JAKARTA– Langkah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang akan melakukan uji ulang guru besertifikat ditentang organisasi guru. Mereka menilai kebijakan tersebut tak memiliki dasar yang kuat.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan pengujian tersebut melanggar hukum,meski tidak berpengaruh terhadap tunjangan guru. Menurut dia, ujian ulang dengan tujuan pemetaan kualitas guru juga dinilai tak relevan. “Uji ulang ini melanggar asas umum pemerintahan, khususnya asas motivasi dan kepastian hukum dalam hukum tata usaha negara,” katanya saat dihubungi SINDO kemarin.
Retno menyatakan akan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) karena kebijakan tersebut menimbulkan ketidakpastian sebuah kebijakan. “Dapat disimpulkan, jika keputusan itu tidak sesuai peraturan, maka pejabat itu sudah melanggar Pasal 4 PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang larangan bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan atau dalam hal ini adalah guru,”imbuhnya.
Kemendikbud juga harus mempertimbangkan alasan teknis jika ujian dilaksanakan secara online.Yaitu apakah kapasitas internet bagi 1.020.000 guru yang akan ikut uji ulang ini dapat dibuka secara bersamaan dan bagaimana nasib guru yang bekerja di daerah terpencil. Bahkan harus diperhatikan juga guru yang gagap teknologi dan jika ada yang sakit.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo mengatakan, Kemendikbud harus mengubah nama uji ulang menjadi uji kompetensi ulang. Hal ini sesuai janji Kemendikbud ketika beraudiensi dengan PGRI. Sulistiyo menjelaskan, uji kompetensi ulang ini juga akan disetujui oleh pihaknya jika hanya untuk pemetaan dan tidak berdampak buruk bagi guru yang sudah tersertifikasi.“ Kami melihat ada sisi positif jika untuk pemetaan. Namun hal ini harus disosialisasikan kepada para guru supaya informasinya tidak simpang siur,”katanya kemarin.
Namun, PGRI juga meminta Kemendikbud untuk merancang maksud, tujuan, dan pedoman yang jelas dari uji kompetensi ulang. Selama ini terkesan ujian tersebut hanyalah kebijakan yang instan. Anggota DPD ini mengakui uji ulang guru bisa dianggap inkonstusional karena tidak ada di dalam peraturan perundang- undangan. Bahkan jika pemerintah menginginkan adanya uji ulang maka persyaratannya hanyalah portofolio pendidikan latihan dan profesi guru (PLPG) tanpa tes kompetensi.
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan berpendapat, uji ulang ini merupakan bentuk kegagalan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam pelaksanaan sertifikasi guru. Logikanya, apabila LPTK telah menyatakan bahwa guru itu telah lulus sertifikasi, berarti keempat standar kompetensi profesi guru telah terpenuhi.
Karena itu pelaksanaan tes ulang guru besertifikat patut disinyalir sebagai pemborosan. “Sebaiknya dana itu dipakai untuk peningkatan sumber daya pendidik dengan cara yang lebih baik. Inilah yang patut menjadi pemikiran bersama demi peningkatan kualitas pendidikan nasional,”tandasnya.
Anggota Komisi X DPR Rohmani berpendapat, adanya pro dan kontra tentang uji ulang ini karena Kemendikbud mengubah peraturan yang sudah ada begitu saja. Prinsipnya, ujar politikus Fraksi PKS ini, setiap ide perubahan dan perbaikan pasti didukung anggota Dewan. Tapi harus ada komunikasi terlebih dulu agar kebijakannya lebih baik. neneng zubaidah
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Retno Listyarti mengatakan pengujian tersebut melanggar hukum,meski tidak berpengaruh terhadap tunjangan guru. Menurut dia, ujian ulang dengan tujuan pemetaan kualitas guru juga dinilai tak relevan. “Uji ulang ini melanggar asas umum pemerintahan, khususnya asas motivasi dan kepastian hukum dalam hukum tata usaha negara,” katanya saat dihubungi SINDO kemarin.
Retno menyatakan akan mengajukan gugatan perdata ke pengadilan tata usaha negara (PTUN) karena kebijakan tersebut menimbulkan ketidakpastian sebuah kebijakan. “Dapat disimpulkan, jika keputusan itu tidak sesuai peraturan, maka pejabat itu sudah melanggar Pasal 4 PP Nomor 53 Tahun 2010 tentang larangan bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan atau dalam hal ini adalah guru,”imbuhnya.
Kemendikbud juga harus mempertimbangkan alasan teknis jika ujian dilaksanakan secara online.Yaitu apakah kapasitas internet bagi 1.020.000 guru yang akan ikut uji ulang ini dapat dibuka secara bersamaan dan bagaimana nasib guru yang bekerja di daerah terpencil. Bahkan harus diperhatikan juga guru yang gagap teknologi dan jika ada yang sakit.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo mengatakan, Kemendikbud harus mengubah nama uji ulang menjadi uji kompetensi ulang. Hal ini sesuai janji Kemendikbud ketika beraudiensi dengan PGRI. Sulistiyo menjelaskan, uji kompetensi ulang ini juga akan disetujui oleh pihaknya jika hanya untuk pemetaan dan tidak berdampak buruk bagi guru yang sudah tersertifikasi.“ Kami melihat ada sisi positif jika untuk pemetaan. Namun hal ini harus disosialisasikan kepada para guru supaya informasinya tidak simpang siur,”katanya kemarin.
Namun, PGRI juga meminta Kemendikbud untuk merancang maksud, tujuan, dan pedoman yang jelas dari uji kompetensi ulang. Selama ini terkesan ujian tersebut hanyalah kebijakan yang instan. Anggota DPD ini mengakui uji ulang guru bisa dianggap inkonstusional karena tidak ada di dalam peraturan perundang- undangan. Bahkan jika pemerintah menginginkan adanya uji ulang maka persyaratannya hanyalah portofolio pendidikan latihan dan profesi guru (PLPG) tanpa tes kompetensi.
Sekretaris Jenderal Federasi Guru Independen Indonesia (FGII) Iwan Hermawan berpendapat, uji ulang ini merupakan bentuk kegagalan Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) dalam pelaksanaan sertifikasi guru. Logikanya, apabila LPTK telah menyatakan bahwa guru itu telah lulus sertifikasi, berarti keempat standar kompetensi profesi guru telah terpenuhi.
Karena itu pelaksanaan tes ulang guru besertifikat patut disinyalir sebagai pemborosan. “Sebaiknya dana itu dipakai untuk peningkatan sumber daya pendidik dengan cara yang lebih baik. Inilah yang patut menjadi pemikiran bersama demi peningkatan kualitas pendidikan nasional,”tandasnya.
Anggota Komisi X DPR Rohmani berpendapat, adanya pro dan kontra tentang uji ulang ini karena Kemendikbud mengubah peraturan yang sudah ada begitu saja. Prinsipnya, ujar politikus Fraksi PKS ini, setiap ide perubahan dan perbaikan pasti didukung anggota Dewan. Tapi harus ada komunikasi terlebih dulu agar kebijakannya lebih baik. neneng zubaidah
No comments:
Post a Comment