multi info, hiburan, pengetahuan, dan aneka informasi

ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT PARU DALAM KEHAMILAN APLIKASI DOENGES

      Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan adanya ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
      Pada penderita yang dicurigai menderita TBC Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified protein derivate) 5u, bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.

TUBERKULOSIS PARU


      Tuberkolusis paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh basil Mikrobacterium tuberkolusis yang merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan bagian bawah yang sebagian besar basil tuberkolusis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari ghon.
      Penyakit ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan. TBC paru ini dapat menimbulkan masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya.
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit sekitar dada.  
       Pada penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) 5u dan bila hasilnya positif diteruskan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X. Pada penderita dengan TBC paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat dianosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan. Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang hamil bila diobati dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil. Pada janin jarang dijumpai TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui oleh ibunya.

ETIOLOGI
-        Sebagaimana telah diketahui, TBC paru disebabkan oleh basil TB (Mycobacterium tuberculosis humanis).
-        M. tuberculosis termasuk familie Mycobacteriaceae yang mempunyai berbagai genus, satu di antaranya adalah Mycobacterium, yang salah satu speciesnya adalah M. tuberculosis.
-        M. tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah type humanis (kemungkinan infeksi type bovinus saat ini diabaikan, setelah higiene peternakan makin ditingkatkan).
-        Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnai secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).
-        Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet. Basil TB juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila terkena air bersuhu 1000 C. basil TB juga akan terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol 5%.

PATOFISOILOGI

      Penyebaran kuman Mikrobacterium tuberkolusis bisa masuk melalui tiga tempat yaitu saluran pernafasan, saluran pencernaan dan adanya luka yang terbuka pada kulit. Infeksi kuman ini sering terjadi melalui udara (airbone) yang cara penularannya dengan droplet yang mengandung kuman dari orang yang terinfeksi sebelumnya.
      Penularan tuberculosis paru terjadi karena penderita TBC membuang ludah dan dahaknya sembarangan dengan cara dibatukkan atau dibersinkan keluar. Dalam dahak dan ludah ada basil TBC-nya, sehingga basil ini mengering lalu diterbangkan angin kemana-mana. Kuman terbawa angin dan jatuh ketanah maupun lantai rumah yang kemudian terhirup oleh manusia melalui paru-paru dan bersarang serta berkembangbiak di paru-paru.
      Pada permulaan penyebaran akan terjadi beberapa kemungkinan yang bisa muncul yaitu penyebaran limfohematogen yang dapat menyebar melewati getah bening atau pembuluh darah. Kejadian ini dapat meloloskan kuman dari kelenjar getah bening dan menuju aliran darah dalam jumlah kecil yang dapat menyebabkan lesi pada organ tubuh yang lain. Basil tuberkolusis yang bisa mencapai permukaan alveolus biasanya di inhalasi sebagai suatu unit yang terdiri dari 1-3 basil.
      Dengan adanya basil yang mencapai ruang alveolus, ini terjadi dibawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas lobus bawah, maka hal ini bisa membangkitkan reaksi peradangan. Berkembangnya leukosit pada hari hari pertama ini di gantikan oleh makrofag. Pada alveoli yang terserang mengalami konsolidasi dan menimbulkan tanda dan gejala pneumonia akut.
      Basil ini juga dapat menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional, sehingga makrofag yang mengadakan infiltrasi akan menjadi lebih panjang dan yang sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epitelloid yang dikelilingi oleh limfosit, proses tersebut membutuhkan waktu 10-20 hari. Bila terjadi lesi primer paru yang biasanya disebut focus ghon dan bergabungnya serangan Kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Kompleks ghon yang mengalami pencampuran ini juga dapat diketahui pada orang sehat yang kebetulan menjalani pemeriksaan radiogram rutin. Beberapa respon lain yang terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Pada proses ini akan dapat terulang kembali dibagian selain paru-paru ataupun basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
       Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa adanya pengobatan dan dapat meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dengan perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga kavitas penuh dengan bahan perkijauan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak lepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif.
Batuk darah (hemaptoe) adalah batuk darah yang terjadi karena penyumbatan trakea dan saluran nafas sehingga timbul sufokal yang sering fatal. Ini terjadi pada batuk darah masif yaitu 600-1000cc/24 jam. Batuk darah pada penderita TB paru disebabkan oleh terjadinya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kapitas.

DIAGNOSIS
Diagnosis kadang-kadang tidak mudah karena ibu hamil tampak sehat, terutama dalam proses penyakit tenang.
1.      Dalam anamnedsa ibu mengatakan pernah berobat atau sedang berobat penyakit paru.
2.      Keluhan dan gejala : batuk menahun, hemaptoe, kurus kering.
3.      Pemeriksaan fisis-fisiologis pada paru-paru dijumpai adanya kelainan bunyi nafas.
4.      Foto rongent paru-paru.
5.      Uji Mantoux.
PENATALAKSANAAN

      Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa.  Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
  1. Dalam kehamilan :
-        Ibu hamil dengan proses aktif hendaknya jangan dicampurkan dengan wanita hamil lainnya pada pemeriksaan antenatal.
-        Untuk diagnosa pasti dan pengobatan selalu bekerjasama dengan ahli paru.
-        Obat-obatan : INH, PAS, Streptomisin.
-        TB. Paru tidak merupakan indikasi untuk abortus buatan dan terminasi kehamilan.

  1. Dalam persalinan :
-        Bila proses tenang, persalinan akan berjalan seperti biasa, tidak perlu dilakukan apa-apa.
-        Bila proses aktif, kala I dan II diusahakan seringan mungkin, pada kala I berikan obat-obat penenang dan analgetika dosis rendah. Kala II diperpendek dengan ekstraksi vakum / forcep.
-        Kalau ada indikasi obstetrik untuk SC, dilakukan bekerjasama dengan ahli anastesi untuk memperoleh anastesi mana yang terbaik.

  1. Dalam masa nifas :
-        Usahakan jangan terjadi perdarahan yang banyak, berikan uterus tonika dan koagulasia.
-        Cegah terjadinya infeksi tambahan dengan memberikan antibiotika yang cukup.
-        Bila ada anemia sebaiknya berikan transfusi darah agar daya tahan ibu lebih kuat terhadap infeksi sekunder.
-        Anjurkan ibu segera memakai kontrasepsi atau kalau anak sudah cukup untuk tubektomi.


PEMERIKSAAN FISIK

       Di sini juga tidak satu pun gejala yang patognomonis untuk TB. Variabilitas gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penyakit ini sangat besar. Bahkan tidak jarang pada stadium permulaan belum dapat ditemukan hal-hal yang patologis sementara gambaran radiologis dan pemeriksaan sputum sudah menunjukkan adanya penyakit TB.

      Pada orang dewasa, biasanya penyakit ini dimulai di daerah paru atas, kanan atau kiri, yang disebut ‘fruh infiltrat’. Pada auskultasi, hanya akan ditemukan ronki basah halus sebagai satu-satunya kelainan pemeriksaan jasmani. Bila proses infiltratif ini makin meluas dan menebal, juga akan didapatkan fremitus yang menguat, dengan redup pada perkusi, suara nafas bronkeal, serta bronkopi yang menguat.

      Bila sudah terjadi kavitas, akan ditemukan gejala-gejala kavitas, berupa timpani pada perkusi yang disertai suara napas amforis. Sebaliknya bila terjadi atelektasis, misalnya pada ‘destroyed lung’, suara napas setempat akan melemah sampai hilang sama sekali.
Ronki basah pada umumnya selalu akan didapatkan, mengingat bahwa selalu pula akan terbentuk sekret dan jaringan nekrotik. Makin banyak sekret itu berada, makin kasarlah ronki yang didengar.   Melihat ini semua, makin nyatalah bahwa kelainan-kelainan yang dapat ditemukan pada TB sangat variabel, baik jenis, intensitas, jumlah, maupun tempat ditemukannya (pleiomorfi).



TES TUBERKULIN

     Sebetulnya tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), yang dianggap dapat mencerminkan potensi sistem imunitas selular seseorang, khususnya terhadap basil TB. Pada seseorang yang belum terinfeksi basil TB, tentunya sistem imunitas selulernya belum terangsang untuk melawan basil TB. Dengan demikian tes tuberkulin akan negatif. Sebaliknya bila seseorang pernah terinfeksi basil TB, dalam keadaan normal sistem ini sudah akan terangsang secara efektif 3-8 minggu setelah infeksi primer dan tes tuberkulin akan positif (yaitu bila didapatkan diameter indurasi 10-14 mm pada hari ketiga atau keempat dengan dosis PPD 5 TU intrakutan).
Kalau seseorang penderita sedang menderita TB aktif, tes tuberkulinnya dapat kelewat positif (artinya diameter indurasi yang ditimbulkannya dapat melebihi 14 mm). Tetapi kalau proses TB-nya hiperaktif, misalnya TB miliaris, seolah-olah seluruh kemampuan potensi imunitas seluler sudah terkuras habis dan tes akan menjadi negatif.
Selama TB masih endemik di Indonesia, yakni infeksi pada umumnya sudah akan terjadi pada usia yang masih muda sekali, tes tuberkulin sebagai tes diagnostik menjadi kurang berarti. Vaksinasi BCG secara masal juga akan lebih menghilangkan arti tes tuberkulin sebagai sarana diagnostik. Mengingat juga ada begitu banyak faktor bukan TB yang dapat mempengaruhi hasil tes tuberkulin, khususnya di negara-negara seperti Indonesia, tes ini makin kehilangan arti sebagai tes diagnostik.
       Faktor-faktor ini adalah penyimpanan bahan tes yang tak memenuhi syarat; gizi yang rendah dengan semua etiologinya, seperti misalnya cacingan, memang kekurangan gizi, dan lain-lain; pemakaian kortikosteroid yang lama; baru sembuh dari penyakit infeksi berat, seperti morbili, dan sebagainya; AIDS; dan lain-lain. Semuanya dapat memberikan hasil negatif palsu.
PEMERIKSAAN SEROLOGIS

       Tes ini disebut TBPAP (uji Peroksidase-Anti Peroksidase untuk TB paru). Berbeda dengan tes tuberkulin, yang dinilai adalah sistem imunitas humoral (SIH), khususnya kemampuan untuk memproduksi suatu antibodi dari kelas IgG terhadap sebuah antigen dalam basil TB. Tentunya bila seorang belum pernah terinfeksi basil TB, SIH-nya belum diaktifkan. Dengan demikian, tes ini akan negatif. Sebaliknya bila sudah pernah terinfeksi, SIH-nya sudah akan membentuk IgG tertentu tadi sehingga hasil tes akan menjadi positif. Handoyo (1998) mengemukakan bahwa sensitivitas tes ini adalah 98% dan spesifitasnya 94%, namun sampai sekarang di luar negeri tes ini tetap dianggap sebagai pemeriksaan pelengkap belaka, a.l. karena tak dapat menunjukkan penyebabnya di satu pihak dan di pihak lain sensitivitas dan spesifisitasnya dianggap belum baku (ada yang mengatakan hanya 85%.



FOTO RONGENT PARU

      Pertama-tama perlu dikemukakan bahwa fluoroskopi saat ini sudah harus ditinggalkan karena tidak objektif dan selalu tersirat faktor terburu-buru (mengingat bahaya sinar-X). Di samping itu, pemeriksaan ini juga tidak akan meninggalkan dokumen otentik.
Pada stadium permulaan, seperti telah diungkapkan di depan, TB mungkin akan lolos pada pemeriksaan jasmani, tetapi pada pemeriksaan foto paru semua ‘fruh infiltrat’ pasti akan diketahui. Disinilah letaknya kepentingan pemeriksaan foto paru untuk diagnosis dini TB.
Dalam rangka diagnosis diferensial, foto paru dapat memegang peranan yang sangat penting, karena berdasarkan letak, bentuk, luas dan konsistensi kelainan, dapat diduga adanya lesi TB. Juga hanya foto paru yang dapat menggambarkan secara objektif kelainan anatomik paru dan luasnya kelainan. Pemeriksaan ini juga meninggalkan dokumen otentik, yang sangat menentukan untuk evaluasi penyembuhan.

      Bagaimanapun besar manfaat pemeriksaan foto paru dalam diagnostik TB, selalu harus diingat adanya faktor-faktor yang membatasi makna diagnostiknya, sebagai berikut :
-        ‘The human factor’, yaitu adanya variasi individual dokter yang menginterpretasikannya.
-        Adanya organ-organ lain dalam rongga dada, sehingga 20-25% paru akan terlindung oleh organ lain dan tak akan tampak pada foto PA biasa.
-        Gambaran penyakit TB yang begitu pleiomorfik, sehingga diagnosis diferensialnya meliputi puluhan penyakit paru lain.
-        Adanya kasus-kasus TB dengan sputum BTA positif tetapi dengan foto paru yang normal atau dengan gambaran penyakit paru lain yang bukan TB.
Pada umumnya kelainan-kelainan yang dapat dijumpai pada foto paru seorang penderita TB akan bervariasi mulai dari suatu bintik kapur, garis fibrotik, bercak infiltrat, penarikan trakea atau mediastinum ke sisi yang sakit, kavitas, sampai ke gambaran atau atelektasis. Kelainan-kelainan ini dapat berdiri sendiri, tetapi dapat pula ditemukan bersama-sama. ‘Destroyed lung’ merupakan contoh khas dalam hal ini. Pada keadaan ini, ditemukan sekaligus atelektasis, kavitas, dan fibrosis dengan penarikan-penarikan mediastinum ke sisi yang sakit (DOUMA, 1980). Yang diartikan dengan ‘vanishing lung’ ialah adanya suatu kavitas teramat besar dalam suatu paru sehingga boleh dikatakan seluruh paru tersebut telah berubah menjadi suatu kavitas.
Untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan dan pleiomorfi ini, bilamana dihadapkan pada keraguan-keraguan, hendaknya kita secepatnya melaksanakan pemeriksaan tambahan, misalnya foto dari samping, toplordotik, sampai CT scan, bronkoskopi, serta ulangan foto setelah beberapa saat.


 Pemeriksaan Sputum (sekret bronkus, bahan aspirasi cairan pleura, dsb.)

Tentang pemeriksaan mutakhir dengan Polymerase Chain Reaction, pada kesempatan ini tidak akan dikupas karena mengingat sangat mahalnya dalam waktu dekat akan mustahil dikerjakan di Indonesia. Teknik pemeriksaan sputum sekarang ini bermacam-macam, tetapi pada dasarnya hanya berkisar pada pemeriksaan mikroskopis, pembenihan, dan tes resistensi. Selain sputum, spesimen lain yang harus diperiksa ialah sekret bronkus yang dikeluarkan dengan bronkoskop, bahan aspirasi cairan pleura, dan getah lambung (sebelum makan pagi).
Dengan demikian pada hakekatnya ada kemungkinan sebagai berikut :
-        Mikroskopik akan menghasilkan BTA (Basil Tahan Asam) (+) atau (-)
-        Perbenihan akan menunjukkan hasil hasil (+) atau (-)
Walaupun secara teoritis, BTA (+) masih mungkin bukan Mycobacterium TB, melainkan dapat juga Mycobacterium atipik, karena kemungkinan ini sangat kecil, dalam prakteknya dapat diabaikan, sehingga BTA (+) dapat dianggap sebagai Mycobacterium TB (+).   Tentunya nilai tertinggi pemeriksaan sputum adalah hasil pembenihan yang positif, artinya yang tumbuh ialah basil TB yang sesungguhnya. Namun sayang sekali pembenihan ini tidak dapat dikerjakan di semua laboratorium di Indonesia. Di samping itu, pemeriksaan ini cukup mahal dan memakan waktu 3 minggu. Oleh karena itu, diambil praktisnya, sekali sputum BTA (+) sudah dianggap cukup untuk menentukan dianosis TB dan sudah dapat dibenarkan pemberian pengobatan spesifik dalam rangka penyembuhan penderita yang bersangkutan.


Kompilasi Hasil dan Interpretasi Akhir
Dari semua hasil yang telah disebutkan akan timbul kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut :
-        Klinis (anamnesis dan pemeriksaan jasmani) (+) ataupun (-)
-        Foto rontgen paru (+) ataupun (-)
-        Sputum BTA (+) ataupun (-)
-        Bila hanya klinis saja yang (+), maksimum hanya dapat dikatakan sebagai tersangka (suspec) TB saja, sehingga secara teoritis belum dibenarkan terapi spesifik. Tentunya, dalam hal ini, dokter yang menanganilah yang berkewajiban menanggulangi/menyempurnakan pemeriksaan diagnostik semaksimal mungkin, di samping memikirkan kemungkinan-kemungkinan non-TB lainnya. Dengan demikian, diagnosis tepat dan terapi yang semestinya tidak terkatung-katung. Tetapi bila fasilitas pemeriksaan foto rontgen paru dan laboratorium tidak tersedia, hendaknya dokter tetap berani menegakkan diagnosis TB hanya berdasarkan temuan-temuan klinis saja.
-        Bila hanya klinis (+) dan foto (+), walaupun sputum telah diperiksa 3 kali tetapi selalu BTA (-), masih dapat dibenarkan penentuan diagnosis TB dan dibenarkan pemberian terapi spesifik (WHO, 1991). Kasus ini dianggap sebagai kasus yang belum menular.
-        Apabila hanya foto saja yang (+), dalam bidang pemberantasan TB, penderita yang bersangkutan tak lebih dari seorang tersangka saja. Sputum harus diperiksa berulang kali, sehingga begitu didapatkan (+), dapat segera disembuhkan dengan tuntas. Dalam pelayanan kesehatan perorangan, hendaknya diagnosis TB benar-benar diperkirakan kembali, sambil menyingkirkan begitu banyak penyakit yang serupa TB pada foto paru. Dengan lain perkataan, hendaknya diagnosis yang cepat diupayakan agar secepatnya dapat ditegakkan.
-        Sebaliknya bila sputum (+), tanpa memperhatikan keadaan klinis ataupun foto paru, penderita yang bersangkutan harus diobati secepatnya sebagai penderita TB. Perlu diketahui di sini bahwa mungkin saja foto paru (-) walaupun sputum jelas-jelas (+). Kemungkinan suatu endobronchitis TB (lesi TB yang terbatas pada mukosa bronkus) perlu dipikirkan. Di samping itu bila dipakai teknik lain, pemeriksaan foto rontgen paru mungkin akan tampak kelainan, misalnya dengan foto toplordotik (untuk dapat melihat puncak paru lebih jelas) ataupun foto lateral kiri depan (untuk melihat daerah paru yang tersembunyi di belakang jantung).


ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian

1)   Pengumpulan data

-        Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996).

-        Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan.

-        Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
                              
-        Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya.

-        Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (Hendrawan Nodesul, 1996).


-        Pola fungsi kesehatan

*     Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak-desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek (Hendrawan Nodesul, 1996)

*     Pola nutrisi dan metabolik
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).

*     Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi

*     Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas (Marilyn. E. Doegoes, 1999).

*     Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat (Marilyn. E. Doenges, 1999).

*     Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular  
*     Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan.

*     Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges, 1999).

*     Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada.


*     Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan (Hendrawan Nodesul, 1996).

*     Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien.


2) Pemeriksaan fisik

Berdasarkan sistem-sistem tubuh :
-        Sistem integumen
            Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun.

-        Sistem pernapasan
            Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
¨      Inspeksi : Adanya tanda-tanda penarikan paru, diafragma, pergerakan napasyang tertinggal, suara napas melemah (Purnawan Junadi dkk, 1982).
¨      Palpasi : Fremitus suara meningkat (Alsogaff, 1995).
¨      Perkusi: Suara ketok redup. (Soeparman, 1998).
¨      Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah, kasar dan   yang  nyaring (Purnawan. J. dkk, 1982. Soeparman, 1998).

-        Sistem pengindraan
      Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan.

-        Sistem kordiovaskuler
      Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 yang mengeras (Soeparman, 1998).

-        Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun (Soeparman, 1998).

-        Sistem muskuloskeletal
      Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan keadaan sehari- hari yang kurang meyenangkan (Alsogaff, 1995)

-        Sistem neurologis
      Kesadaran penderita yaitu komposmentis dengan GCS : 456

-        Sistem genetalia
      Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia




3) Pemeriksaan penunjang

-        Pemeriksaan Radiologi
Tuberkulosis paru mempunyai gambaran patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior lobus atas paru-paru atau pada segmen superior lobus bawah (Soeparman. 1998).

-        Pemeriksaan laboratorium
¨      Darah  :  Adanya kurang darah, ada sel-sel darah putih yang meningkatkan serta laju endap darah meningkat terjadi pada proses aktif (Alsogaff, 1995).
¨      Sputum :  Ditemukan adanya Basil Tahan Asam (BTA) pada sputum yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang biasanya diambil pada pagi hari (Soeparman dkk, 1998. Barbara. T. Long, 1996)


-        Test Tuberkulosis
Test tuberkulosis memberikan bukti apakah orang yang dites telah mengalami infeksi atau belum. Tes menggunakan dua jenis bahan yang diberikan yaitu : Old tuberkulosis (OT) dan Purifled Protein Derivative (PPD) yang diberikan dengan sebuah jarum pendek (1/2 inci) no 24 – 26, dengan cara mecubit daerah lengan atas dalam 0,1 yang mempunyai kekuatan dosis 0,0001 mg/dosis atau 5 tuberkulosis unit (5 TU). Reaksi dianggap bermakna jika diameter 10 mm atau lebih reaksi antara 5 – 9 mm dianggap meragukan dan harus di ulang lagi. Hasil akan diketahui selama 48 – 72 jam tuberkulosis disuntikkan (Soeparman, 1998. Barbara. T. Long, 1996).




DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.      Ketidakefektifan pola pernapasan sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk  
2.      Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea  
3.      Resiko terhadap transmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potongan
4.      Kurang pengetahuan yang sehubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah.
5.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk
6.      Resiko terjadinya kerusakan pertukaran gas sehubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar – kapiler
7.      Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur sehubungan daerah sesak napas dan nyeri dada



INTERVENSI

Dx  1
Ketidakefektifan pola pernapasan yang sehubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk.

Tujuan : Pola nafas efektif

Kriteria hasil :
*     Klien mempertahankan pola pernafasan yang efektif
*     Frekwensi irama dan kedalaman pernafasan normal (RR 16-20 kali/menit)
*     Dispneu berkurang


RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL

*      Kaji kualitas dan kedalaman pernapasan, penggunaan otot aksesori pernapasan : catat setiap perubahan
à Mengetahui penurunan bunyi napas karena adanya sekret

*      Kaji kualitas sputum : warna, bau, knsistensi
à Mengetahui perubahan yang terjadi untuk memudahkan pengobatan selanjutnya

*      Auskultasi bunyi napas setiap 4 jam
à Mengetahui sendiri mungkin perubahan pada bunyi napas

*      Baringan klien untuk mengoptimalkan pernapasan : posisi semi fowler tinggi
à Membantu mengembangkan secara maksimal

*      Bantu dan ajarkan klien berbalik posisi, batuk dan napas dalam setiap 2 jam sampai 4 jam
à Batuk dan napas dalam yang tetap dapat mendorong sekret keluar

*      Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat-obatan
à Mencegah kekeringan mukosa membran, mengurangi kekentalan sekret dan memperbesar ukuran lumen trakeobroncial.



Dx  2
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang sehubungan dengan anoreksia, keletihan atau dispnea.

Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi.

Kriteria hasil
*     Klien dapat mempertahankan status malnutrisi yang adekuat
*     Berat badan stabil dalam batas yang normal


RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL

*      Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual/muntah atau diare.
      àBerguna dalam mendefenisikan derajat/luasnya masalah dan pilihan indervensi  yang  
      tepat.

*      Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak.
      àMembantu dalam mengidentifukasi kebutuhan/kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet.

*      Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik.
      àBerguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan.

*      Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.
      àMenurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi  yang merangsang pusat muntah.

*      Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
àMemaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/ legaster.

*      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet.
àMemberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet


Dx 3
Resiko terhadap tranmisi infeksi yang sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko patogen.

Tujuan : klien mengalami penurunan potensi untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif.

Kriteria hasil :
*     Klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien.


RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL

*      Identifikasi orang lain yang berisiko. Contoh anggota rumah, sahabat
à Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi.

*      Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat.
      àPerilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi.

*      Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi pernafasan.
àDapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.

*      Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis.
      àPengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan   menghindari insiden eksaserbasi.

*      Tekankan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.
      àPeriode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
*      Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal.
      àMembantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi.

 
Dx  4
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kuranganya impormasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan di rumah.

Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya.

Kriteria hasil :
*     Klien memperlihatkan peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.


RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL

*      Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien.
àBelajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.

*      Identifikasi gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas.
      àDapat menunjukkan  kemajuan atau  pengaktifan ulang penyakit atau  efek obat yang
       memerlukan evaluasi lanjut.

*      Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain.
àMeningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.

*      Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah.
àMencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program.

*      Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan secara nyata.
     àMemberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas.

*      Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat.
àInformasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.

*      Evaluasi kerja pada pengecoran logam/tambang gunung, semburan pasir.
      àTerpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan

Dx  5
Ketidakefektifan jalan nafas yang sehubungan dengan sekret kental, kelemahan dan
upaya untuk batuk.

Tujuan : jalan nafas efektif.

Kriteria hasil :
*     Klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
*     Klien dapat mempertahankan jalan nafas.
*     Pernafasan klien normal (16 – 20 kali per menit).


RENCANA TINDAKAN DAN RASIONAL :

*      Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori.
àPenurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronki, mengi menunjukkan akumulasi sekret atau ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan.

*      Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa/batuk efektif.
àPengeluaran sulit jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut.

*      Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam.
àPosisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan.

*      Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.
àMencegah obstruksi/aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret.

*      Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikasi
àPemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan.

*      Lembabkan udara respirasi.
àMencegah pengeringan mambran mukosa, membantu pengenceran sekret.

*      Berikan obat-obatan sesuai indikasi : agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroid.
àMenurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia

ASMA BRONKHIAL

      Asma Bronkhial sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh penyakit ini terhadap kehamilan, persalinan dan nifas dan sebaliknya adalah bervariasi. Asma Bronkhial sering merupakan penyakit keturunan. Diagnosa biasanya mudah didapat, karena wanita telah sering berobat kepada dokter atau pengobatan non-medis.

*      Asma Bronkhial dapat berkurang atau bertambah dalam kehamilan.
*      Hindari kemungkinan infeksi pernafasan dan tekanan emosional, karena ini akan memperberat penyakit primer.
*      Kehamilan, persalinan dan nifas akan berlangsung seperti biasa tanpa gangguan kecuali datang serangan asma yang berat ( status asmatikus ).dalam hal ini berikan obat-obatan dan oksigen. Kala II diperpendek dengan tindakan ekstraksi atau forcep.
*      Apabila ada indikasi obstetrik untuk SC, bekerjasama dengan ahli anatesi untuk memilih narkosa yang paling aman, biasanya anastesi lumbal atau kaudal.
*      Obat-obatan : sama saja dengan obat-obat asma pada masa tidak hamil à Aminophilin, Efedrin dan kortiko steroid. Pemberian Kortiko steroid harus hati-hati pada kasus pre-eklamsia kartena obat ini dapat menyebabkan retensi cairan dan kenaikan tekanan darah. Juga harus tersedia oksigen untuk menghadapi status asmatikus.
*      Untuk menjarangkan kelahiran pemakaian kontraseepsi atau tubektomi dianjurkan pada keadaan dimana menjadi lebih berat pada setiap kehamilan dan persalinan.


 PNEUMONIA

      Pneumonia atau radang paru dijumpai pada kehamilan, persalinan dan nifas. Terutama pada kasus-kasus obstetrik berat : eklamsia, partus lama dan telantar, sesudah operasi.
Asidosis dan hipoksia akan membahayakan jiwa ibu, hasil konsepsi dan menyulitkan persalinan, karena itu mengenal dan mengobati Pneumonia sedini mungkin merupakan tindakan yang tepat

*      Kala II harus segera diperpendek dengan ekstraksi vacum atau forcep bila janin masih hidup, dengan embriotomi bila janin sudah mati.
*      Gejala : demam tinggi, dispnea, sianosis, takikardia, pada paru terdengar ronchi basah / kering.
*      Penanganan :
¨      Pembersihan jalan nafas dan kalau perlu dipasang selang lambung dan endotrakeal tube.
¨      Berikan oksigen.
¨      Obat-obat :  Kortison dosis tinggi ( 1000 mg ), Aminophilin, Antibiotika yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA

-        Mansyur Arif dkk, 1999 : Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media Aescalapius.
-        Prawirotiardjo Sarwana, 2005 : Ilmu Kandungan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwana Prawirotiardjo.
-        Prof. R. Sulaeman, 1982 : Obstetri Patologi, Bandung : Eltar Offset.
-        Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH, 1990 : Sinopsis Obstetri, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Blog Archive