Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organoization/ILO) menyiapkan standard internasional untuk pekerja rumah tangga (PRT).
Dalam rapat konsultasi nasional mengenai penetapan standard bagi PRT di Jakarta, Rabu, Direktur ILO Jakarta Alan Boulton mengatakan, selama ini PRT belum dianggap sebagai pekerja dan mendapatkan hak yang sama dengan pekerja di bidang lain.
“Walaupun perannya penting, mereka tidak masuk dalam legislasi baik di Indonesia maupun di negara lain di dunia. Mereka tidak dianggap sebagai pekerja, kontribusi mereka juga tidak diperhitungkan dan hak mereka diabaikan,” katanya.
Kondisi tersebut, dia melanjutkan, membuat PRT rentan tereksploitasi.
“Itu membuat penetapan standard ini menjadi penting. Standard ini diharapkan bisa memberikan perlindungan bagi PRT yang bekerja di dalam maupun di luar negeri,” katanya.
Perwakilan serikat pekerja yang menghadiri rapat konsultasi nasional itu menyambut baik rencana ILO menetapkan standard internasional bagi PRT.
“Kami prihatin melihat banyaknya kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga yang ada di dalam maupun di luar negeri. Mereka juga pekerja, jadi seharusnya pemerintah juga memikirkan nasib mereka,” kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Mathias Tambing.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sulistri menambahkan, selama ini PRT tidak punya sistem kerja yang jelas karena belum ada aturan ataupun standar tentang pekerjaan dan hak mereka.
Penetapan standard internasional dan nasional bagi pekerja rumah tangga, kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Thamrin Mosii, akan memberikan perlindungan dan kejelasan status bagi pekerja domestik.
“Jadi nanti ada kejelasan tentang apa definisi pekerjaan mereka, apa hak dan kewajiban mereka,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Djimanto juga menambahkan, standar bagi pekerja rumah tangga juga diperlukan sebagai acuan untuk menetapkan remunerasi bagi pekerja rumah tangga.
Pemerintah pun menyambut baik rencana penetapan standar bagi pekerja rumah tangga.
Sekretaris Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Koensatwanto Inpasihardjo mengatakan pihaknya tengah melakukan kajian akademis mengenai situasi dan kondisi pekerja rumah tangga di dalam dan di luar negeri.
Hasil kajian itu, kata dia, selanjutnya akan dijadikan sebagai masukan dalam pembuatan naskah akademis rancangan undang-undang tentang pekerja rumah tangga.
“Dulu sudah pernah dibuat draf RUU tentang pekerja rumah tangga, tapi akhirnya mandek. Kami membuat kajian lagi untuk mendorong pembahasan lanjutan terkait rancangan undang-undang itu,” jelasnya.
Sementara Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengatakan penetapan standar tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan semua aspek yang terkait dengan pekerja rumah tangga termasuk aspek sosial dan budaya.
Hal itu, kata dia, perlu dilakukan karena setiap negara memiliki budaya dan regulasi yang berbeda tentang hubungan antara pekerja rumah tangga dan majikannya.
“Standar ini nantinya juga harus memberikan kejelasan tentang definisi, spesifikasi dan sistem kerja para pekerja rumah tangga. Apakah semua orang yang bekerja di rumah tangga disebut tenaga kerja atau ada aspek sosialnya juga, lantas bagaimana dengan orang yang mondok atau `ngenger`,” katanya.
Dalam rapat konsultasi nasional mengenai penetapan standard bagi PRT di Jakarta, Rabu, Direktur ILO Jakarta Alan Boulton mengatakan, selama ini PRT belum dianggap sebagai pekerja dan mendapatkan hak yang sama dengan pekerja di bidang lain.
“Walaupun perannya penting, mereka tidak masuk dalam legislasi baik di Indonesia maupun di negara lain di dunia. Mereka tidak dianggap sebagai pekerja, kontribusi mereka juga tidak diperhitungkan dan hak mereka diabaikan,” katanya.
Kondisi tersebut, dia melanjutkan, membuat PRT rentan tereksploitasi.
“Itu membuat penetapan standard ini menjadi penting. Standard ini diharapkan bisa memberikan perlindungan bagi PRT yang bekerja di dalam maupun di luar negeri,” katanya.
Perwakilan serikat pekerja yang menghadiri rapat konsultasi nasional itu menyambut baik rencana ILO menetapkan standard internasional bagi PRT.
“Kami prihatin melihat banyaknya kasus kekerasan terhadap pekerja rumah tangga yang ada di dalam maupun di luar negeri. Mereka juga pekerja, jadi seharusnya pemerintah juga memikirkan nasib mereka,” kata Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Mathias Tambing.
Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sulistri menambahkan, selama ini PRT tidak punya sistem kerja yang jelas karena belum ada aturan ataupun standar tentang pekerjaan dan hak mereka.
Penetapan standard internasional dan nasional bagi pekerja rumah tangga, kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Thamrin Mosii, akan memberikan perlindungan dan kejelasan status bagi pekerja domestik.
“Jadi nanti ada kejelasan tentang apa definisi pekerjaan mereka, apa hak dan kewajiban mereka,” katanya.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Djimanto juga menambahkan, standar bagi pekerja rumah tangga juga diperlukan sebagai acuan untuk menetapkan remunerasi bagi pekerja rumah tangga.
Pemerintah pun menyambut baik rencana penetapan standar bagi pekerja rumah tangga.
Sekretaris Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan Koensatwanto Inpasihardjo mengatakan pihaknya tengah melakukan kajian akademis mengenai situasi dan kondisi pekerja rumah tangga di dalam dan di luar negeri.
Hasil kajian itu, kata dia, selanjutnya akan dijadikan sebagai masukan dalam pembuatan naskah akademis rancangan undang-undang tentang pekerja rumah tangga.
“Dulu sudah pernah dibuat draf RUU tentang pekerja rumah tangga, tapi akhirnya mandek. Kami membuat kajian lagi untuk mendorong pembahasan lanjutan terkait rancangan undang-undang itu,” jelasnya.
Sementara Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengatakan penetapan standar tersebut harus dilakukan dengan memperhatikan semua aspek yang terkait dengan pekerja rumah tangga termasuk aspek sosial dan budaya.
Hal itu, kata dia, perlu dilakukan karena setiap negara memiliki budaya dan regulasi yang berbeda tentang hubungan antara pekerja rumah tangga dan majikannya.
“Standar ini nantinya juga harus memberikan kejelasan tentang definisi, spesifikasi dan sistem kerja para pekerja rumah tangga. Apakah semua orang yang bekerja di rumah tangga disebut tenaga kerja atau ada aspek sosialnya juga, lantas bagaimana dengan orang yang mondok atau `ngenger`,” katanya.
No comments:
Post a Comment