Sungguh mengerikan. Perusahaan yang mengajukan permohonan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada pemerintah terus meningkat. Jika tak segera diatasi, gelombang pengangguran ini berpotensi menimbulkan gejolak sosial.
Hingga pekan ini perusahaan telah meminta izin kepada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk merumahkan 1.300 karyawannya. Padahal, pekan lalu, jumlahnya masih 7.600 orang.
Di luar angka yang diterima Depnakertrans tentu lebih besar lagi. Sebab, seperti dikatakan Ernovian G Ismi, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), banyak perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) yang telah merumahkan karyawannya tanpa sepengetahuan pemerintah.
“Tidak dilaporkan karena dapat diselesaikan sendiri,” katanya. Sulit dibantah bahwa PHK besar-besaran itu disebabkan oleh resesi ekonomi di sejumlah negara maju.
Sialnya lagi, produk Indonesia kalah bersaing dengan produk dari China, Vietnam, dan Thailand. Maka tak terlalu mengejutkan bila sebagian besar PHK terjadi di industri yang berorientasi ekspor, seperti TPT, sepatu, perikanan, dan baja.
Meningkatnya angka PHK belakangan ini tentu sudah mencemaskan. Sebab, jumlah penganggur absolut saat ini diperkirakan sudah mencapai 12 jutaan orang. Belum lagi ada banyak angkatan kerja baru yang diperkirakan berjumlah 2,5 juta per tahun, masih sulit terserap oleh lapangan kerja yang tersedia.
Di luar itu, masih banyak para pengangguran terselubung yang memiliki pekerjaan namun dengan pendapatan di bawah standar. Nah, jika penganggur absolut dan yang terselubung itu digabung jumlahnya, syahdan, angkanya bisa mencapai 30% dari jumlah angkatan kerja.
Kalau perkiraan tadi benar, maka ini alamat gawat. Sebab, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pernah menetapkan batas aman tingkat pengangguran pada satu negara tak boleh lebih dari 20% dari total angkatan kerjanya.
Kalau angka aman itu terlewati, maka bukan saja pemulihan ekonomi yang akan tersendat, tapi negara ini juga berpotensi mengalami ledakan sosial. Ingat, tingkat pendidikan bangsa ini masih rendah. Sudah begitu, para penganggur tadi didominasi oleh penduduk berusia muda.
Mereka juga tinggal di sekitar golongan orang miskin yang jumlahnya terus meningkat dari saat ini mencapai 38,8 juta orang. Artinya, guncangan sosial yang dikhawatirkan itu memang benar-benar berpotensi untuk terjadi.
Sumber artikel
Hingga pekan ini perusahaan telah meminta izin kepada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk merumahkan 1.300 karyawannya. Padahal, pekan lalu, jumlahnya masih 7.600 orang.
Di luar angka yang diterima Depnakertrans tentu lebih besar lagi. Sebab, seperti dikatakan Ernovian G Ismi, Sekretaris Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), banyak perusahaan tekstil dan produk tekstil (TPT) yang telah merumahkan karyawannya tanpa sepengetahuan pemerintah.
“Tidak dilaporkan karena dapat diselesaikan sendiri,” katanya. Sulit dibantah bahwa PHK besar-besaran itu disebabkan oleh resesi ekonomi di sejumlah negara maju.
Sialnya lagi, produk Indonesia kalah bersaing dengan produk dari China, Vietnam, dan Thailand. Maka tak terlalu mengejutkan bila sebagian besar PHK terjadi di industri yang berorientasi ekspor, seperti TPT, sepatu, perikanan, dan baja.
Meningkatnya angka PHK belakangan ini tentu sudah mencemaskan. Sebab, jumlah penganggur absolut saat ini diperkirakan sudah mencapai 12 jutaan orang. Belum lagi ada banyak angkatan kerja baru yang diperkirakan berjumlah 2,5 juta per tahun, masih sulit terserap oleh lapangan kerja yang tersedia.
Di luar itu, masih banyak para pengangguran terselubung yang memiliki pekerjaan namun dengan pendapatan di bawah standar. Nah, jika penganggur absolut dan yang terselubung itu digabung jumlahnya, syahdan, angkanya bisa mencapai 30% dari jumlah angkatan kerja.
Kalau perkiraan tadi benar, maka ini alamat gawat. Sebab, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) pernah menetapkan batas aman tingkat pengangguran pada satu negara tak boleh lebih dari 20% dari total angkatan kerjanya.
Kalau angka aman itu terlewati, maka bukan saja pemulihan ekonomi yang akan tersendat, tapi negara ini juga berpotensi mengalami ledakan sosial. Ingat, tingkat pendidikan bangsa ini masih rendah. Sudah begitu, para penganggur tadi didominasi oleh penduduk berusia muda.
Mereka juga tinggal di sekitar golongan orang miskin yang jumlahnya terus meningkat dari saat ini mencapai 38,8 juta orang. Artinya, guncangan sosial yang dikhawatirkan itu memang benar-benar berpotensi untuk terjadi.
Sumber artikel
No comments:
Post a Comment