Matahari belum sepenuhnya tenggelam, namun di pinggiran laut kawasan Marunda, Jakarta Utara sudah terdengar alunan musik berirama keras. Terlihat pula gadis-gadis berusia belia dengan gaun serba mini. Mereka berlarian keluar dari rumah menuju satu kafe di kawasan itu.
Gadis belia itu siap melayani pria pencari hiburan malam. Miris melihat gadis di bawah umur sudah harus bersedia diperlakukan seenaknya oleh pria dewasa.
Tak sulit menemukan lokasi yang beken disebut dengan istilah koljem ini. Istilah itu diambil dari singkatan kolong jembatan, karena untuk sampai ke tempat itu mesti melintasi bawah fly over kawasan industri Marunda. Di tempat ini, belakangan kian marak berdiri kafe mesum berbaur dengan rumah penduduk.
Memasuki satu kafe, susana riuh menyambut tamu pria yang umumnya datang tanpa pasangan. Di sudut ruangan terlihat satu gadis yang tadi ikut berlarian. Rupanya ia tengah menunaikan tugas yang harus dijalaninya.
Gadis ini seharusnya masih berada di bangku sekolah tingkat SMP. Dari suara dan gaya bicaranya pun masih lugu. Anis, sebut nama gadis satu ini, duduk di samping pria berusia medekati 50 tahun, sambil sesekali menuang botol berisi minuman ke gelas.
Di bawah temaram suasana kafe, Anis yang berusia 15 tahun itu, berusaha tampil sempurna layaknya wanita dewasa demi memikat hati sang tamu sambil berharap nantinya diberikan tips yang lebih besar. Makin banyak pria yang ditemani minum, makin banyak tips yang diperoleh. ”Tambah minumnya Mas,” kata Anis sambil tersenyum digenit-genitkan.
Mengenakan kaos ketat dan celana jins pendek, jenis hot pans, Anis tak segan-segan merangkul lengan tamu prianya untuk melantai. Di sudut lainnya, hostes seusia Anis, tertawa-tawa dipangku lelaki setengah baya. Kalau ada pelanggan yang memboking ke hotel, sebagian di antara mereka tak menolak.
Itulah potret kehidupan gadis belia asal kampung yang mengais rupiah di Ibukota Jakarta, menjadi hostes di sejumlah bar dan kafe, bekerja mulai sore hingga pukul 03:00 dinihari. Memanfaatkan usia muda dan tubuh segarnya. wanita usia belasan tahun itu dieksploitasi secara seksual. Sampai sejahu ini, lembaga swadaya masyarakat atau intitusi negara yang khusus melindungi hak-hak mereka sebagai gadis belia, entah mengapa diam saja?
GADIS PEMIJAT PLUS
Tidak hanya di kafe, tapi gadis belia dar berbagai desa banyak pula dilibatkan dalam pekerjaan sebagai pemijat di spa & sauna. Sebut saja Lia,14, sudah hampir setahun menggeluti pekerjaannya sebagai pemijat di spa, kawasan Kelapa Gading, Jakut.
Di bangunan berlantai empat, Lia setiap hari memijat 3 sampai 5 konsumen pria. Aktifitas memijat biasanya dilakukan setelah konsumen mandi sauna di lantai dasar.
Di lantai dua, konsumen yang bersangkutan ditawari untuk memilih gadis yang akan memijatnya sesuai dengan nomer atau foto yang dipajang. Lia yang memiliki nomer 11 kerap dipilih lantaran usainya yang masih muda.
Aktifitas memijat di lantai III berlangsung satu jam. Tips yang Lia terima antara Rp50 ribu bila pijat tanpa ada layanan tambahan.
”Kalau ada servis tambahan, tips bisa Rp150 ribu,” ucap gadis berambut lurus yang mengenakan rok mini itu sambil menyebut yang dimaksud servis tambahan adalah layaknya hubungan lain jenis usia dewasa.
Dari uang tips dan gaji, wanita asal Jawa Tengah ini bisa mengumpulkan sekitar Rp3 juta per bulan. Dia hanya mengeluarkan uang untuk makan karena tempat tinggal sudah disediakan pengelola spa.
”Saya enjoy aja kerja kayak gini, penghasilannya kan gede,” ucap Lia, kemarin. Dia mengakui tak sedikit teman-temannya yang merasa terpaksa bekerja seperti itu, namun lama kelamaan mereka betah juga.
Praktek tempat hiburan panas mempekerjakan wanita usia belia banyak pula di jumpai di kawasan Pangeran Jayakarta, kawasan Glodok dan lainnya. Lagi-lagi seping peduli dari kalangan terkait terhadap pesoalan tersebut.
PEMDA DINILAI LALAI
Satu anggota DPRD DKI Jakarta yang dikenal bersuara vokal ketika dihubungi menuding pemda lalai mengawasi tempat hiburan. “Pengawasan pemda lemah. Seharusnya dilakukan pemantauan rutin ke seluruh tempat hiburan,”kata Hj. Syamsidar, anggota DPRD DKI Jakarta.
Menurut Hj. Syamsidar, pihaknya sering mendapat laporan mengenai anak di bawah umur dipekerjakan di tempat hiburan panas. “Mestinya pemda tanggap,”katanya.
Reaksi dari aparat Pemda DKI Jakarta ketika dihubungi mengeluarkan ancam mencabut izin usaha yang bersangkutan bila hal tersebut terbukti. Pemda akan melakukan sweeping ke tempat hiburan.
“Kita segera melakukan pemantauan ke tempat-tempat usaha hiburan. Bila terbutki tentu diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ada,”kata H. Arie Budiman, Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Ia akan melakukan koordinasi dengan tim dinas tenaga kerja.
Pengamat perkotaan, Subiyakto Santoso, menyatakan sangat prihatin terhadap instansi yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut justru seakan-akan tidak tahu apa-apa. “Kemana aja kerja mereka?” celetuknya.
(yahya/ilham/john/ird/t)
Gadis belia itu siap melayani pria pencari hiburan malam. Miris melihat gadis di bawah umur sudah harus bersedia diperlakukan seenaknya oleh pria dewasa.
Tak sulit menemukan lokasi yang beken disebut dengan istilah koljem ini. Istilah itu diambil dari singkatan kolong jembatan, karena untuk sampai ke tempat itu mesti melintasi bawah fly over kawasan industri Marunda. Di tempat ini, belakangan kian marak berdiri kafe mesum berbaur dengan rumah penduduk.
Memasuki satu kafe, susana riuh menyambut tamu pria yang umumnya datang tanpa pasangan. Di sudut ruangan terlihat satu gadis yang tadi ikut berlarian. Rupanya ia tengah menunaikan tugas yang harus dijalaninya.
Gadis ini seharusnya masih berada di bangku sekolah tingkat SMP. Dari suara dan gaya bicaranya pun masih lugu. Anis, sebut nama gadis satu ini, duduk di samping pria berusia medekati 50 tahun, sambil sesekali menuang botol berisi minuman ke gelas.
Di bawah temaram suasana kafe, Anis yang berusia 15 tahun itu, berusaha tampil sempurna layaknya wanita dewasa demi memikat hati sang tamu sambil berharap nantinya diberikan tips yang lebih besar. Makin banyak pria yang ditemani minum, makin banyak tips yang diperoleh. ”Tambah minumnya Mas,” kata Anis sambil tersenyum digenit-genitkan.
Mengenakan kaos ketat dan celana jins pendek, jenis hot pans, Anis tak segan-segan merangkul lengan tamu prianya untuk melantai. Di sudut lainnya, hostes seusia Anis, tertawa-tawa dipangku lelaki setengah baya. Kalau ada pelanggan yang memboking ke hotel, sebagian di antara mereka tak menolak.
Itulah potret kehidupan gadis belia asal kampung yang mengais rupiah di Ibukota Jakarta, menjadi hostes di sejumlah bar dan kafe, bekerja mulai sore hingga pukul 03:00 dinihari. Memanfaatkan usia muda dan tubuh segarnya. wanita usia belasan tahun itu dieksploitasi secara seksual. Sampai sejahu ini, lembaga swadaya masyarakat atau intitusi negara yang khusus melindungi hak-hak mereka sebagai gadis belia, entah mengapa diam saja?
GADIS PEMIJAT PLUS
Tidak hanya di kafe, tapi gadis belia dar berbagai desa banyak pula dilibatkan dalam pekerjaan sebagai pemijat di spa & sauna. Sebut saja Lia,14, sudah hampir setahun menggeluti pekerjaannya sebagai pemijat di spa, kawasan Kelapa Gading, Jakut.
Di bangunan berlantai empat, Lia setiap hari memijat 3 sampai 5 konsumen pria. Aktifitas memijat biasanya dilakukan setelah konsumen mandi sauna di lantai dasar.
Di lantai dua, konsumen yang bersangkutan ditawari untuk memilih gadis yang akan memijatnya sesuai dengan nomer atau foto yang dipajang. Lia yang memiliki nomer 11 kerap dipilih lantaran usainya yang masih muda.
Aktifitas memijat di lantai III berlangsung satu jam. Tips yang Lia terima antara Rp50 ribu bila pijat tanpa ada layanan tambahan.
”Kalau ada servis tambahan, tips bisa Rp150 ribu,” ucap gadis berambut lurus yang mengenakan rok mini itu sambil menyebut yang dimaksud servis tambahan adalah layaknya hubungan lain jenis usia dewasa.
Dari uang tips dan gaji, wanita asal Jawa Tengah ini bisa mengumpulkan sekitar Rp3 juta per bulan. Dia hanya mengeluarkan uang untuk makan karena tempat tinggal sudah disediakan pengelola spa.
”Saya enjoy aja kerja kayak gini, penghasilannya kan gede,” ucap Lia, kemarin. Dia mengakui tak sedikit teman-temannya yang merasa terpaksa bekerja seperti itu, namun lama kelamaan mereka betah juga.
Praktek tempat hiburan panas mempekerjakan wanita usia belia banyak pula di jumpai di kawasan Pangeran Jayakarta, kawasan Glodok dan lainnya. Lagi-lagi seping peduli dari kalangan terkait terhadap pesoalan tersebut.
PEMDA DINILAI LALAI
Satu anggota DPRD DKI Jakarta yang dikenal bersuara vokal ketika dihubungi menuding pemda lalai mengawasi tempat hiburan. “Pengawasan pemda lemah. Seharusnya dilakukan pemantauan rutin ke seluruh tempat hiburan,”kata Hj. Syamsidar, anggota DPRD DKI Jakarta.
Menurut Hj. Syamsidar, pihaknya sering mendapat laporan mengenai anak di bawah umur dipekerjakan di tempat hiburan panas. “Mestinya pemda tanggap,”katanya.
Reaksi dari aparat Pemda DKI Jakarta ketika dihubungi mengeluarkan ancam mencabut izin usaha yang bersangkutan bila hal tersebut terbukti. Pemda akan melakukan sweeping ke tempat hiburan.
“Kita segera melakukan pemantauan ke tempat-tempat usaha hiburan. Bila terbutki tentu diberikan sanksi sesuai dengan aturan yang ada,”kata H. Arie Budiman, Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Ia akan melakukan koordinasi dengan tim dinas tenaga kerja.
Pengamat perkotaan, Subiyakto Santoso, menyatakan sangat prihatin terhadap instansi yang bertanggung jawab terhadap masalah tersebut justru seakan-akan tidak tahu apa-apa. “Kemana aja kerja mereka?” celetuknya.
(yahya/ilham/john/ird/t)
No comments:
Post a Comment