PENGERTIAN
Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja.
C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa lambung atau usus.
Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair.
Hendarwanto (1999), diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi.
Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari.
Ngastiyah (1997), diare ialah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah.
Jadi diare dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
PEMBAGIAN DIARE
Diare Akut.
à Diare yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam sampai 7 atau 14 hari.
Penyebab utamanya adalah bakteri, parasit maupun virus. Penyebab lain: toksin dan obat, nutrisi enteral diikuti puasa yang berlangsung lama, kemoterapi dan berbagai kondisi lainnya.
- Diare Kronik.
à Diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu. Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak ditetapkan batas waktu dua minggu.
Proses terjadinya diare dipengaruhi dua hal pokok, yaitu konsistensi feses dan motilitas usus, umumnya terjadi akibat pengaruh keduanya.
ETIOLOGI
Ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
© Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
© Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
© Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
© Kurang kalori protein.
© Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Diare juga dapat disebabkan oleh faktor psikologi, misalnya ketakutan atau jenis-jenis stress tertentu yang diperantarai oleh stimulasi usus oleh saraf para simpatis.
Juga terdapat jenis diare yang ditandai oleh pengeluaran feses dalam jumlah kecil tapi sering. Penyebab diare jenis ini anatara lain adalah Kolitis Ulserativa dan penyakit Crohn. Kedua penyakit ini memiliki komponen fisik dan psikologik.
PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah:
Gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak gangguan gizi.
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
MANIFESTASI KLINIS
Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial dan wiata.
Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat hipovokanik.
Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan cepat dan dalam. (Kusmaul).
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan tinja:
¨ Makroskopis dan mikroskopis
¨ PH dan kadar gula dalam tinja
¨ Bila perlu diadakan uji bakteri
Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
KOMPLIKASI
Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
Renjatan hipovolemik.
Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektro kardiagram).
Hipoglikemia.
Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa, usus halus.
Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
Malnutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.
DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan:
Kehilangan berat badan
Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
PENATALAKSANAAN MEDIS
Dasar pengobatan diare adalah:
Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
Untuk bayi berat badan lahir rendah: Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO 3 1½ %).
Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat, yaitu:
1. Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah dehidrasi dengan segala akibatnya.
2. Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung dengan cara/rumus:
- Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma - 1,025
———————- x BB x 4 ml
0,001
- Metode Pierce:
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
ª diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
ª diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
ª diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
3. Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4. Jadwal pemberian cairan
Jadwal rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.
ASUHAN KEPERAWATAN DIARE
I. PENGKAJIAN
Keluhan Utama : Buang air berkali-kali dengan konsistensi encer.
- Riwayat Kesehatan Sekarang: Pada umumnya anak masuk Rumah Sakit dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik disertai atau tanpa dengan muntah, tinja dpat bercampur lendir dan atau darah, keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala penurunan kesadaran.
- Riwayat Kesehatan Masa Lalu: meliputi pengkajian riwayat :
a. Feeding Air susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal makan/jumlahnya, pengenalan makanan lunak pada usia 4-6 bulan, peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding (vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen lain.
b. Penyakit sebelumnya Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan penyakit, penyembuhan, kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
c. Obat-obat terakhir yang didapat : Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
4. Pemeriksaan Fisik :
- Tanda-tanda vital
Suhu badan : mengalami peningkatan
Nadi : cepat dan lemah
Pernafasan : frekuensi nafas meningkat
Tekanan darah : menurun
- Antropometri
Pemeriksaan antropometri meliputi berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut. Pada anak dengan diare mengalami penurunan berat badan.
- Pernafasan
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.
- Cardiovasculer: Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
- Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer
- Perkemihan: Volume diuresis menurun.
- Muskuloskeletal: Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
- Integumen: lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek
- Endokrin: Tidak ditemukan adanya kelaianan.
- Penginderaan: Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
- Reproduksi: Tidak mengalami kelainan.
- Neorologis: Dapat terjadi penurunan kesadaran.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas (mual).
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik usus.
Nyeri (akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Kecemasan keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya
Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b.d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Kecemasan anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru
III. INTERVENSI
Dx : Kekurangan volume cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah
serta intake terbatas (mual)
Tujuan : Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada tanda-tanda dehidrasi
Intervensi
Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi
Pantau intake dan output. Sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.
Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti.
Kaji tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
Menilai status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa
Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif Pemberian obat-obatan secara kausal penting
setelah penyebab diare diketahui
Dx : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien
dan peningkatan peristaltik usus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera badan
Intervensi
Pertahankan tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
R à Menurunkan kebutuhan metabolik
Pertahankan status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
R à Pembatasan diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik sehingga terjadi kekurangan nutrisi. Pemberian makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
Bantu pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet
R àMemenuhi kebutuhan nutrisi klien
Kolaborasi pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
R à Mengistirahatkan kerja gastrointestinal dan mengatasi / mencegah kekurangan
nutrisi lebih lanjut
Dx : Nyeri (akut) b/d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Tujuan : Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal
Intervensi
Atur posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
R à Menurunkan tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri
Lakukan aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan kompres hangat abdomen
R à Meningkatkan relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan kemampuan koping
Bersihkan area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan perawatan kulit
R à Melindungi kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi
Kolaborasi pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
R à Analgetik sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI dapat diberikan sesuai indikasi klinis
Kaji keluhan nyeri dengan Visual Analog Scale (skala 1-5), perubahan karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan non verbal
R à Mengevaluasi perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya
Tujuan : Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.
Intervensi
Dorong keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang mekanisme koping yang tepat.
R à Membantu mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah
Tekankan bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua klien yang anaknya mengalami masalah yang sama
R à Membantu menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang mengalami masalah yang demikian
Ciptakan lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu klien.
R à Mengurangi rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan
Dx : Kurang pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan kognitif.
Tujuan : Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan anaknya, serta mampu
mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Intervensi
Kaji kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang penyakit dan perawatan anaknya.
R à Efektivitas pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang pengetahuan sebelumnya.
Jelaskan tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.
R à Pemahaman tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien dan keluarga dalam proses perawatan klien
Jelaskan tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek samping yang mungkin timbul
R à Meningkatkan pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.
Jelaskan dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi
R à Meningkatkan kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri anaknya
Dx: Kecemasan anak b.d Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru
Tujuan : Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan tanda-tanda
kenyamanan
Intervensi
Anjurkan pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam perawatn yang dilakukan
R à Mencegah stres yang berhubungan dengan perpisahan
Berikan sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin
R à Memberikan rasa nyaman dan mengurangi stress
Lakukan stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat perkembangan klien
R à Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan secara optimun
DAFTAR PUSTAKA
- Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi 2004, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta.
- Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga, Arif Mansjoer dkk, Jakarta : Media Aesculapius, 2000.
- Patofisiologi, Elizabeth J. Corwin, EGC Jakarta, 2000.
- Price & Wilson 1995, Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta
No comments:
Post a Comment