A. Pengertian
Keadaan dimana sel-sel neolpastik terdapat pada seluruh lapisan epitel. Perubahan pra kanker lain yang tidak sampai meligatkan seluruh lapisan epitel serviks disebut displasia yang dibagi menjadi ringan, sedang dan berat. Displasia adalah neoplasia servikal intraepitelial(CIN), tingkatannya adalah CIN 1 (displasia ringan ) CIN 2 (displasia sedang) dan CIN 3 (displasia berat dan karsinoma in situ).
B. Etiologi
Secara pasti belum diketahui penyebabnya, tetapi umumnya diderita oleh wanita dengan usia lanjut, kadang-kadang juga pada wanita yang lebih muda, juga sering terjadi pada multi gravida dengan pernah melahirkan 4 kali atau lebih, insidensi lebih tinggi pada wanita yang telah kawin aripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama pada usia amat muda (< 16 tahun ), jarang ditemukan pada perawan (virgo), insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi jika jarak persalinannya terlalu dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higiene seksual yang jelek,aktifitas seksual yang berganti-ganti pasangan), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya mendapatkan sirkumsisi, sering dijumpai pada wanita yang mengalai Human Papiloma Virus (HPV) tipe 16 atau 18, wanita perokok juga mempunyai resiko yang besar.
C. Tanda dan gejala
Pada awal perkembangannnya kanker serviks tidak memberikan tanda-tanda dan keluhan, pada pemeriksaan dengan spekulum tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasia skuamosa) yang fisiologik atau patologik.Keputihan merupakan gejala yang sering ditemukan, makin lama makin berbau busuk akibat dari infeksi dan nekrosis jaringan. Perdarahah yang dialami segera setelah sehabis senggama (perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 – 80 %). Perdarahan spontah juga dapat terjadi, umumnya pada tingkat klinik yang lebih lanjut (II atau III) terutama pada tumor yang eksofitik.Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri juga timbul sebagai akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
D. Patofisiologi
Tidak ada tanda dan gejala yang spesifik dari penyakit ini, perdarahan merupakan satu-satunya gejala yang nyata, tetapi sering tidak terjadi pada awal penyakit sehingga kanker sudah lamjut pada saat ditemukan.
CIN biasanya ditemukan pada sambungan epitel skuamosa dengan epitel kolumnar dari mukosa endoserviks.
Karsinoma serviks infasif terjadi jika tumor menembus epitel masuk kedalam stroma serviks, invasi dapat terjadi pada beberapa tempat sekaligus dimana sel-sel tumor meluas kedalam jaringan ikat dan akhirnya menembus pembuluh limfe dan vena. Karsinoma serviks infasif dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardiale dan rongga endometrium; invasi ke pembuluh limfe dan pembuluh darah dapat menyebabkan metastase ke tempat-tempat yang jauh.
Menurut FederatrionInternationale de Gynecologic et Obstretique (FIGO) stadium karsinoma serviks dibagi dalam :
Karsinoma pra-infasif
- 0 yaitu karsinoma in situ, karsinoma intraepitelial
Karsinoma infasif
- I Karsinoma terbatas pada serviks
- II Karsinoma meluas ke bawah serviks tetapi tidak sampai ke dinding panggul; melibatkan dua pertiga atas vagina
- III Karsinoma meluas ke dinding panggul; melibatkan sepertiga bawah vagina
- IV Karsinoma meluas ke mukosa kandung kemih dan rektum
Sedangkan tingkat keganasan klinik menurut FIGO, 1978 adalah sebagai berikut :
Tingkat | Kriteria |
0 | Karsinoma In Situ atau karsinoma intraepitel: membran basalis masih utuh. |
I | Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri. |
Ia | Karsinoma mikriinfasif;bila membrana basals sudah rusak dan sel tumor sudah memasuki stroma tak > 3mm, dan sel tumor tidak terdapat dalam pembuluh darah atau pembuluh limpe. *) kedalaman infasi 3 mm sebaiknya diganti dengan tak > 1 mm. |
Ib occ: | (Ib occult = Ib tersembunyi); secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan histologik ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia. |
Ib | Secara klinis sudah diduga ada tumor yang histologik menunjukan invasi ke dalam stoma serviks uteri. |
II | Proses keganasan sudah keluar dari setrviks dan menjalar ke ⅔ bagian atas vagina dan/ke parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul. |
IIa | Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infiltrat tumor. |
IIb | Penyebaran ke parametrium, uni/bilateral tetapi belum sampai ke dinding panggul |
III | Penyebaran sudah sampai ke ⅓ bagian distal vagina atau ke parametrium sampai dinding panggul. |
IIIa | Penebaran sampai ke ⅓ bagian distal vagina, sedangkan ke parametrium tidak dipersoalkan asal tidak sampai ke dinding panggul. |
IIIb | Penyebaran sudah sampai ke dinding panggul, tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan dinding panggul (frozen pelvic) atau proses pada tingkat klinik I atau II tetapi sudah ada gangguan faal ginjal. |
IV | Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mukosa rektum dan/atau kandung kemih (dibuktikan secara histologik), atau telah terjadi metastase keluar panggul atau ke tempat-tempat yang jauh. |
IV | Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah menginfiltrasi mukosa rektum dan/kandung kemih. |
IVb | Telah terjadi penyebaran jauh |
Dengan sistem TNM tingkat keganasan dapat dibagi dalam :
Tingkat | Kriteria |
T | Tak ditemukan tumor primer. |
T1S | Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ). |
T1 | Karsinoma terbatas pada serviks,(walaupun adanya perluasan ke korpus uteri) |
T1a | Pra-klinik adalah karsinoma yang menginvasif dibuktikan dengan pemeriksaan histologik. |
T1b | Secara klinis jelas karsinoma yang invasif. |
T2 | Karsinoma telah meluas sampai diluar serviks, tetapi belum sampai dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tatapi belum sampai bagian distal. |
T2a | Karsinoma belum menginviltrasi parametrium. |
T2b | Karsinoma telah menginviltrasi parametrium. |
T3 | Karsinoma telah melibatkan ⅓ bagian distal vagina atau telah mencapai dinding panggul (tak ada celah bebas antara tunor dan dinding panggul). |
NB :Adanya hidronefrosis atau gangguna faal ginjal akibat stenosis ureter karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau T2). | |
T4 | Karsinoma telah menginviltrasi mukosa rektum atau kandung kemih atau meluas sampai di luar panggul. (Ditemukan edema bullosa tidak cukup bukti untuk mengklasifikasikan sebagai T4). |
T4a | Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rektum saja dan dibuktikan secara histologik. |
T4b | Karsinoma telah meluas sampai diluar panggul. |
NB :Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukannya sebagai T4. | |
NX | Bila tidak memungkinkan untuk melakukan penilaian terhadap kelenjar limphe regional. Tanda -/+ ditambahan untuk tamgahan ada/tidak nya informasi mengenai pemeriksaan histologis, jadi: NX + atau NX -. |
N0 | Tidak adanya deformitas kelenjar limphe dapa limfografi. |
N1 | Kelenjar limphe regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukan oleh cara-cara diagnostik yang tersedia (misalnya limfografi, CT-scan panggul) |
N2 | Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas infiltrat di antara masa ini dengan tumor. |
M0 | Tidak ada metastasis berjarak jauh. |
M1 | Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limphe di atas bifurkasio arteri iliaka komunis. |
E. Kemungkinan komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang dapat dialami oleh klien dengan carsinoma uteri adalah terjadinya metastase sel-sel ganas ke dinding vagina, ligamentum kardinale, rongga endometrium serta ke organ-organ yang lain/ke tempat yang jauh, perdarahan, gagal ginjal (CRF : cronic renal failure) akibat infiltasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total.
F. Penatalaksanaan medis
1. Diagnosis
Pap smear dilakukan untuk pemeriksaan penyaring guna mendeteksi perubahan-perubahan neoplastik. Hasil apusan yang abnormal dilanjutkan dengan biopsi untuk memperoleh jaringan guna pemeriksaan sitologik. Kerena serviks biasanya tampak normal maka dipakai alat bantu kolposkopi guna mengarahkan tindakan biopsi pada daerah yang abnormal untuk mengambil sampel. Biopsi jarum pada derah yang mengalami kelainan atau biopsi kerucut pada seluruh sambungan skuamokolumnar juga dilakukan.
2. Penanganan
Stadium dini dari CIN dapat dilakukan pengangkatan seluruhnya dengan biopsi kerucut, atau dibersihkan dengan laser, kauter atau dengan bedah beku, tindakan lanjut yang teratur dan sering dilakukan untuk memantau kekambuhan lesi perlu dilakukan setelah penanganan dengan cara-cara ini.
Pada tingkat klinis (KIS) tidak dibenarkan dilakukan elektrokoagulasi atau elektrofulgerasi, bedah krio (cryosurgery) atau dengan sinar lase, kecuali bila yang menangani adalah ahli dalam kolposkopi dan penderitanya masih muda dan belum mempunyai anak.
Jika wanita tersebut merencanakan untuk tidak mempunyai anak lagi, maka dipilih penanganan dengan histerektomi yang dilanjutkan dengan tindak lanjut berupa pemeriksaan berkala dan pemeriksaan pap smear.
Penanganan karsinoma serviks infasif dapat berupa radioterapi atau histerektomi radikal dengan mengangkat uterus, tuba, ovarium, sepertiga ats dari vagina dan kelenjar limfe panggul, jika kelenjar limfe aorta juga terkena maka juga diperlukan kemoterapi. Prognosis setelah dilakukan pengobatan kanker serviks akan makin baik jika lesi ditemukan dan diobati lebih dini, tingkat harapan kesembuhan dapat mencapai 85 % untuk stadium I, 50%-50% untuk stadium II, 30% untuk stadium III dan 5-10% untuk stadium IV.
Pada kasus tertentu dimana operasi merupakan kontra indikasi, aplikasi radium dengan dosis 6500-7000 rads/cGy di titik A (setinggi 2 cm dari oue dan sejauh 2 cm dari sumbu uterus)tanpa penambahan penyinaran luar dapat dilakukan.
Pada tingkat klinik Ia, umumnya dianggap dan ditangani sebagai kanker yang invasif, bila kedalaman invasif kurang dari atau hanya 1 mm dan tidak meliputi area yang luas dan tidak melibatkan pembuluh darah atau limfe, penangananya dilakukan seperti pada KIS di atas.
Pada klinik Ib. Ib occ. Dan Iia dilakukan histerektomi tadikal dengan limfadenektomi panngul. Paska bedah biasanya dilanjutkan penyinaran, tergantung ada/tidaknya sel tumor dalam kelenjar limfa regional yang diangkat.
Pada tingkat Iib,III, dan IV tidak dibenarkan melakukan tindakan bedah, untuk ini primer adalah radioterapi. Sebaiknya kasus dengan karsinoma serviks selekasnya dikirim ke pusat penaggulangan kanker.
Pada tingkat klinik IVa dan IVb penyinaran hanya bersifat paliatif. Pemberian khemotherapi dapat dipertimbangakan. Pada penyakit yang kambuh satu tahun sesudah penanganan lengkap dapat dilakukan operasi jika terapi terdahulu adalah radiasi dan prosesnya masih terbatas padan panggul, bilamana prosesnya sudah jauh atau operasi tak mungkin dilakuakn, harus dipilih khemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi, untuk ini tak digunakan sitostastika tunggal tetapi berbentuk regimen yang terdiri dari kombinasi beberapa sitostatika (polokhemoterapi). Jika terapi terdahulu adalah operasi sebaiknya dilakukan penyinaran bila prosesnya masih terbatas dalam panggul (lokoregional), sedangkan kalau penyinaran tidak memungkinkan atau proses penyebarannya sudah lanjut maka dipilih polikhemoterapi bila syarat-syaratnya terpenuhi.
3. Kemoterapi
Merupakan bentuk pengobatan kanker dengan menggunakan obat sitostatika yaitu suatu zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker.
a. Prinsip kerja obat kemoterapi (sitostatika) terhadap kanker.
Sebagian besar obat kemoterapi (sitostatika) yang digunakan saat ini bekerja terutama terhadap sel-sel kanker yang sedang berproliferasi, semakin aktif sel-sel kanker tersebut berproliferasi maka semakin peka terhadap sitostatika hal ini disebut Kemoresponsif, sebaliknya semakin lambat prolifersainya maka kepekaannya semakin rendah , hal ini disebut Kemoresisten.
Obat kemoterapi ada beberapa macam, diantaranya adalah :
1) Obat golongan Alkylating agent, platinum Compouns,dan Antibiotik Anthrasiklin obst golongsn ini bekerja dengan antara lain mengikat DNA di inti sel, sehingga sel-sel tersebut tidak bisa melakukan replikasi.
2) Obat golongan Antimetabolit, bekerja langsung pada molekul basa inti sel, yang berakibat menghambat sintesis DNA.
3) Obat golongan Topoisomerase-inhibitor, Vinca Alkaloid, dan Taxanesbekerja pada gangguan pembentukan tubulin, sehingga terjadi hambatan mitosis sel.
4) Obat golongan Enzim seperti, L-Asparaginase bekerja dengan menghambat sintesis protein, sehingga timbul hambatan dalam sintesis DNA dan RNA dari sel-sel kanker tersebut.
b. Pola pemberian kemoterapi
1) Kemoterapi Induksi
Ditujukan untuk secepat mungkin mengecilkan massa tumor atau jumlah sel kanker, contoh pada tomur ganas yang berukuran besar (Bulky Mass Tumor) atau pada keganasan darah seperti leukemia atau limfoma, disebut juga dengan pengobatan penyelamatan.
2) Kemoterapi Adjuvan
Biasanya diberikan sesudah pengobatan yang lain seperti pembedahan atau radiasi, tujuannya adalah untuk memusnahkan sel-sel kanker yang masih tersisa atau metastase kecil yang ada (micro metastasis).
3) Kemoterapi Primer
Dimaksudkan sebagai pengobatan utama pada tumor ganas, diberikan pada kanker yang bersifat kemosensitif, biasanya diberikan dahulu sebelum pengobatan yang lain misalnya bedah atau radiasi.
4) Kemoterapi Neo-Adjuvan
Diberikan mendahului/sebelum pengobatan /tindakan yang lain seperti pembedahan atau penyinaran kemudian dilanjutkan dengan kemoterapi lagi. Tujuannya adalah untuk mengecilkan massa tumor yang besar sehingga operasi atau radiasi akan lebih berhasil guna.
c. Cara pemberian obat kemoterapi.
1) Intra vena (IV)
Kebanyakan sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar 2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat tetesannya.
2) Intra tekal (IT)
Diberikan ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak (liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C.
3) Radiosensitizer, yaitu jenis kemoterapi yang diberikan sebelum radiasi, tujuannya untuk memperkuat efek radiasi, jenis obat untukl kemoterapi ini antara lain Fluoruoracil, Cisplastin, Taxol, Taxotere, Hydrea.
4) Oral
Pemberian per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®, Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®.
5) Subkutan dan intramuskular
Pemberian sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
6) Topikal
7) Intra arterial
8) Intracavity
9) Intraperitoneal/Intrapleural
Intraperitoneal diberikan bila produksi cairan acites hemoragis yang banyak pada kanker ganas intra-abdomen, antara lain Cisplastin. Pemberian intrapleural yaitu diberikan kedalam cavum pleuralis untuk memusnahkan sel-sel kanker dalam cairan pleura atau untuk mengehntikan produksi efusi pleura hemoragis yang amat banyak , contohnya Bleocin.
d. Tujuan pemberian kemoterapi.
1) Pengobatan.
2) Mengurangi massa tumor selain pembedahan atau radiasi.
3) Meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup.
4) Mengurangi komplikasi akibat metastase.
e. Persiapan dan Syarat kemoterapi.
1) Persiapan
Sebelum pengotan dimulai maka terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan yang meliputi:
a) Darah tepi; Hb, Leuko, hitung jenis, Trombosit.
b) Fungsi hepar; bilirubin, SGOT, SGPT, Alkali phosphat.
c) Fungsi ginjal; Ureum, Creatinin dan Creatinin Clearance Test bila serim creatinin meningkat.
d) Audiogram (terutama pada pemberian Cis-plastinum)
e) EKG (terutama pemberian Adriamycin, Epirubicin).
2) Syarat
a) Keadaan umum cukup baik.
b) Penderita mengerti tujuan dan efek samping yang akan terjadi, informed concent.
c) Faal ginjal dan hati baik.
d) Diagnosis patologik
e) Jenis kanker diketahui cukup sensitif terhadap kemoterapi.
f) Riwayat pengobatan (radioterapi/kemoterapi) sebelumnya.
g) Pemeriksaan laboratorium menunjukan hemoglobin > 10 gram %, leukosit > 5000 /mm³, trombosit > 150 000/mm³.
f. Efek samping kemoterapi.
Umumnya efek samping kemoterapi terbagi atas :
1. Efek amping segera terjadi (Immediate Side Effects) yang timbul dalam 24 jam pertama pemberian, misalnya mual dan muntah.
2. Efek samping yang awal terjadi (Early Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa minggu kemudian, misalnya netripenia dan stomatitis.
3. Efek samping yang terjadi belakangan (Delayed Side Effects) yang timbul dalam beberapa hari sampai beberapa bulan, misalnya neuropati perifer, neuropati.
4. Effek samping yang terjadi kemudian ( Late Side Effects) yang timbul dalam beberapa bulan sampai tahun, misalnya keganasan sekunder.
Intensitas efek samping tergantung dari karakteristik obat, dosis pada setiap pemberian, maupun dosis kumulatif, selain itu efek samping yang timbul pada setiap penderita berbeda walaupun dengan dosis dan obat yang sama, faktor nutrisi dan psikologis juga mempunyai pengaruh bermakna.
Efek samping yang selalu hampir dijumpai adalah gejala gastrointestinal, supresi sumsum tulang, kerontokan rambut. Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare, konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis, mual dan muntah biasanya timbul selang beberapa lama setelah pemberian sitostatika dab berlangsung tidak melebihi 24 jam.
Gejala supresi sumsum tulang terutama terjadinya penurunan jumlah sel darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel darah merah (anemia), supresi sumsum tulang belakang akibat pemberian sitistatika dapat terjadi segera atau kemudian, pada supresi sumsum tulang yang terjadi segera, penurunan kadar leukosit mencapai nilai terendah pada hari ke-8 sampai hari ke-14, setelah itu diperlukan waktu sekitar 2 hari untuk menaikan kadar laukositnya kembali. Pada supresi sumsum tulang yang terjadi kemudian penurunan kadar leukosit terjadi dua kali yaitu pertama-tama pada minggu kedua dan pada sekitar minggu ke empat dan kelima. Kadar leukosit kemudian naik lagi dan akan mencapai nilai mendekati normal pada minggu keenam. Leukopenia dapat menurunkan daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang terus-menerus/ berlabihan bila terjadi erosi pada traktus gastrointestinal.
Kerontokan rambut dapat bervariasi dari kerontokan ringan dampai pada kebotakan. efek samping yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting adalah kerusakan otot jantung, sterilitas, fibrosis paru, kerusakan ginjal, kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf, gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat mengakibatkan terjadinya kanker baru.
Kardiomiopati akibat doksorubin dan daunorubisin umumnya sulit diatasi, sebagian besar penderita meninggal karena “pump failure”, fibrosis paru umumnya iireversibel, kelainan hati terjadi biasanya menyulitkan pemberian sitistatika selanjutnya karena banyak diantaranya yang dimetabolisir dalam hati, efek samping pada kulit, saraf, uterus dan saluran kencing relatif kecil dan lebih mudah diatasi.
G. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah :
1. Nyeri kronik berhubungan dengan pertumbuhan tumor.
2. Nyeri akut berhubungan dengan aktual atau potensual kerusakan jaringan akibat metastase tumor.
3. PK: Perdarahan
4. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
5. Mual berhubungan dengan kemotherapi
Daftar Pustaka
Bulecheck, 1996, Nursing Intervention Classification(NIC), Mosby-Year Book, USA
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses Definition dan Classification, Philadelpia
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
Saifudin, A. dkk, 2002, Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, YBP-SP, Jakarta.
Wiknjosastro, H. dkk, 2002, Ilmu Kebidanan, YBP-SP, Jakarta.
Wiknjosastro, H.dkk, 1999, Ilmu Kandungan, YBP-SP, Jakarta.
WwwI.Us.Elsevierhealth.Com, 2004, Nursing Diagnosis : A Guide to Planning Care, fifth Edition.
No comments:
Post a Comment