TINJAUAN TEORI
MENINGITIS TB
I. TUBERKULOSIS PARU
A. DEFINISI
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis (Brunner & Suddart, 2002). Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru, dapat ditularkan ke bagian tubuh lainnya, termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe (Soeparman, 1998).
B. ETIOLOGI
Agen infeksius utama adalah mycobacterium tuberculose, sejenis kuman berbentuk batang. Spesies lain kuman ini yang dapat memberikan infeksi pada manusia adalah Mycobacterium bovis, Mycobacterium kansasii, Mycobacterium intracellulare.
Sifat kuman :
1. Tahan hidup pada udara kering maupun dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es), kuman ini bersifat dormant.
2. Sebagian besar kuman terdiri dari asam lemak, sehingga kuman tahan terhadap asam dan gangguan kimia serta fisik.
3. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler (dalam sitoplasma makrofag, karena makrofag mengandung banyak lipid).
4. Bersifat aerob, yaitu menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya (Oksigen apikal paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal merupakan tempat prediksi penyakit TBC).
C. FAKTOR RESIKO
Cara penularannya yiautu dari orang ke orang melalui udara. saat individu yang terinfeksi bicara, batuk, bersin, tertawa, atau bernyanyi, maka ia melepaskan droplet.
Individu yang beresiko tinggi untuk tertular TBC :
1. Kontak dekat dengan penderita TB aktif.
2. Individu imunosupresif (lansia, penderita kanker, individu dalam terapi kortikosteroid, penderita HIV).
3. Pengguna obat-obatan intravena dan alkoholik.
4. Individu tanpa perawatan kesehatan yang adekuat (tunawisma, tahanan, etnik ras minoritas)
5. Individu dengan masalah kesehatan tertentu (misalnya : DM, CRF, silikosis, pentimpangan gizi, bypass gastrektomi/yeyunoileal).
6. Imigran dari negara dengan insiden TB yang tinggi (Asia Tenggara, Afrika, Amerika Latin, Karibia).
7. Penghuni perumahan kumuh.
8. Petugas kesehatan.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi menurut American Thoracic Society, 1981 :
1. Kelas O : tidak ada jangkitan TBC, tidak terinfeksi (tidak ada riwayat terpapar, reaksi terhadap tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
2. Kelas 1 : terpapar TBC, tidak ada bukti infeksi (riwayat pemaparan, reaksi tes kulit tuberkulin tidak bermakna).
3. Kelas 2 : ada infeksi TBC, tidak timbul penyakit (reaksi tes kulit tuberkulin bermakna, pemeriksaan bakteri negatif, tidak ada bukti klinik maupun radiografik)
4. Kelas 3 : terinfeksi TBC dan sakit. Lokasi penyakit : paru-paru, pleura, limfatik, tulang dan atau sendi, kemih kelamin, diseminata (millier) meningeal, peritoneal.
5. Kelas 4 : terinfeksi TBC, saat ini tidak sedang menderita penyakit (ada riwayat mendapat pengobatan pencegahan TBC atau ada temuan radiologik yang stabil pada orang yang reaksi tes kulit tuberkulinnya bermakna, pemeriksaan bakteriologik jika dilakukan negatif, tidak ada bukti klinik dan radiografik tentang adanya penyakit pada saat ini).
6. Kelas 5 : orang dicurigai mendapatkan TBC (diagnosa ditunda).
Klasifikasi yang banyak dipakai di Indonesia :
1. TB paru
2. Bekas TB paru
3. TB paru tersangka, yang terbagi menjadi :
a. TB paru tersangka yang diobati
Sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif
b. TB paru tersangka yang tidak diobati
Sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan
Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan :
1. Status bakteriologis
a. Mikroskopik sputum BTA (langsung)
b. Biakan sputum BTA
2. Status neurologik, kelainan yang relevan untuk TB paru
3. Status klinik, gejala-gejala yang relevan untuk TB paru
4. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti TB
Klasifikasi sistem lama :
1. TB primer (childhood TB)
2. Tb post-primer (adult TB)
3. TB paru (Koch Pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent
4. TB minimal : terdapat sebagian kecil infiltrat non kavitas pada 1 paru maupun kedua paru
Moderately advanced TB : ada kavitas dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari 1 bagian paru bila bayangan kasar tidak lebih dari 1/3 bagian satu paru.
Far advanced TB : terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced TB
E. PATOFISIOLOGIS
F. GEJALA KLINIS
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influensa
Kadang-kadang suhu badan mencapai 40-410C
2. Batuk
Terjadi karena ada iritasi bronkhus
Fungsi batuk : membuang produk-produk radang keluar
Sifat batuk : non produktif-produktif (setelah terjadi peradangan) – hemoptue (pembuluh darah pecah)
3. Sesak nafas
Ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana infiltratnya sudah ½ bagian paru
4. Nyeri dada
Jarang ditemukan
Timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis
5. Malaise
Gejala malaise yang sering ditemukan berupa anoreksia, BB menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam, dll.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosa TBC ditegakkan dengan mengumpulkan riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik, rontgent dada, usap basil tahan asam (BTA), kultur sputum dan tes kulit tuberkulin.
1. Pemeriksaan fisik
a. Sering tidak menunjukkan kelainan, karena hantaran getaran/suara yang lebih dari 4 cm ke dalam paru sulit dinilai secara palpasi, perkusi, dan auskultasi.
b. Tempat yang dicurigai apeks paru, jika ada : perkusi redup, auskultasi (bronkhial) ronchi basah kasar dan nyaring
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Pemeriksaan Laboratorium
- Darah
Kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang meragukan
Pada awal sakit : Al meningkat, LED meningkat, limfosit menurun
Jika sudah sembuh : AL normal, limfosit meningkat, LED normal
Pemeriksaan serologis : Takahashi (TB masih aktif/tidak)
- Sputum
Fungsi pemeriksaan :
Menentukan kuman penyebab
Memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan
- Tes tuberkulin
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Medis
a. TB paru diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen anti TB) selama periode 6-12 bulan
b. Jenis obat yang dipakai :
Obat primer : isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin, etambutol.
Obat sekunder : etionamid, protionamid, sikloserin, kanamisin, P.A.S (Para Amino Salicyclic Acid), tiasetazon, Viomisin, Kapneomisin.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada klien TB adalah :
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi trakheobronkhial yang sangat banyak
b. Manajemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan kesehatan keluarga, defisit pengetahuan, ketidakberdayaan, kesulitan ekonomi
c. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan, perubahan status nutrisi, demam
d. Kurang pengetahuan b.d kurang paparan, tidak mengenal/familiar dengan sumkber informasi
e. Defisit perawatan diri b.d ketidakmampuan melakukan aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan ADL
f. Cemas b.d perubahan status kesehatan, perubahan fungsi peran, biaya perawatan
Masalah kolaborasi ;
1. Malnutrisi
2. Efek samping, misal : obat-obatan : hepatitis, perubahan neurologis (ketulian atau neuritis), ruam kulit, gangguan gastrointestinal
3. Resistensi banyak obat
4. Penyebaran infeksi TB (TB milliaris)
I. EVALUASI PENGOBATAN
1. Klinis
Kontrol setiap minggu selama 2 minggu, selanjutnya setiap 2 minggu selama sebulan dan seterusbya 1 kali per bulan
Keluhan menurun sampai hilang
2. Bakteriologis
2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai : jadi negatif
Waktu periksa : 1 kali per bulan
Setelah negatif tetap diperiksa minimal 3 kali berturut-turut
3. Radiologis
Dilaksanakan setiap 3 bulan sekali
Pencegahan transmisi TB dalam lingkungan perawatan kesehatan :
1. Identifikasi dan pengobatan dini individu dengan TB aktif
Pertahankan indeks kecurigaan TB yang tinggi untuk mengidentifikasi kasus dengan cepat
Lakukan terapi efektif dengan obat anti TB dengan cepat
2. Pencegahan penyebaran nuklei duplet infeksius
Isolasi basil BTA dengan segera bagi semua pasien yang diduga mempunyai TB aktif
Individu yang memasuki ruangan isolasi BTA harus menggunakan respirator pertikulat dispossible
Lakukan tindakan isolasi sampai terdapat bukti klinis penurunan infeksius
Gunakan tindakan pencegahan khusus selama prosedur yang merangsang batuk
3. Surveillans untuk transmisi TB
II. MENINGITIS
A. DEFINISI
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur (Brunner & Suddart, 2002)
B. KLASIFIKASI
1. Meningitis aseptik
Mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma, leukemia/darah di ruang subarakhnoid
2. Meningitis sepsis
Meningitis yang disebabkan oleh organisme bakteri seperti Meningococcus, Stafilococcusatau Bacillus influenza
3. Meningitis tuberkulosa
Meningitis yang disebabkan oleh Bacillus tuberkel
C. ETIOLOGI
1. Infeksi melalui salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi bagian-bagian yang lain, seperti selulitis atau penekanan langsung seperti setelah cedera traumatik tulang wajah
2. Iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif (seperti pungsi lumbal) atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau TIK)
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Sakit kepala dan demam
2. Perubahan tingkat kesadaran
Disorientasi, gangguan memori : terjadi pada awal penyakit
Keadaan lanjut : letargik, responsif, koma
3. Iritasi meningen, tanda-tandanya :
Rigiditas nukal (kaku leher)
Fleksi kepala mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi yang dipaksakan menyebabkan nyeri berat.
Tanda Kernig (Kernig’s sign) positif
Ketika klien dibaringkan, dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
Tanda Brudzinki (Brudzinky sign) positif
Bila leher klien difleksikan, maka lutut dan pinggul fleksi, bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
4. Fotophobia
5. Kejang dan PTIK (Peningkatan Tekanan Intra Kranial)
Kejang terjadi akibat area fokal kortikal yang peka
TIK meningkat karena akumulasi eksudat purulent dan edema serebral, tanda-tandanya antara lain : bradikardi, nafas tidak teratur, nyeri kepala, muntah, penurunan kesadaran.
6. Ruam kulit
7. Infeksi Fulminating
Terjadi pada 10% klien dengan meningitis meningococcus
Tanda-tanda : demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan ekstremitas), shock, dan tanda-tanda DIC (Disseminata Intravascular Coagulation)
E. PENATALAKSANAAN
1. Medik
Pemberian antibiotik
LCS (Liquor Cerebro Spinalis) dan darah dikultur dan antimikroba dimulai segera
Pemberian diazepan atau kenitoin untuk mengontrol kejang
Diuretik osmotik (manitol) untuk mengobati edema serebral
2. Keperawatan
Observasi tanda-tanda vital
Pantau tekanan arteri untuk mengkaji shock
Monitor pemberian cairan IV
Monitor BB, elektrolit serum, volume dan BJ urine, serta osmolalitas urine
Monitor kebersihan kulit dan mulut, peningkatan kenyamanan dan perlindungan selama kejang dan saat koma
Isolasi pernafasan dianjurkan : 2 jam setelah dimulainya terapi antibiotik
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC, Jakarta.
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, edisi 2, Penerbit EGC, Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2000, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 1996, Nursing Interventions Classification (NIC) econd Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2002, Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications.
NANDA, 2002, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, PSIK FK UGM, Yogyakarta.
Price, S.A., et all, 1995, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Edisi 4, Penerbit EGC, Jakarta.
Soeparman, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Penerbit Gaya Baru, Jakarta.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN MENINGITIS TB
I. Identitas Diri Klien
Nama : Tn K
Umur : 67 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Karangbenda 2/02 Adipala Cilacap
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : Tidak sekolah
Pekerjaan : Petani
Lama bekerja : 60 tahun
Tgl masuk RS : 29 September 2004 jam 00.00 WIB
Tgl pengkajian : 04 Oktober 2004
Sumber informasi : status, klien, keluarga, perawat ruangan
II. Riwayat Penyakit
1. Keluhan utama saat masuk RS
kejang
2. Riwayat penyakit sekarang
3 hari SMRS os batuk, demam, dan sulit bicara.
1 hari SMRS os jatuh di sawah, saat kejadian tidak sadar, pingsan kira-kira 1 jam, setelah sadar os mengeluh sesak nafas, dan mengalami kejang.
HMRS os demam, tidak bisa diajak bicara, lemes.
3. Riwayat penyakit dahulu
Klien mulai sering kejang sejak kira-kira 5 tahun yang lalu, ada riwayat mondok, riwayat PPOM (+), terakhir mondok tanggal 17 Oktober 2003 dengan diagnosa PPOM dan hipoglikemi.
4. Diagnosa medik pada saat masuk RS
Bronkhopnemonia, PPOK, suspect meningitis.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap
Laboratorium urine
Rencana LP (Lumbal Pungsi)
Rontgent thoraks : KP duplek
Tahun 2003 klien pernah periksa CT Scan : Ventrikulo megalo
6. Tindakan yang telah dilakukan
Terapi pemasangan NGT
Pemasangan infus RL 20 tetes/menit
Diit TKTP rendah karbohidrat
Injeksi Silamox 3x1 gr
Paracetamol 3x500 mg
Lesifit 1x1 gr
Aminophilin 3x1/2 gr
Dexamethason 2x1 gr
III. Pengkajian Saat Ini
1. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Keluarga mengatakan tidak tahu secara jelas penyakit apa yang diderita klien. Klien menangis, sambil berkata, “Hidupnya nelangsa/menderita karena kondisi penyakitnya”.
2. Pola nutrisi/metabolik
Program diit RS : TKTP rendah karbohidrat
Intake makanan : klien mau makan makanan yang disediakan RS 1/3-1/2 porsi saja.
Intake minuman : minum air putih 2-3 gelas/hari. Infus RL 20 tts/mnt
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Klien mengatakan sejak MRS BAB terus-menerus di TT, frekuensi lebih dari 3 kali/hari, konsistensi cair-lunak, warna coklat kehijauan, bau khas.
b. Buang air kecil
Sejak MRS klien dipasang DC, produksi urin (+), warna kuning kemerahan (karena pengaruh obat Rifamphisin)
4. Pola aktivitas dan latihan
Kemampuan Perawatan Diri | 0 | 1 | 2 | 3 | 4 |
Makan/minum | | | | | x |
Mandi | | | | | x |
Toileting | | | | | x |
Berpakaian | | | | | x |
Mobilitas di TT | | | | | x |
Berpindah | | | | | x |
Ambulasi/ROM | | | | | x |
0 : mandiri, 1: alat bantu, 2 : dibantu orang lain, 3 : dibantu orang lain dan alat, 4 : tergantung total
Oksigenasi : ventilasi spontan, sesak nafas (-), klien mengeluh lemas.
5. Pola tidur dan istirahat
Keluarga mengatakan klien tidur hanya sekitar 3-4 jam dalam sehari, mulai pukul 22.00-05.00 WIB. Siang hari klien biasanya tidur sekitar 1-2 jam
6. Pola perceptual
Klien masih dapat melihat dengan jelas, masih dapat mendengar dengan jelas, masih dapat membedakan rasa manis, asin, pahit dan asam, klien juga dapat membedakan rasa panas, dingin, tajam dan tumpul.
7. Pola persepsi diri
Klien terkadang tiba-tiba menangis, dan mengatakan bahwa dirinya menderita/nelangsa karena sakitnya yang tidak sembuh-sembuh
8. Pola seksualitas dan reproduksi
Klien mempunyai 13 anak dari 2 istri. Istri pertama mempunyai 1 anak, kemudian meninggal, dan istri kedua mempunyai 12 anak. Klien tidak menggunakan alat kontrasepsi.
9. Pola peran dan hubungan
Komunikasi secara langsung, klien merasa mampu berbicara meskipun suaranya sangat lemah, klien mampu menjawab pertanyaan meskipun kadang jawaban tidak sesuai dengan pertanyaan. Hubungan dengan keluarga sangat dekat, nampak dengan anak-anak yang bergiliran menunggui dan merawat klien di RS.
10. Pola manajemen koping stress
Stress terbesar yang dirasakan klien adalah kondisi sakitnya yang belum sembuh-sembuh.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Klien dan keluarga mengatakan bahwa klien tidak memeluk agam tertentu, tetapi klien dan keluarga menganut kepercayaan, dan mereka tetap melakukan ritual doa kepada Tuhan untuk meminta kesembuhan bagi klien.
IV. Pemeriksaan Fisik
(Cephalokaudal)
- Keluhan utama yang dirasakan saat ini :
lemas, badan terasa sakit, kulit pantat lecet, batuk berdahak, sub febris.
- Vital sign
BP : 160/90 mmHg
Pulse : 98 x/mnt
RR : 24 x/mnt
T : 37,7 C
- BB/TB : -
- Kepala
Rambut (+), distribusi merata, bersih, tidak ada ketombe/kutu
Mata : Konjungtiva anemis (-), Sklera ikterik (-)
Pendengaran : masih dapat mendengar suara dengan jelas
Mulut : kotor, bibir : mukosa kering
- Leher : Peningkatan JVP (-), kaku kuduk (+)
- Thorak :
Jantung : Cardiomegali (-), S1-2 murni, gallop
Paru : sonor, vesikuler, RBK +/+
- Abdomen : supel, nyeri tekan (-), peristaltik (+), H/L tidak teraba, klien mengeluh kadang mules
- Inguinal : tidak ada benjolan
- Ekstremitas :
Kulit : warna sawo matang, kering, luka ekskoriasi/dikubitus di pantat
Edema (-)
Kekuatan otot : ektremitas atas : , ektremitas bawah :
V. Program Terapi
Injeksi ceftriaxon 2x1 gr
Injeksi Dexamethason 2x1 ampul
Diamox 2x1
Paracetamol k/p
RHEZ 1x3 tablet (pagi)
VI. Hasil Pemeriksaan Penunjang dan Laboratorium
Laboratorium (30 September 2004)
Urine :
Warna : kuning jernih
PH : asam
BJ : 1,025
Protein : (+)
Keton : (-)
Leukosit : 2-4/LPB
Eritrosit : 1-2/LPB
Silinder : (-)
Epitel : 0-1
Kristal : (-)
Darah :
WBC : 16,7. 103/mm3
RBC : 5,33. 106/mm3
HGB : 15,3 g/dL
HCT : 48,2 %
PLT : 335. 103/mm3
LED : 14
GD S : 76 mg/dL
SGOT : 40
SGPT : 19
Ureum : 40
Creatinin : 1/4
Gol darah : 0
Rontgent thorak AP (30 September 2004)
Bercak infiltrat tersebar di kedua paru
Sinus dan diafragma baik
Besar cor normal
Kesan : KP Duplek
ANALISA DATA
NO | DATA | PROBLEM | ETIOLOGI |
1 | DS : Keluarga mengatakan klien mulai batuk sejak 2 bulan ini DO : Klien batuk-batuk berdahak Klien tampak lemas (mobilisasi harus dibantu) Dahak kadang dikeluarkan klien, kadang ditelan kembali Pemeriksaan fisik : auskultasi paru : suara ronkhi basah Rontgent thoraks : kesan KP Duplek | Bersihan jalan nafas tidak efektif definisi : Ketidakmampuan unutk membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk mempertahankan kebersihan jalan nafas | Banyaknya mukus, Sekresi yang tertahan, Sekresi bronkhus |
2 | DS : Keluarga mengatakan selama masuk RS klien hanya tidur terlentang, klien jarang dimiringkan karena klien selalu mengeluh lemas jika bergerak DO : Kulit pantat lecet, ukuran 3x2 cm, dan 2x1 cm Jaringan luka tampak merah | Kerusakan integritas kulit definisi : Perubahan pada dermis dan epidermis | Imobilitas fisik, kemahan |
3 | DS : Klien mengeluh lemas Klien menyatakan seluruh tubuhnya terasa sakit Klien mengatakan tidak mampu untuk beraktivitas Klien mengatakan tidak mampu mengangkat kakinya DO : Klien tampak lemah Ekatrimitas bawah lemah Klien tidak mampu mengangkat kakinya secara mandiri Klien tidak mempu alih posisi secara mandiri Vital sign : TD : 160/90 mmHg, N : 96 x/mnt, RR : 24 x/mnt | Intoleransi aktivitas definisi : Ketidakcukupan energi secara fisiologis maupun psikologis untuk meneruskan atau menyelesaikan aktivitas yang diminta atau aktivitas sehari-hari | Kelemahan, tirah baring/imobilisasi |
4 | DS : Keluarga mengatakan semua kebutuhan sehari-hari klien (makan/minum, toileting, berpakaian, dll) dipenuhi oleh keluarga DO : Klien tirah baring Klien BAK dibantu dengan alat (DC) Klien BAB di atas TT, dilayani oleh keluarga Klien makan/minum disuapi Klien tidak mampu merawat dirinya sendiri | Defisit perawatan diri definisi : Gangguan kemampuan melakukan aktivitas perawatan diri sehari-hari | Kelemahan |
5 | DS : Klien mengatakan merasa sangat menderita karena kondisi sakitnya DO : Klien kadang-kadang tiba-tiba menangis Klien tampak sedih Klien lebih banyak diam dan tidur | Hopeless definisi : Pernyataan subjektif dimana seseorang memiliki keterbatasan atau tidak mempunyai alternatif atau tidak memiliki pilihan sendiri dan tidak mampu untuk menggerakkan tenaga atas kemauan sendiri | Kegagalan atau penurunan kondisi fisik yang berkepanjangan |
6 | DS : Keluarga mengatakan belum tahu secara jelas tentang penyakit yang diderita klien Keluarga menyatakan belum mendapatkan informasi tentang penyakit klien Keluarga bertanya tentang prosedur pengobatan yang harus ditempuh DO : - | Defisit Pengetahuan tentang TB Paru danMeningitis definisi : Tidak adanya atau kurangnya informasi kognitif | Kurang paparan, tidak mengenal/familiar terhadap informasi |
IMPLEMENTASI DAN CATATAN PERKEMBANGAN
Hr/Tgl | No Dx | Jam | Implementasi | Evaluasi |
Selasa 5 Okt 2004 | | | Merawat luka dikubitus Mengambil sputum untuk pemeriksaan BTA sewaktu Mengajari klien dan keluarga cara batuk efektif Mengajari klien dan keluarga cara melatih gerak pasif-aktif pada ekstremitas Memotivasi klien dan keluarga agar melakukan latihan gerak sesuai kemampuan Memotivasi keluarga untuk membantu klien meningkatkan intake cairan dan nutrisi Menjelaskan pada keluarga tentang pentingnya cairan untuk pengeluaran sputum Memeriksa tanda-tanda vital, tanda-tanda menigitis, dan suara pernafasan Mengkaji pengetahuan keluarga tentang penyakit yang diderita klien | |
Rabu | | | Merawat luka dikubitus Mengambil sputum untuk pemeriksaan BTA pagi Memotivasi keluarga untuk mengambil sputum untuk pemeriksaan BTA sewaktu (siang) Memotivasi keluarga dan klien untuk memenuhi intake nutrisi dan cairan yang adekuat Melatih gerak pada ekstremitas yang lemah Memonitor vital sign dan meningeal sign Memotivasi klien agar mempunyai semangat untuk hidup dan sembuh Mendiskusikan bersama klien dan keluarga tentang sumber-sumber pendukung yang dimiliki Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang pengobatan yang harus dijalani dan kemungkinan bperkembangan penyakitnya | |
| | | Merawat luka dikubitus Memonitor istirahat tidur, intake nutrisi dan cairan, eliminasi BAB dan BAK, kemampuan klien dalam beraktivitas Melakukan fisioterapi dada untuk pengeluaran sputum Mengajari klien dan keluarga cara melakukan fisioterapi dada Memotivasi klien agar selalu optimis Menjelaskan kepada keluarga tentang : pengertian TB dan Meningistis, tanda dan gejala, faktor resiko, cara penularan, perawatan dan pengobatan. Melakukan discharge planning : Menjelaskan perawatan luka dikubitus di rumah Menjelaskan tentang alih posisi : cara dan waktu Menjelaskan tentang pentingnya pemenuhan intake adekuat Memotivasi keluarga untuk melanjutkan pengobatan secara rutin sampai klien sembuh Memotivasi keluarga untuk melakukan latihan fisik aktif pasif secara rutin Memotivasi keluarga untuk menjaga kebersihan lingkungan yang mendukung kesembuhan klien Memotivasi | |
No comments:
Post a Comment