detik-detik 'bunuh diri' Profesor Craig Ewert , 59 thn |
Pertama kali di dunia, seorang yang menjalani euthanasia (bunuh diri dibantu medis) disiarkan British TV. Swiss memang merupakan satu satunya negara di dunia yang melegalkan euthanasia atau bunuh diri yang dilakukan atas permintaan baik pasien atau kaluarga karena suatu sebab yg tak dapat dielakkan.
Adalah Profesor Craig Ewert (59) yang mengambil langkah euthanasia yg kontroversial itu setelah merasa putus asa karena penyakit yg dideritanya.
Profesor Craig menjalani euthanasia di sebuah klinik euthanasia di Swiss. Keberadaan klinik yang dikelola oleh seorang Swis kelompok Dignitas, sampai saat ini masih menjadi kontroversial. Detik-detik euthanasia profesor Craig ini, akan menjadi peristiwa euthanasia pertama di dunia yg disiarkan televisi, besok malam.
Craig pun akhirnya meninggal dengan tenang dengan sang istri disampingnya, setelah meminum obat menenang dosis tinggi dan satu persatu peralatan medis termasuk mesin penopang hidupnya dilepaskan. Para pemirsa British TV besok akan menyaksikan peristiwa tragis nan memilukan bagaimana seorang manusia yg sudah putus asa dan memutuskan mengakhiri hidupnya.
Keputusan menayangkan peristiwa euthanasia lewat televisi ini mendapat tentangan keras dari masyarakat yg kontra-euthanasia. Kelompok penentang ini berkampanye menyebut berapa berharganya kehidupan ini dan tak pantas manusia memutuskan begitu saja. Tapi Craig, ayah dua anak, sudah memutuskan yg terbaik bagi dirinya. Dia tidak ingin semuanya berlarut-larut. Dia merasa sangat menderita apalagi neurone telah mulai melumpuhkan seluruh badannya.
Film dokumenter mengharukan menunjukkan Craig dan Mary, istrinya, 37 tahun, membicarakan tentang latar belakang keputusan Craig yg ingin euthanasia. Mary tak bisa berbuat apapun lagi, setelah keputusan itu dibuat, Dia pun tau betapa menderitanya suaminya ini.
Film dokumenter itu menjadi makin mengharukan ketika Mary memberi ciuman sayang terakhir pada suaminya. Tak lama kemudian, Craig pun menutup matanya, ventilator untuk bantu pernafasan yg berada di mulutnya pun dimatikan.Detail detik-detik 'mencekam' ini disorot secara jelas dan bakal mengaduk-aduk perasaan pemirsa.
Percakapan pada menit-menit sebelum kematiannya, juga disiarkan, di mana Mary berkata. "Saya sangat mencintaimu. Selamat jalan sayang, sampai bertemu kelak," ungkap Mary dengan suara terbata bata. Dalam film ini awalnya dibuka dengan perjalanan pasangan Craig dan Mary dari Harrogate, Yorkshire, sewaktu melakukan persiapan akhir.
Craig menggambarkan badannya sebagai 'kuburan hidup' dan mengatakan dia menyambut baik eutanasia sebagai pilihanuntuk mengakhiri hidupnya. Dia mengatakan: "Saya lelah dengan penyakit ini tetapi saya tidak lelah hidup. Saya menikmati kehidupan tapi karena ini (penyakit) saya tidak bisa lagi (hidup). Saya memilih mengakhirinya daripada tersiksa seumur hidup. Saya tidak bisa mengambil risiko (mempertahankan hidup dlm kondisi demikian)."
"Kalau anda betul-betul lumpuh dan tidak bisa berbicara, bagaimana anda bisa menyampaikan pada seseorang bahwa anda sedang menderita? Ini bisa menjadi 'neraka sempurna'.
Tayangan Euthanasia Dikecam
John Beyer,salah satu direktur pengawas siaran televisi, group Mediawatch-UK, mengecam keras keputusan British TV yang akan menyiarkan langsung detik-detik kematian Craig.Program ini dikhawatirkan akan mempengaruhi penderita lain untuk melakukan langkah serupa.
Meski demikian diakuinya, pihaknya tidak bisa menghentikan atau mengahalangi penayangan film itu, kecuali mereka (pembuat film) melakukan hal2 yg melanggar. Misalnya, bila penyiarannya tidak netral (seperti mempromosikan euthanasia), penyelenggara program bisa terkena sanksi. Karena sebagai 'penyiar harus tetap netral, kalau tidak mereka akan mempengaruhi penderita lain untuk mengambil tindakan serupa."Inilah yang menjadi kegelisahan saya atas keputusan menyiarkan kematian Craig," ujar John Beyer.
Craig mempunyai dua anak, Katrina, 33, dan Ivan, 35, yang pindah ke Yorkshire, Inggris dari Amerika tempat mereka tinggal selama ini, saat menerima pensiun awal. Tetapi pada April 2006 Craig didiagnosa menderita MND, kondisi sama dengan yg dialami Profesor Stephen Hawking, di mana kesempatan hidup hanya antara 2-5 tahun.
Tetapi, ternyata penyakit itu berkembang lebih cepat dari perkiraan semula. Kaki Craig lumpuh, sangat tergantung pada kursi roba dan perawatan penuh istrinya. Ia juga harus menggunakan alat bantu pernafasan. Penyakit itu berkembang semakin parah dan membuatnya tak bisa melakukan apapun sendiri. Penderitaan yg tak tertahankan ini membuat Craig memutuskan mengakhiri hidupnya.
'Bunuh Diri' Craig Bayar 3.000 Pounsterling
Untuk tindakan 'bunuh diri' itu Craig harus membayar 3.000 poundsterling atw Rp 51 juta (kurs Rp 17.000) pada klinik euthanasia swiss. Pembayaran itu sudah termasuk mengkremasi jenazahnya dan mengirim abu Craig ke Inggris. Craig meninggal di Zurich, Swiss 26 September 2006, hanya lima bulan setelah dia divonis menderita MND.
Craig meninggal 45 menit sesudah ia meminum obat penenang dosis tinggi dan ventilator dimatikan. Tiga hari sebelum kematiannya ia menjelaskan kenapa ia memilih melakukan euthanasia. Menurutnya, itu dilakukan untuk menghindari penderitaan yg tak perlu buat dirinya juga keluarga yg menyayanginya.
Dia memutuskan tindakan itu setelah melihat catatan tentang turis bunuh diri di sana (klinik). Saat itu ada dua pilihan, mengikuti jejak itu atau tidak. Anda tahu, saya juga takut melakukannya. tetapi kalau saya tidak melakukannya, saya akan menderita juga keluarga saya. Jadi saya harus memilih, kematian atau penderitaan.
"Ada pendapat yg mengatakan bahwa bunuh diri itu salah. Tuhan melarangnya. Kamu tidak dapat mempermainkan Tuhan dengan mengambil hidupmu.Tapi bila seseorang memutuskan mengambil hidupnya ia pastinya mempunyai alasan untuk itu dan memang sudah waktunya. Kita tidak dapat berpendapat itu alasan baik atau tidak, tapi hal itu adalah hidup orang.
Faktanya, sekarang saya tahu kapan saya akan mati. Saya senang telah melakukannya.
Tak Ingin Didampingi Anak
Craig tidak ingin anak-anaknya, Katrina dan Ivan, melihat dia melakukan itu (euthanasia). Karenanya dia melarang mereka untuk datang ke Zurich Craig takut kalau keduanya hadir saat dia menjalani keputusan akhirnya itu, hatinya akan merasa berat meninggalkan mereka. Dia ingin 'pergi' dengan tenang. Kedua anaknya hanya boleh mengunjunginya di Inggris setelah ia didiagnosa penyakit itu.
Namun sebelum ke Zurich dia sempat berbicara dengan kedua anaknya itu. "Saya sebenarnya tidak mau ayah saya mengambil tindakan itu. Tapi ayah sudah memutuskan hidupnya. Ayah melarang kami ke sana (zurich). Padahal saya ingin sekali.Ayah saya adalah orang yg baik dan saya sangat mencintainya. Saya akan merindukan dia," ungkap Katrina berlinang air mata.
Ivan menambahkan," Ayah orang yang penuh pengertian, dan dia tahu kalau saya sangat mencintainya. Saya bangga menjadi anaknya," ungkapnya.
Film dokumenter itu dibuat oleh pemenang Oscar, John Zaritsky dari Kanada. John mendapat akses ke organisasi Digitas (pemilik klinik euthanasia), yang telah 'menolong' lebih dari 700 orang dari 25 negara untuk bunuh diri, sejak 1999.
Swiss adalah satu-satunya negara di dunia yg melegalkan euthanasia. Besok jam 21.00 dalam program acara Sky Real Lives peristiwa ini akan disiarkan. Sesuai undang-undang, jika bukan warga negara maka yg bersangkutan harus melakukannya sendiri, termasuk minum obat maut itu.***
http://www.dailymail.co.uk/news/article-1093091/British-TV-viewers-shown...
Adalah Profesor Craig Ewert (59) yang mengambil langkah euthanasia yg kontroversial itu setelah merasa putus asa karena penyakit yg dideritanya.
Profesor Craig menjalani euthanasia di sebuah klinik euthanasia di Swiss. Keberadaan klinik yang dikelola oleh seorang Swis kelompok Dignitas, sampai saat ini masih menjadi kontroversial. Detik-detik euthanasia profesor Craig ini, akan menjadi peristiwa euthanasia pertama di dunia yg disiarkan televisi, besok malam.
Craig pun akhirnya meninggal dengan tenang dengan sang istri disampingnya, setelah meminum obat menenang dosis tinggi dan satu persatu peralatan medis termasuk mesin penopang hidupnya dilepaskan. Para pemirsa British TV besok akan menyaksikan peristiwa tragis nan memilukan bagaimana seorang manusia yg sudah putus asa dan memutuskan mengakhiri hidupnya.
Keputusan menayangkan peristiwa euthanasia lewat televisi ini mendapat tentangan keras dari masyarakat yg kontra-euthanasia. Kelompok penentang ini berkampanye menyebut berapa berharganya kehidupan ini dan tak pantas manusia memutuskan begitu saja. Tapi Craig, ayah dua anak, sudah memutuskan yg terbaik bagi dirinya. Dia tidak ingin semuanya berlarut-larut. Dia merasa sangat menderita apalagi neurone telah mulai melumpuhkan seluruh badannya.
Film dokumenter mengharukan menunjukkan Craig dan Mary, istrinya, 37 tahun, membicarakan tentang latar belakang keputusan Craig yg ingin euthanasia. Mary tak bisa berbuat apapun lagi, setelah keputusan itu dibuat, Dia pun tau betapa menderitanya suaminya ini.
Film dokumenter itu menjadi makin mengharukan ketika Mary memberi ciuman sayang terakhir pada suaminya. Tak lama kemudian, Craig pun menutup matanya, ventilator untuk bantu pernafasan yg berada di mulutnya pun dimatikan.Detail detik-detik 'mencekam' ini disorot secara jelas dan bakal mengaduk-aduk perasaan pemirsa.
Percakapan pada menit-menit sebelum kematiannya, juga disiarkan, di mana Mary berkata. "Saya sangat mencintaimu. Selamat jalan sayang, sampai bertemu kelak," ungkap Mary dengan suara terbata bata. Dalam film ini awalnya dibuka dengan perjalanan pasangan Craig dan Mary dari Harrogate, Yorkshire, sewaktu melakukan persiapan akhir.
Craig menggambarkan badannya sebagai 'kuburan hidup' dan mengatakan dia menyambut baik eutanasia sebagai pilihanuntuk mengakhiri hidupnya. Dia mengatakan: "Saya lelah dengan penyakit ini tetapi saya tidak lelah hidup. Saya menikmati kehidupan tapi karena ini (penyakit) saya tidak bisa lagi (hidup). Saya memilih mengakhirinya daripada tersiksa seumur hidup. Saya tidak bisa mengambil risiko (mempertahankan hidup dlm kondisi demikian)."
"Kalau anda betul-betul lumpuh dan tidak bisa berbicara, bagaimana anda bisa menyampaikan pada seseorang bahwa anda sedang menderita? Ini bisa menjadi 'neraka sempurna'.
Tayangan Euthanasia Dikecam
John Beyer,salah satu direktur pengawas siaran televisi, group Mediawatch-UK, mengecam keras keputusan British TV yang akan menyiarkan langsung detik-detik kematian Craig.Program ini dikhawatirkan akan mempengaruhi penderita lain untuk melakukan langkah serupa.
Meski demikian diakuinya, pihaknya tidak bisa menghentikan atau mengahalangi penayangan film itu, kecuali mereka (pembuat film) melakukan hal2 yg melanggar. Misalnya, bila penyiarannya tidak netral (seperti mempromosikan euthanasia), penyelenggara program bisa terkena sanksi. Karena sebagai 'penyiar harus tetap netral, kalau tidak mereka akan mempengaruhi penderita lain untuk mengambil tindakan serupa."Inilah yang menjadi kegelisahan saya atas keputusan menyiarkan kematian Craig," ujar John Beyer.
Craig mempunyai dua anak, Katrina, 33, dan Ivan, 35, yang pindah ke Yorkshire, Inggris dari Amerika tempat mereka tinggal selama ini, saat menerima pensiun awal. Tetapi pada April 2006 Craig didiagnosa menderita MND, kondisi sama dengan yg dialami Profesor Stephen Hawking, di mana kesempatan hidup hanya antara 2-5 tahun.
Tetapi, ternyata penyakit itu berkembang lebih cepat dari perkiraan semula. Kaki Craig lumpuh, sangat tergantung pada kursi roba dan perawatan penuh istrinya. Ia juga harus menggunakan alat bantu pernafasan. Penyakit itu berkembang semakin parah dan membuatnya tak bisa melakukan apapun sendiri. Penderitaan yg tak tertahankan ini membuat Craig memutuskan mengakhiri hidupnya.
'Bunuh Diri' Craig Bayar 3.000 Pounsterling
Untuk tindakan 'bunuh diri' itu Craig harus membayar 3.000 poundsterling atw Rp 51 juta (kurs Rp 17.000) pada klinik euthanasia swiss. Pembayaran itu sudah termasuk mengkremasi jenazahnya dan mengirim abu Craig ke Inggris. Craig meninggal di Zurich, Swiss 26 September 2006, hanya lima bulan setelah dia divonis menderita MND.
Craig meninggal 45 menit sesudah ia meminum obat penenang dosis tinggi dan ventilator dimatikan. Tiga hari sebelum kematiannya ia menjelaskan kenapa ia memilih melakukan euthanasia. Menurutnya, itu dilakukan untuk menghindari penderitaan yg tak perlu buat dirinya juga keluarga yg menyayanginya.
Dia memutuskan tindakan itu setelah melihat catatan tentang turis bunuh diri di sana (klinik). Saat itu ada dua pilihan, mengikuti jejak itu atau tidak. Anda tahu, saya juga takut melakukannya. tetapi kalau saya tidak melakukannya, saya akan menderita juga keluarga saya. Jadi saya harus memilih, kematian atau penderitaan.
"Ada pendapat yg mengatakan bahwa bunuh diri itu salah. Tuhan melarangnya. Kamu tidak dapat mempermainkan Tuhan dengan mengambil hidupmu.Tapi bila seseorang memutuskan mengambil hidupnya ia pastinya mempunyai alasan untuk itu dan memang sudah waktunya. Kita tidak dapat berpendapat itu alasan baik atau tidak, tapi hal itu adalah hidup orang.
Faktanya, sekarang saya tahu kapan saya akan mati. Saya senang telah melakukannya.
Tak Ingin Didampingi Anak
Craig tidak ingin anak-anaknya, Katrina dan Ivan, melihat dia melakukan itu (euthanasia). Karenanya dia melarang mereka untuk datang ke Zurich Craig takut kalau keduanya hadir saat dia menjalani keputusan akhirnya itu, hatinya akan merasa berat meninggalkan mereka. Dia ingin 'pergi' dengan tenang. Kedua anaknya hanya boleh mengunjunginya di Inggris setelah ia didiagnosa penyakit itu.
Namun sebelum ke Zurich dia sempat berbicara dengan kedua anaknya itu. "Saya sebenarnya tidak mau ayah saya mengambil tindakan itu. Tapi ayah sudah memutuskan hidupnya. Ayah melarang kami ke sana (zurich). Padahal saya ingin sekali.Ayah saya adalah orang yg baik dan saya sangat mencintainya. Saya akan merindukan dia," ungkap Katrina berlinang air mata.
Ivan menambahkan," Ayah orang yang penuh pengertian, dan dia tahu kalau saya sangat mencintainya. Saya bangga menjadi anaknya," ungkapnya.
Film dokumenter itu dibuat oleh pemenang Oscar, John Zaritsky dari Kanada. John mendapat akses ke organisasi Digitas (pemilik klinik euthanasia), yang telah 'menolong' lebih dari 700 orang dari 25 negara untuk bunuh diri, sejak 1999.
Swiss adalah satu-satunya negara di dunia yg melegalkan euthanasia. Besok jam 21.00 dalam program acara Sky Real Lives peristiwa ini akan disiarkan. Sesuai undang-undang, jika bukan warga negara maka yg bersangkutan harus melakukannya sendiri, termasuk minum obat maut itu.***
http://www.dailymail.co.uk/news/article-1093091/British-TV-viewers-shown...
No comments:
Post a Comment