Gembong teroris Noordin M Top diduga kuat kini sudah berada kembali ke negara asalnya, Malaysia, menyusul upaya gencar aparat keamanan Indonesia untuk membekuknya. Kembalinya Noordin ke Malaysia tak terlepas dari permainan oknum intelijen negara tersebut yang tidak ingin Indonesia maju di bidang ekonomi.
Sumber SP di Kepolisian, menyebutkan, setelah bom meledak di JW Marriott dan Ritz-Carlton, 17 Juli lalu, Noordin kembali ke negaranya melalui "jalan- jalan tikus" di wilayah Sumatera, kemudian menumpang perahu atau kapal kecil. Hal itu bisa dilakukannya karena ada bantuan dari oknum intelijen negara tersebut. "Noordin tak berani naik pesawat atau kapal besar, karena wajahnya sudah diketahui banyak orang. Informasi yang kami dapatkan, dia pulang-balik Indonesia-Malaysia," katanya.
Senada dengannya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mensinyalir operasi terorisme Noordin di Indonesia selama tujuh tahun terakhir merupakan permainan oknum-oknum intelijen Malaysia yang tidak menginginkan Indonesia maju dari segi ekonomi dan pariwisata. Aksinya tak hanya menelan korban jiwa dan luka-luka, tetapi telah menurunkan kepercayaan internasional terhadap iklim bisnis dan pariwisata Indonesia. Pemerintah Malaysia juga terkesan tidak maksimal melakukan pencegahan atas ulah warga negaranya itu.
"Setelah melihat beberapa kali serangan Noordin di Indonesia dengan target kepentingan dan warga negara asing, terutama Amerika Serikat, investor pasti menjauh. Kalau memang Noordin tidak senang dengan orang-orang Amerika, kenapa dia tidak menyerang orang atau bisnis Amerika di Malaysia? Aksi Noordin tak lepas dari oknum intelijen Malaysia,"
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna mengatakan lokasi persembunyian Noordin bisa saja di Indonesia atau Malaysia. "Sampai saat ini Noordin masih diburu, di mana pun dia berada, termasuk misalnya kembali ke Malaysia. itu bisa saja terjadi. Apakah Noordin masih bersembunyi di dalam negeri atau sudah ke luar negeri, adalah bagian target penangkapan Polri. Warga juga diharapkan tidak takut melaporkan kepada petugas setempat jika mengetahui keberadaan Noordin," katanya.
Selain Noordin, Polri juga terus memburu empat orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO), yakni Syaifudin Zahri, Mohamad Syahrir, Bagus Budi, dan Ario Sudarso.
Pada Selasa (25/8), Polri telah menangkap pengelola situs arrahmah.com, Muhammad Jibril Abdul Rahman bin Abu Jibril yang diduga terlibat pengelolaan dana asing untuk operasi jaringan teroris di Indonesia.
Sampai Rabu (26/8), dia masih diperiksa Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Dia adalah anak Abu Jibril alias Muhammad Iqbal yang tergabung dalam sebuah ormas di Indonesia. Abu Jibril pernah ditangkap anggota Densus 88 karena dituduh terlibat kasus teroris tahun 2004.
"Penangkapan dan pemeriksaan Abdul Rahman berikut penyitaan laptop oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri untuk kepentingan penyelidikan terkait tuduhan terlibat pengelolaan dana asing dalam jaringan teroris," kata Nanan.
Musuh Bersama
Sementara itu, pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani mengatakan terorisme yang mengancam perkembangan pariwisata, ekonomi, politik, dan dimensi kehidupan lainnya, harus diperangi bersama. "Indonesia juga bisa menggunakan ASEAN Charter untuk meningkatkan perlawanan terhadap terorisme dengan menggandeng negara-negara tetangga," katanya kepada SP di Jakarta, Rabu (26/8).
Yang terpenting, lanjutnya, kemampuan diplomasi Indonesia untuk meyakinkan negara-negara tetangga, terutama Malaysia dan Singapura, untuk menjadikan terorisme sebagai musuh bersama. "Kerja sama dengan kedua negara itu harus diintensifkan, khususnya dalam penanganan terorisme," lanjutnya.
Sedangkan, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sujito menyatakan spekulasi persaingan politik dan ekonomi antara Indonesia dan Malaysia yang melatarbelakangi aksi teror di Tanah Air harus dibuktikan. Jika spekulasi itu benar, Indonesia harus menuntut pertanggungjawaban Malaysia.
"Kita harus terlebih dahulu membuktikan kebenaran spekulasi tersebut, kemudian menuntut pertanggungjawaban yang sifatnya diplomasi. Jangan sampai Malaysia lepas tangan," ujarnya.
Arie juga menyarankan dibentuknya tim investigasi khusus untuk membuktikan benar atau tidaknya spekulasi tersebut. Video ....
http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=10012
Sumber SP di Kepolisian, menyebutkan, setelah bom meledak di JW Marriott dan Ritz-Carlton, 17 Juli lalu, Noordin kembali ke negaranya melalui "jalan- jalan tikus" di wilayah Sumatera, kemudian menumpang perahu atau kapal kecil. Hal itu bisa dilakukannya karena ada bantuan dari oknum intelijen negara tersebut. "Noordin tak berani naik pesawat atau kapal besar, karena wajahnya sudah diketahui banyak orang. Informasi yang kami dapatkan, dia pulang-balik Indonesia-Malaysia," katanya.
Senada dengannya, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mensinyalir operasi terorisme Noordin di Indonesia selama tujuh tahun terakhir merupakan permainan oknum-oknum intelijen Malaysia yang tidak menginginkan Indonesia maju dari segi ekonomi dan pariwisata. Aksinya tak hanya menelan korban jiwa dan luka-luka, tetapi telah menurunkan kepercayaan internasional terhadap iklim bisnis dan pariwisata Indonesia. Pemerintah Malaysia juga terkesan tidak maksimal melakukan pencegahan atas ulah warga negaranya itu.
"Setelah melihat beberapa kali serangan Noordin di Indonesia dengan target kepentingan dan warga negara asing, terutama Amerika Serikat, investor pasti menjauh. Kalau memang Noordin tidak senang dengan orang-orang Amerika, kenapa dia tidak menyerang orang atau bisnis Amerika di Malaysia? Aksi Noordin tak lepas dari oknum intelijen Malaysia,"
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Nanan Soekarna mengatakan lokasi persembunyian Noordin bisa saja di Indonesia atau Malaysia. "Sampai saat ini Noordin masih diburu, di mana pun dia berada, termasuk misalnya kembali ke Malaysia. itu bisa saja terjadi. Apakah Noordin masih bersembunyi di dalam negeri atau sudah ke luar negeri, adalah bagian target penangkapan Polri. Warga juga diharapkan tidak takut melaporkan kepada petugas setempat jika mengetahui keberadaan Noordin," katanya.
Selain Noordin, Polri juga terus memburu empat orang yang masuk daftar pencarian orang (DPO), yakni Syaifudin Zahri, Mohamad Syahrir, Bagus Budi, dan Ario Sudarso.
Pada Selasa (25/8), Polri telah menangkap pengelola situs arrahmah.com, Muhammad Jibril Abdul Rahman bin Abu Jibril yang diduga terlibat pengelolaan dana asing untuk operasi jaringan teroris di Indonesia.
Sampai Rabu (26/8), dia masih diperiksa Densus 88 Antiteror Mabes Polri. Dia adalah anak Abu Jibril alias Muhammad Iqbal yang tergabung dalam sebuah ormas di Indonesia. Abu Jibril pernah ditangkap anggota Densus 88 karena dituduh terlibat kasus teroris tahun 2004.
"Penangkapan dan pemeriksaan Abdul Rahman berikut penyitaan laptop oleh Densus 88 Antiteror Mabes Polri untuk kepentingan penyelidikan terkait tuduhan terlibat pengelolaan dana asing dalam jaringan teroris," kata Nanan.
Musuh Bersama
Sementara itu, pengamat militer Jaleswari Pramodhawardani mengatakan terorisme yang mengancam perkembangan pariwisata, ekonomi, politik, dan dimensi kehidupan lainnya, harus diperangi bersama. "Indonesia juga bisa menggunakan ASEAN Charter untuk meningkatkan perlawanan terhadap terorisme dengan menggandeng negara-negara tetangga," katanya kepada SP di Jakarta, Rabu (26/8).
Yang terpenting, lanjutnya, kemampuan diplomasi Indonesia untuk meyakinkan negara-negara tetangga, terutama Malaysia dan Singapura, untuk menjadikan terorisme sebagai musuh bersama. "Kerja sama dengan kedua negara itu harus diintensifkan, khususnya dalam penanganan terorisme," lanjutnya.
Sedangkan, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Arie Sujito menyatakan spekulasi persaingan politik dan ekonomi antara Indonesia dan Malaysia yang melatarbelakangi aksi teror di Tanah Air harus dibuktikan. Jika spekulasi itu benar, Indonesia harus menuntut pertanggungjawaban Malaysia.
"Kita harus terlebih dahulu membuktikan kebenaran spekulasi tersebut, kemudian menuntut pertanggungjawaban yang sifatnya diplomasi. Jangan sampai Malaysia lepas tangan," ujarnya.
Arie juga menyarankan dibentuknya tim investigasi khusus untuk membuktikan benar atau tidaknya spekulasi tersebut. Video ....
http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=10012
No comments:
Post a Comment