
1) Guru menyanpaikan materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2) Murid diminta untuk mengemukakan pengetahuan awal yang dimilikinya mengenai KPK dan FPB
3) Murid membentuk kelompok kemudian membuat lipatan-lipatan kertas. Setiap kelompok membuat lipatan dengan angka yang berbeda.mencari kelipatan dan faktor dari beberapa angka.
4) Guru memberi contoh soal dan cara menyelesaikannya.
5) Guru memberi kesempatan pada siswa bertanya tentang materi pelajaran.
6) Murid mencari kelipatan dan faktor persekutuan dari angka-angka tadi.
7) Guru menginstruksikan siswa mengerjakan LKS.
8) Murid bersama guru menyimpulkan materi.
c. Observasi
Kegiatan
observasi dilakukan secara kontinu setiap kali pembelajaran berlangsung
dalam pelaksanaan tindakan dengan mengamati tindakan guru dan aktivitas
murid.
d. Refleksi
Pada
tahap fefleksi peneliti bersama guru bertindak sebagai observer
mengkaji kekurangan dan tindakan yang telah diberikan. Hal ini dilakukan
dengan cara melihat observasi pada siklus I. jika refleksi menunjukkan
bahwa tindakan siklus Imemperoleh hasil yang belum optimal yaitu tidak
tercapai ketuntasan secara individu (memperoleh nilai 65), maka
dilakukan siklus berikutnya.
2. Siklus II
a. Perencanaan
Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan oleh peniliti adalah:
1) Menyusun rencana pembelajaran yang disesuaikan dengan siklus II.
2) Menyusun skenario pembelajaran yang disesuaikan dengan siklus II.
3) Membuat lembar observasi yang disesuaikan dengan siklus II.
4) Mendesain alat evaluasi dengan merencanakan analisis hasil tes.
b. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan
yang dilakukan pada tahap ini adalah melaksanakan scenario pembelajaran
yang telah dirancang yang sesuai dengan siklus II.
1) Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2) Murid diminta untuk mengemikakan pengetahuan awal yang dimilikinya mengenai KPK dan FPB.
3) Murid membentuk kelompok kemudian membuat lipatan-lipatan kertas. Setiap kelompok membuat lipatan dengan angka yang berbeda.
4) Murid menguraikan hasil kerja mereka.
5) Berawal
dari kegiatan tersebut guru mengarahkan pembicaraan pada pokok
permasalahan dan menembah materi yang belum diungkap pada murid.
6) Guru member contoh soal dan cara menyelesaikannya.
7) Guru member kesempatan pada siswa bertanya tentang materi pelajaran
8) Guru menginstruksikan siswa mengerjakan LKS.
9) Murid bersama guru menyimpulkan materi.
c. Observasi
Kegiatan
observasi dilakukan secara kontinu setiap kali pembelajaran berlangsung
dalam pelaksanaan tindakan dengan mengamati tindakan guru dan aktivitas
murid.
d. Refleksi
Tahap
refleksi ini peneliti bersama guru bertindak sebagai observer telah
mengkaji kekurangan dan tindakan yang telah diberikan tindakan
perbaikan-perbaikan sesuai dengan siklus I sehingga apa yang diharapkan
bias tercapai sesuai dengan yang diinginkan. Jika hasil yang diperoleh
pada siklus II ini tidak optimal yaitu tidak tercapai ketuntasan secara
individu (memperoleh nilai 65), maka dilakukan siklus berikutnya, yaitu
siklus III.
F. Teknik Pengumpulan Data
Adapun tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penilitian iniyaitu:
1. Observasi
Pedoman observasi dalam penelitian dikembangkan menjadi dua jenis yaitu:
a. Observasi
terhadap guru yang difokuskan pada langkah-langkah pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual sebagai pendekatan
mengajar dalam meningkatkan kreativitas berfikir siswa.
b. Observasi
terhadap siswa difokuskan terhadap kreativitas berfikir siswa selama
proses pembelajaran yang terjadi di kelas dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran kontekstual.
Observasi
dilakukan untuk mengamati kesesuaian antara pelaksanaan tindakan dan
perencanaan yang telah disusun untuk mengetahui sejauh mana pelaksanaan
tindakan dapat menghasilkan perubahan yang sesuai dengan yang
dikehendaki.
2. Tes
Tes
dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang pemahaman siswa terhadap
konsep KPK dan FPB. Tes dilakukan pada awal penelitian, pada akhir
setiap tindakan dan akhir setelah diberikan serangkaian tindakan.
Pembuatan tes dilakukan melalui empat tahap yaitu: (1) menyusun
kisi-kisi soal yang berpedoman pada KTSP 2006, (2) membuat butir-butir
soal berdasarkan kisi-kisi yang dibuat bersama antara peneliti dan guru,
(3) uji coba soal, dan (4) pengembangan dan perbaikan konstruksi soal.
3. Dokumentasi
Dokumentasi
memuat hal-hal penting yang terjadi selama pembelajaran berlangsung,
yang digunakan untuk melengkapi data yang tidak terekam dalam observasi.
Dokumentasi yang dilakukan menggunakankamera atau foto-foto.
G. Teknik Analisis Data
Analisis
data dalam penelitian ini dilakukan selama dan sesudah pengumpulan
data. Analisis data dilakukan dengan membandingkan hasil pengamatan,
wawancara, catatan lapangan dengan indikator-indikator pada tahap
refleksi dari siklus penelitian. Data yang terkumpul dianalisis dengan
menggunakan kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (Latri,
2003:25) yaitu terdiri dari tiga tahap kegiatan yang dilakukan secara
berurutan yaitu:”mereduksidata, menyajikan data, menarik kesimpulan dan
verfikasi data.” Data hasil penelitian selanjutnya dikategorikan
berdasarkan kategori penilaian skala lima.
Interval nilai
|
90-100
75-89
55-74
40-54
0-39
|
Kriteria Keberhasilan
Sumber: Sudjana 2002 yang diadaptasi oleh penilaian di sekolah
No comments:
Post a Comment