BAB I
PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR
1. Definisi
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Traksi merupakan metode lain yang baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang mengalami fraktur (Wilson, 1995 )
2. Etiologi
· Fraktur
3. Keuntungan dan kerugian traksi
Keuntungan pemakaian traksi
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Beban traksi
a. Dewasa = 5 - 7 Kg
b. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
4. Indikasi pemasangan traksi
Ø Traksi rusell digunakan pada pasien fraktur pada plato tibia
Ø Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
Ø Traksi Dunlop merupakan traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada humerus dalam posisi abduksi, dan traksi vertical diberikan pada lengan bawah dalm posisi flexsi.
Ø Traksi kulit Bryani sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha
Ø Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis orang dewasa
Ø Traksi 90-90-90 pada fraktur tulang femur pada anak-anak usia 3 thn sampai dewasa muda (Barbara, 1998)
- Tujuan pemasangan
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara patahan tulang.
Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan (Barbara, 1998).
6. Jenis-jenis traksi
1. Traksi kulit
Traksi kulit digunakan untuk mengontrol sepasme kulit dan memberikan imobilisasi . Traksi kulit apendikuler ( hanya pada ektermitas digunakan pada orang dewasa) termasuk “ traksi ektensi Buck, traksi russell, dan traksi Dunlop”.
a. Traksi buck
Ektensi buck ( unilateral/ bilateral ) adalah bentuk traksi kulit dimana tarikan diberikan pada satu bidang bila hanya imobilisasi parsial atau temporer yang diinginkan . Digunakan untuk memberikan rasa nyaman setelah cidera pinggulsebelum dilakukan fiksasi bedah (Smeltzer & Bare,2001 ).
Traksi buck merupakan traksi kulit yang paling sederhana, dan paling tepat bila dipasang untuk anak muda dalam jangka waktu yang pendek. Indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut (Wilson, 1995 ).
Mula- mula selapis tebal semen kulit, tingtura benzoid atau pelekat elastis dipasang pada kulit penderita dibawah lutut. Kemudian disebelah distal dibawah lutut diberi stoking tubular yang digulung, kemudian plester diberikan pada bagian medikal dan lateral dari stoking tersebut lalu stoking tersebut dibungkus lagi dengan perban elastis. Ujung plester traksi pada pergelangan kaki di hubungkan dengan blok penyebar guna mencegah penekanan pada maleoli. Seutas tambang yang diikat ketengah blok penyebar tersebut kemudian dijulurkan melalui kerekan pada kaki tempat tidur. Jarang dibutuhkan berat lebih dari 5 lb. penggunaan traksi kulit ini dapat menimbulkan banyak komplikasi. Ban perban elastis yang melingkar dapat mengganggu sirkulasi yang menuju kekaki penderita, yang sebelumnya sudah menderita penyakit vaskular. Alergi kulit terhadap plester juga dapat menumbuhkan masalah. Kalau tidak dirawat dengan baik mungkin akan menimbulkan ulserasi akibat tekanan pada maleolus. Traksi berlebih dapat merusak kulit yang rapuh pada orang yang berusia lanjut. Bahkan untuk peenderita dewasa lebih disukai traksi pin rangka, terutama bila perawatan harus dilakukan selama beberapa hari.
b. Traksi Russell
Dapat digunakan pada fraktur plato tibia, menyokong lutut yang fleksi pada penggantung dan memberikan gaya tarik horizontal melalui pita traksi balutan elastis ketungkai bawah. Bila perlu, tungkai dapat disangga dengan bantal agar lutut benar- benar fleksi dan menghindari tekanan pada tumit (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Masalah yang paling sering dilihat pada traksi Russell adalah bergesernya penderita kebagian kaki ketempat tidur,sehingga kerekan bagian distal saling berbenturan dan beban turun kelantai. Mungkin perlu ditempatkan blok-blok dibawah kaki tempat tidur sehingga dapat memperoleh bantuan dari gaya tarik bumi (Wilson, 1995).
Walaupun traksi rangka seimbang dapat digunakan untuk menangani hampir semua fraktur femur, reduksi untuk fraktur panggul mungkin lebih sering diperoleh dengan memakai traksi Russell dalam keadaan ini paha disokong oleh beban. Traksi longitudinal diberikan dengan menempatkan pin dengan posisi tranversal melalui tibia dan fibula diatas lutut. Efek dari rancangan ini adalah memberikan kekuatan traksi ( berasal dari gaya tarik vertikal beban paha dan gaya tarik horizontal dari kedua tali pada kaki ) yang segaris dengan tulang yang cidera dengan kekuatan yang sesuai. Jenis traksi paling sering digunakan untuk memberi rasa nyaman pada pasien yang menderita fraktur panggul selama evaluasi sebelum operasi dan selama persiapan pembedahan.
Meskipun traksi Russell dapat digunakan sebagai tindakan keperawatan yang utama dan penting untuk patah tulang panggul pada penderita tertentu tetapi pada penderita usia lanjut dan lemah biasanya tidak dapat mengatasi bahya yang akan timbul karena berbaring terlalu lama ditempat tidur seperti dekubitus, pneumonia, dan tromboplebitis.
c. Traksi Dunlop
Adalah traksi pada ektermitas atas. Traksi horizontal diberikan pada lengan bawah dalam posisi fleksi.
d. Traksi kulit bryant
Traksi ini sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha. Traksi Bryant sebaiknya tidak dilakukan pada anak-anak yang berat badannya lebih dari 30 kg. kalau batas ini dilampaui maka kulit dapat mengalami kerusakan berat.
2. Traksi skelet
Traksi skelet dipasang langsung pada tulang. Metode traksi ini digunakan paling sering untuk menangani fraktur femur, tibia, humerus dan tulang leher. Kadang- kadang skelet traksi bersifat seimbang yang menyokong ekstermitas yang terkena, memungkinkan gerakan pasien sampai batas- batas tertentu dan memungkinkan kemandirian pasien maupun asuh keperawatan sementara traksi yang efektif tetap dipertahankan yang termasuk skelet traksi adalah sebagai berikut (Smeltzer & Bare,2001 ).
a. Traksi rangka seimbang
Traksi rangka seimbang ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus femoralis orng dewasa. Sekilas pandangan traksi ini tampak komplek, tetapi sesunguhnya hanyalah satu pin rangka yang ditempatkan tramversal melalui femur distal atau tibia proksimal. Dipasang pancang traksi dan tali traksi utama dipasang pada pancang tersebut. Ektermitas pasien ditempatkan dengan posisi panggul dan lutut membentuk sekitar 35° , kerekan primer disesuaikan sedemikian sehingga garis ketegangan koaksial dengan sumbu longitudinal femur yang mengalami fraktur. Beban yang cukup berat dipasang sedemikian rupa mencapai panjang normalnya. Paha penderita disokong oleh alat parson yang dipasang pada bidai tomas alat parson dan ektermitas itu sendiri dijulurkan dengan tali, kerekan dan beban yang sesuai sehingga kaki tergantung bebas diudara. Dengan demikian pemeliharaan penderita ditempat tidur sangat mudah. Bentuk traksi ini sangat berguna sekali untuk merawat berbagai jenis fraktur femur. Seluruh bidai dapat diadduksi atau diabduksi untuk memperbaiki deformitas angular pada bidang medle lateral fleksi panggul dan lutut lebih besar atau lebih kecil memungkinkan perbaikan lateral posisi dan angulasi alat banyak memiliki keuntungan antara lain traksi elefasi keaksial. Longitudinal pada tulang panjang yang patah, ektermitas yang cidera mudah dijangkau untuk pemeriksaan ulang status neuro vascular, dan untuk merawat luka lokal serta mempermudah perawatan oleh perawat. Seperti bentuk traksi yang mempergunakan pin rangka, pasien sebaiknya diperiksa setiap hari untuk mengetahui adanya peradangan atau infeksi sepanjang pin, geseran atau pin yang kendor dan pin telah tertarik dari tulang (Wilson,1995).
b. Traksi 90-90-90
Traksi 90-90-90 sangat berguna untuk merawat anak- anak usia 3 tahun sampai dewasa muda. kontrol terhadap fragmen – fragmen pada fraktur tulang femur hamper selalu memuaskan dengan traksi 90-90-90 penderita masih dapat bergerak dengan cukup bebas diatas tempat tidur (Wilson, 1995).
7. Prinsip Pemasangan Traksi
Ø Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif
Ø Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif.
Ø Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten.
Ø Traksi skelet tidak boleh terputus.
Ø Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermiten. Setiap faktor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan.
Ø Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
Ø Tali tidak boleh macet
Ø Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai
Ø Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
Ø Selalu dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001).
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan foto polos sevikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
b. CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
c. MRI ( Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama prosedur ini.
d. Elektromiografi ( EMG)
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi
9. Prnisip Perawatan Traksi
- Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik
- Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
- Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
- Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
- Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
- Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
- Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
- Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
- Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema
10. Komplikasi
· Decubitus
· Kongesti paru / pneumonia
· Konstipasi
· Anoreksia
· Stasis & ISK
· Trombosis vena profunda
B. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN TRAKSI
1. Pengkajian
Ø status neurology
Ø kulit (decubitus, kerusakan jaringan kulit)
Ø fungsi respirasi (frekuensi, regular/irregular)
Ø fungsi gastrointestinal (konstipasi, dullness)
Ø fungsi perkemihan (retensi urine, ISK)
Ø fungsi cardiovaskuler (HR, TD, perfusi ke daerah traksi, akral dingin)
Ø status nutrisi (anoreksia)
Ø nyeri
2. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri dan ketidaknyamanan yang berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan proses penyakit dan traksi
3. Resiko konstipasi berhubungan dengan imobilisasi
4. Ansietas yang berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi
3. Intervensi
DX I
1. BHSP
R/ :menciptakan hubungan yang terapiutik antara pasien dan perawat
2. Kaji TTV
R/: data dasar keadaan umum pasien
3. Kaji Tingkat Nyeri
R/: merencanakan tindakan yang akan dilakukan
4. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
R/: koping untuk mengalihkan rasa nyeri
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi analagesik
R/: analagesik dapat mengurangi rasa nyeri
DX II
1. BHSP
R/ :Agar tercipta hubungan yang terapiutik antara pasien dan perawat
2. Bantu kilen dalam memenuhi kebutuhan pasien
R/: Agar kebutuhan pasien terpenuhi
3. Bantu latihan rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien.
R/:Meningkatkan sirkulasi darah muskuloskeletal, mempertahankan tonus otot, mempertahakan gerak sendi, mencegah kontraktur/atrofi dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi.
4. Berikan papan penyangga yang dilakukan traksi, gulungan trokanter/tangan sesuai indikasi.
R/: Mempertahankan posis fungsional
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian diet TKTP.
R/: Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mem-pertahankan fungsi fisiologis tubuh.
6. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
R/: Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.
DX III
1. BHSP
R/ :Agar tercipta hubungan yang terapiutik antara pasien dan perawat
2. Kaji Intake output (BAB)
R/: Untuk mengetahui keseimbangan antara intake dan output
3. Anjurkan Px untuk MIKA-MIKI
R/: Agar peristaltic usus normal
4. ajarkan bowel training
R/ mencegah terjadinya konstipasi
5. dorong intake cairan peroral ± 6-10 gelas perhari
R/ konsumsi air yang banyak dapat mencegah terjadinya konstipasi
6. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit tinggi serat
R/: Agar mempermudah pengeluaran sisa makanan
7. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi konstipasi
R/: Mempermudah BAB
DX IV
1. BHSP
R/ :Agar tercipta hubungan yang terapiutik antara pasien dan perawat
2. Beri informasi kepada px tentang pemasangan trksi
R/: Memberikan pengetahuan kepada px tentang penyakitnya
3. Berikan kesempatan px untuk mencurahkan kecemasanya
R/: Agar px merasa diperhatiakn
4. Beri Motivasi kepada px
R/: Agar px merasa harga dirinya tidak rendah
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Traksi adalah Suatu pemasangan gaya tarikan pada bagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot ; untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur ; untuk mengurangi deformitas, dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginka untuk mendapatkan efek terapeutik. Faktor-faktor yang mengganggu keefekktifan tarikan traksi harus dihilangkan (Smeltzer & Bare, 2001 ).
Traksi merupakan metode lain yang baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).
Traksi merupakan metode lain yang baik untuk mempertahankan reduksi ektermitas yang mengalami fraktur (Wilson, 1995 ).
Daftar Pustaka
No comments:
Post a Comment