Adanya pengakuan bahwa institusinya disebut bertaraf internasional, sangat didambakan berbagai perguruan tinggi. Tak hanya di Indonesia, tapi juga di berbagai negara. Bentuk pengakuan antara lain melalui penghargaan nobel, akreditasi internasional, hingga pemeringkatan perguruan tinggi (PT) berdasarkan indikator-indikator tertentu. Pemeringkatan PT berdasarkan indikator-indikator tertentu itu telah dila-kukan beberapa organisasi atau institusi.
Times Higher Education Supplement (THES), Webometrics Ranking of World Universities, International Rankings Expert Group & The Berlin Principles, Global University City Index, World Education News & Reviews (WENR), Academic Ranking of World Universities adalah beberapa organisasi atau institusi yang melakukan pemeringkatan PT dengan kriteria yang ditetapkan masing-masing institusi tersebut.
Meski pemeringkatan semacam ini ditanggapi pro dan kontra di kalangan akademisi, tidak sedikit PT yang terus berburu pengakuan prestasi melalui model-model pemeringkatan seperti itu. Kalangan yang tidak sreg mendasari pandangannya bahwa bukanlah hal mudah membuat suatu potret kualitas dari data-data yang bersifat kuantitatif sebagai dilakukan institusi pembuat peringkat.
Kelompok ini berpandangan bahwa pendidikan sebaiknya ditekankan kepada penguatan input dan proses. Artinya necessary condition (syarat perlu) seperti kualitas/kuantitas ruang kuliah, perpustakaan, laboratorium, ruang seminar, komputer dan fasilitas pendidikan lainnya itu, mutlak terus dipelihara agar memenuhi standar mutu pendidikan yang baik.
Begitu juga prosesnya, betul-betul membangun ekosistem pendidikan yang kondusif terhadap tumbuhnya kreativitas mahasiswa sebagai calon peneliti, birokrat, manajer atau entrepreneur yang menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalitas. Input dan proses perlu disokong dengan kekuatan manajemen pendidikan yang profesional, ditambah dengan kekuatan berbagai kerja sama nasional dan internasional, khususnya untuk riset dan aplikasi teknologi. Maka, sejatinya hal itu cukup bagi sebuah institusi PT untuk memosisikan diri di tengah persaingan global, meski tidak mengantongi peringkat yang dibuat institusi tertentu.
Patut dilakukan
Kalangan yang setuju berargumentasi bahwa salah satu aspek dalam mewujudkan sebuah PT yang bertaraf internasional adalah adanya pengakuan (recognition) dari dunia internasional. Tanpa adanya pengakuan tersebut, sebaik apa pun PT tidak akan dapat disebut sebagai suatu PT yang bertaraf internasional. Menurut kalangan ini, pengakuan tersebut bukanlah tujuan akhir, namun merupakan suatu cara untuk menuju PT bertaraf internasional.
Tercantumnya nama sebuah PT dalam pemeringkatan perguruan tinggi, terutama pada level internasional menurut kalangan ini merupakan hal penting dan patut dilakukan. Pertimbangannya, antara lain masuknya suatu perguruan tinggi dalam daftar universitas top dunia, merupakan langkah awal yang sangat baik agar dunia internasional mengakui keberadaannya; dapat mendongkrak citra perguruan tinggi; juga akan meningkatkan promosi, terutama dalam perolehan mahasiswa dan dana penelitian internasional. Hal itu juga merupakan salah satu wujud nyata upaya menyukseskan program Diknas.
Hal yang tidak kalah penting dari keikutsertaan tersebut adalah dapat mengenal dan memetakan keunggulan berikut kelemahannya dibandingkan dengan PT lain secara internasional. Maka langkah-langkah nyata untuk menuju perguruan tinggi bertaraf internasional melalui keikutsertaan dalam pemeringkatan merupakan hal yang baik dan patut dilakukan.
Meski indikator-indikator yang ditetapkan masing-masing institusi pemeringkat tidaklah komprehensif sehingga menggambarkan secara utuh kinerja sebuah institusi perguruan tinggi, setidaknya indikator-indikator yang dipakai tersebut mencoba memotret performa PT dari sisi tertentu. THES misalnya, menggunakan empat kriteria utama dalam menentukan skor peringkat PT di dunia, yaitu kualitas penelitian (research quality); kesiapan kerja lulusan (graduate employability); pandangan internasional (international outlook); dan kualitas pengajaran (teaching quality).
Peringkat Webometrics
Sementara Webometrics Ranking of World Universities menetapkan empat indikator.
Pertama, visibility, yakni jumlah total tautan eksternal yang unik yang diterima dari situs lain (inlink), yang diperoleh dari Yahoo Search, Live Search, dan Exalead. Untuk setiap mesin pencari, hasil-hasilnya dinormalisasi-logaritmik kesatu untuk nilai tertinggi dan kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan peringkat.
Kedua, size, yakni jumlah halaman yang ditemukan dari empat mesin pencari: Google, Yahoo, Live Search, dan Exalead. Untuk setiap mesin pencari, hasil pencarian dinormalisasi-logaritmik kesatu untuk nilai tertinggi. Untuk setiap domain, hasil maksimum dan minimum tidak diikutsertakan (excluded) dan setiap institusi diberikan sebuah peringkat menurut jumlah yang dikombinasi tersebut.
Ketiga, rich file, yakni volume file yang ada di situs universitas, di mana format file yang dinilai layak masuk di penilaian (berdasarkan uji relevansi dengan aktivitas akademis dan publikasi) adalah: Adobe Acrobat (.pdf), Adobe PostScript (.ps), Microsoft Word (.doc) dan Microsoft Powerpoint (.ppt). Data-data ini diambil menggunakan Google dan digabungkan hasil-hasilnya untuk setiap jenis berkas.
Keempat, Scholar. Google Scholar menyediakan sejumlah tulisan ilmiah (scientific paper) dan kutipan-kutipan (citation) dalam dunia akademik. Data ini diambil dari Google Scholar yang menyajikan tulisan-tulisan ilmiah, laporan-laporan, dan tulisan akademis lainnya.
Konon, Webometrics ini adalah sebuah peluang menarik bagi universitas-universitas di negara berkembang untuk bisa menikmati peringkat universitas dunia. Kuncinya adalah bagaimana universitas bisa memperbanyak konten (scientific paper) yang disajikan ke publik, diindeks di mesin pencari, dan sedikit kepintaran universitas memainkan Search Engine Optimization (SEO) untuk mengarahkan mesin pencari ke situs universitas.
Mengakhiri tulisan ini, kita coba menengok kebijakan jangka panjang Depdiknas RI, di mana keberadaan PT yang bertaraf internasional juga merupakan suatu program pencapaian prioritas saat ini. Globalisasi secara umum telah mendorong suatu PT untuk tidak hanya melihat dirinya sendiri atau dalam suatu lingkup lokal/nasional, namun harus mulai berani melakukan komparasi/benchmarking dengan dunia internasional (outward looking).
[Ilman Bima, Direktur Eksekutif LSPDA Jakarta. Sinar Harapan]
Times Higher Education Supplement (THES), Webometrics Ranking of World Universities, International Rankings Expert Group & The Berlin Principles, Global University City Index, World Education News & Reviews (WENR), Academic Ranking of World Universities adalah beberapa organisasi atau institusi yang melakukan pemeringkatan PT dengan kriteria yang ditetapkan masing-masing institusi tersebut.
Meski pemeringkatan semacam ini ditanggapi pro dan kontra di kalangan akademisi, tidak sedikit PT yang terus berburu pengakuan prestasi melalui model-model pemeringkatan seperti itu. Kalangan yang tidak sreg mendasari pandangannya bahwa bukanlah hal mudah membuat suatu potret kualitas dari data-data yang bersifat kuantitatif sebagai dilakukan institusi pembuat peringkat.
Kelompok ini berpandangan bahwa pendidikan sebaiknya ditekankan kepada penguatan input dan proses. Artinya necessary condition (syarat perlu) seperti kualitas/kuantitas ruang kuliah, perpustakaan, laboratorium, ruang seminar, komputer dan fasilitas pendidikan lainnya itu, mutlak terus dipelihara agar memenuhi standar mutu pendidikan yang baik.
Begitu juga prosesnya, betul-betul membangun ekosistem pendidikan yang kondusif terhadap tumbuhnya kreativitas mahasiswa sebagai calon peneliti, birokrat, manajer atau entrepreneur yang menjunjung tinggi nilai-nilai profesionalitas. Input dan proses perlu disokong dengan kekuatan manajemen pendidikan yang profesional, ditambah dengan kekuatan berbagai kerja sama nasional dan internasional, khususnya untuk riset dan aplikasi teknologi. Maka, sejatinya hal itu cukup bagi sebuah institusi PT untuk memosisikan diri di tengah persaingan global, meski tidak mengantongi peringkat yang dibuat institusi tertentu.
Patut dilakukan
Kalangan yang setuju berargumentasi bahwa salah satu aspek dalam mewujudkan sebuah PT yang bertaraf internasional adalah adanya pengakuan (recognition) dari dunia internasional. Tanpa adanya pengakuan tersebut, sebaik apa pun PT tidak akan dapat disebut sebagai suatu PT yang bertaraf internasional. Menurut kalangan ini, pengakuan tersebut bukanlah tujuan akhir, namun merupakan suatu cara untuk menuju PT bertaraf internasional.
Tercantumnya nama sebuah PT dalam pemeringkatan perguruan tinggi, terutama pada level internasional menurut kalangan ini merupakan hal penting dan patut dilakukan. Pertimbangannya, antara lain masuknya suatu perguruan tinggi dalam daftar universitas top dunia, merupakan langkah awal yang sangat baik agar dunia internasional mengakui keberadaannya; dapat mendongkrak citra perguruan tinggi; juga akan meningkatkan promosi, terutama dalam perolehan mahasiswa dan dana penelitian internasional. Hal itu juga merupakan salah satu wujud nyata upaya menyukseskan program Diknas.
Hal yang tidak kalah penting dari keikutsertaan tersebut adalah dapat mengenal dan memetakan keunggulan berikut kelemahannya dibandingkan dengan PT lain secara internasional. Maka langkah-langkah nyata untuk menuju perguruan tinggi bertaraf internasional melalui keikutsertaan dalam pemeringkatan merupakan hal yang baik dan patut dilakukan.
Meski indikator-indikator yang ditetapkan masing-masing institusi pemeringkat tidaklah komprehensif sehingga menggambarkan secara utuh kinerja sebuah institusi perguruan tinggi, setidaknya indikator-indikator yang dipakai tersebut mencoba memotret performa PT dari sisi tertentu. THES misalnya, menggunakan empat kriteria utama dalam menentukan skor peringkat PT di dunia, yaitu kualitas penelitian (research quality); kesiapan kerja lulusan (graduate employability); pandangan internasional (international outlook); dan kualitas pengajaran (teaching quality).
Peringkat Webometrics
Sementara Webometrics Ranking of World Universities menetapkan empat indikator.
Pertama, visibility, yakni jumlah total tautan eksternal yang unik yang diterima dari situs lain (inlink), yang diperoleh dari Yahoo Search, Live Search, dan Exalead. Untuk setiap mesin pencari, hasil-hasilnya dinormalisasi-logaritmik kesatu untuk nilai tertinggi dan kemudian dikombinasikan untuk menghasilkan peringkat.
Kedua, size, yakni jumlah halaman yang ditemukan dari empat mesin pencari: Google, Yahoo, Live Search, dan Exalead. Untuk setiap mesin pencari, hasil pencarian dinormalisasi-logaritmik kesatu untuk nilai tertinggi. Untuk setiap domain, hasil maksimum dan minimum tidak diikutsertakan (excluded) dan setiap institusi diberikan sebuah peringkat menurut jumlah yang dikombinasi tersebut.
Ketiga, rich file, yakni volume file yang ada di situs universitas, di mana format file yang dinilai layak masuk di penilaian (berdasarkan uji relevansi dengan aktivitas akademis dan publikasi) adalah: Adobe Acrobat (.pdf), Adobe PostScript (.ps), Microsoft Word (.doc) dan Microsoft Powerpoint (.ppt). Data-data ini diambil menggunakan Google dan digabungkan hasil-hasilnya untuk setiap jenis berkas.
Keempat, Scholar. Google Scholar menyediakan sejumlah tulisan ilmiah (scientific paper) dan kutipan-kutipan (citation) dalam dunia akademik. Data ini diambil dari Google Scholar yang menyajikan tulisan-tulisan ilmiah, laporan-laporan, dan tulisan akademis lainnya.
Konon, Webometrics ini adalah sebuah peluang menarik bagi universitas-universitas di negara berkembang untuk bisa menikmati peringkat universitas dunia. Kuncinya adalah bagaimana universitas bisa memperbanyak konten (scientific paper) yang disajikan ke publik, diindeks di mesin pencari, dan sedikit kepintaran universitas memainkan Search Engine Optimization (SEO) untuk mengarahkan mesin pencari ke situs universitas.
Mengakhiri tulisan ini, kita coba menengok kebijakan jangka panjang Depdiknas RI, di mana keberadaan PT yang bertaraf internasional juga merupakan suatu program pencapaian prioritas saat ini. Globalisasi secara umum telah mendorong suatu PT untuk tidak hanya melihat dirinya sendiri atau dalam suatu lingkup lokal/nasional, namun harus mulai berani melakukan komparasi/benchmarking dengan dunia internasional (outward looking).
[Ilman Bima, Direktur Eksekutif LSPDA Jakarta. Sinar Harapan]
No comments:
Post a Comment