Oleh :
Dra. Ninik Sri Widayati, M.Pd
Widyaiswara LPMP Jawa Timur
A. Pendahuluan
Dalam kurun waktu yang relatif lama proses belajar mengajar telah berlangsung secara “tradisional”. Pembelajaran yang demikian itu seringkali membuat kita kecewa terutama apabila dikaitkan dengan pemahaman siswa/mahasiswa mengapa? (a) Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. (b) Sebagian besar siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan/dimanfaatkan. (c) Siswa sulit memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa diajar guru yang menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Padahal mereka sangat perlu dapat memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat pada umumnya di mana mereka akan hidup dan bekerja.
Permasalahan yang muncul adalah:
1. Bagaimana menemukan cara terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan di dalam mata pelajaran/keahlian tertentu sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat konsep tersebut lebih lama?
2. Bagaimana setiap mata pelajaran dipahami sebagai bagian yang saling berhubungan dan membentuk satu pemahaman yang utuh ?
3. Bagaimana seorang guru dapat berkomunikasi secara efektif dengan siswanya yang selalu bertanya-tanya tentang alasan dari sesuatu, arti dari sesuatu, dan hubungan dari apa yang mereka pelajari ?
4. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari siswa sehingga siswa dapat mempelajari berbagai konsep dan mampu mengaitkannya dengan kehidupan nyata, serta dapat membuka berbagai pintu kesempatan selama hidupnya ?
“Inilah tantangan yang dihadapi oleh guru setiap hari dan merupakan tantangan bagi pengembang kurikulum”.
Undang-undang No.14/2005 tentang Guru dan Dosen menetapkan bahwa seorang guru dituntut untuk memiliki kualifikasi akademik tertentu yang dinyatakan dengan ijazah, memiliki sertifikat pendidikan yang menyatakan bahwa guru yang bersangkutan telah lulus proses sertifikasi atau pendidikan profesi serta memiliki kompetesi yang mencakup kompetensi sosial, kepribadian, profesional, dan paedagogik.
Khusus untuk kompetensi yang terakhir, yaitu paedagogik dinyatakan bahwa kompetensi ini menuntut agar guru menguasai dan mampu mengimplementasikan berbagai strtegi pembelajaran inovatif serta merencanakan dan mengimplementasikan penilaian hasil relajar.
Tuntutan kemampuan guru tersebut di atas selaras dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 35 ayat (1) bahwa Standar Nasional Pendidikan mencakup standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Standar proses menurut PP Nomor 19/2005 pembelajaran hendaknya dilakukan dengan berpusat pada siswa/mahasiswa, belajar dengan melakukan, mengembangkan kemampuan sosial, mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan, mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, mengembangkan kreativitas, mengembangkan kemampuan menerapkan IPTEKS, menumbuhkan kesadaran sebagai warganegara yang baik, belajar sepanjang hayat, perpaduan kompetensi, kerjasama, solidaritas. Tuntutan PP Nomor 19/2005 tersebut mengisyaratkan perlunya inovasi pembelajaran.
Inovasi pembelajaran hanya terjadi apabila inovasi (pembaharuan) itu dilakukan di ruang kelas atau ruang kuliah. Inovasi terjadi pada tataran implementasi, yaitu menerapkan pembelajaran inovatif. Dengan perkataan lain inovasi sangat berkait dengan perubahan tingkah laku guru/dosen. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah perubahan dari paradigma teaching menjadi learning.
B. Mengapa Inovasi Pembelajaran Harus dilakukan?
Terdapat beberapa alasan, mengapa harus menerapkan inovasi pembelajaran melalui penerapan pembelajaran yang inovatif, antara lain:
1. Jumlah informasi yang sedemikian banyak di satu sisi, sementara di sisi lain terbatasnya jumlah waktu yang tersedia, tidaklah mungkin bagi guru untuk memberikan semua informasi dalam bentuk jadi kepada siswa. Diperlukan suatu kleterampilan tertentu yang dapat digunakan oleh siswa untuk mengarahkan dirinya dalam rangka belajar sepanjang hayat.
2. Tidak semua aspek pengetahuan dapat diajarkan dengan cara yang sama apalagi hanya dengan satu cara. Diperlukan variasi cara dan strategi sesuai dengan karakteristik materi pelajaran yang diajarkan. Materi pelajaran fisika amat kaya dengan instrumen dan alat ukur di satu pihak sementara di lain pihak fisika juga kaya dengan konsep, teori, dan prinsip serta hukum yang tiap-tiap substansi memiliki karakteristik berbeda yang memerlukan strategi berbeda pula untuk mengajarkannya.
3. Orientasi pada penguasaan target materi telah berhasil dalam kompetensi mengingat jangka pendek, tapi gagal dalam membekali anak memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
4. Hasil penelitian yang dilakukan dalam 25 tahun terakhir tentang otak manusia menunjukkan bahwa drill hanya mengembangkan satu bagian otak manusia yang disebut dengan batang otak (otak manusia terdiri dari batang otak, sistem limbik dan neokorteks/ otak berpikir). Batang otak atau sering disebut dengan otak reptil berfungsi motor sensorik, beertanggungjawab mengkoordinasikan aktivtas yang meyangkut kelangsungan hidup: melawan atau lari. Sementara neokorteks berfungsi berpikir, bernalar, perilaku baik, bahasa, dan kecerdasan lebih tinggi belum difungsikan secara maksimal.
5. Pembelajaran ilmu kealaman (Natural Sciences) diajarkan lebih baik dengan cara bagaimana ilmu itu ditemukan oleh para ahli. Hal ini mengisyaratkan adanya integrasi antara keterampilan kerja ilmiah dengan penguasaan konsep. Integrasi ini bermaksud untuk belajar tentang konsep fisika, siswa menggunakan keterampilan kerja ilmiah sebagai alat. Untuk belajar keterampilan kerja ilmiah, siswa menggunakan substansi mata pelajaran dalam hal ini fisika sebagai kendaraan.
6. Menurut Kurikulum yang berlaku, pendekatan belajar di dalam sains (a) empat pilar pendidikan, (b) inkuiri sains, (c) sains, teknologi, dan masyarakat, (d) konstruktivisme, dan (e) pemecahan masalah.
7. KBM seharusnya terfokus pada learning, berangkat dari masalah nyata, menumbuhkembangkan kemampuan menggunakan keterampilan proses.
8. Strategi lebih penting dari pada hanya sekedar hasil (baca produk saja).
9. Arends (1997), berpendapat bahwa seorang guru/dosen yang berhasil (efektif) memiliki beberapa ciri, yaitu (a) memiliki kepribadian sedemikian rupa sehingga memungkin dia menjalin hubungan yang tulus dengan siswa atau mahasiswanya, (b) menguasai dan memiliki wawasan yang luas tentang substansi keilmuwan yang diajarkan; (c) menguasai dan mampu menerapkan beberapa strategi pembelajaran yang inovatif, dan (d) bersifat reflektif. Salah satu ciri tersebut, yaitu menguasai dan mampu menerapkan beberapa strategi pembelajaran inovatif, merupakan tema dari makalah ini, yang inovasi pembelajaran. Sedangkan ciri lainnya yaitu bersifat reflektif akan didiskusikan pada makalah yang lain, yaitu Peningkatan Profesi Guru.
C. Bagaimana Inovasi Pembelajaran Dilakukan
Menurut Model SPICES hybrid curricula, inovasi terjadi bila terjadi perubahan perilaku guru/dosen atau perubahan paradigma dari karakteristik atau pardigma pembelajaran yang digambarkan oleh kelompok kata-kata pada kolom sebelah kanan menjadi seperti digambarkan oleh kelompok kata di kolom sebelah kiri sebagai berikut.
Student-centered …………….*.……. Teacher-centered
Problem-based ……………..*……….. Subject based
Integrated ………...………….*.…… Discipline-based
Community-oriented………….*.…….. Hospital-based
Electives ……………...……….*.……. Standardized
Systematic...………………...*.………. Opportunistic
Continuing...………………....*………. Pre-graduate
Pada tataran mikro di kelas, kondisi sekarang yang ditandai dengan Teacher centered, Subject based, Dicipline-based, Hospital-based, Standadized, Opportunistic, Pregraduate, harus berangsur-angsur diubah ke arah model SPICES, yaitu Student centered, Problem-based, Integrated, Community oriented, Electives, Systematic, Contionuing.
Pada strategi pembelajaran inovatif guru dan peran siswa diubah, tanggungjawab siswa untuk belajar harus ditingkatkan, memberi mereka motivasi dan arahan untuk menyelesaikan program belajarnya dan menempatkan mereka pada pola tertentu agar mereka sukses sebagai pembelajar sepanjang hayat. Pada pembelajaran yang inovatif itu maka guru akan berperan sebagai sumber belajar, tutor, evaluator, pembimbing dan memberi dukungan dalam belajar siswa.
Prinsip yang mendasari strategi pembelajaran inovatif antara lain: (a) pemahaman dibangun melalui pengalaman, (b) pengertian diciptakan dari usaha untuk menjawab pertanyaan sendiri dan memecahkan masalah sendiri, (c) kita seharusnya mengembangkan instink alami siswa dalam melakukan penyelidikan dan berkreasi; (d) strategi berpusat pada siswa akan membangun keterampilan berpikir kritis, penalaran dan selanjutnya kreativitas dan ketaktergantungan.
1. Berpusat pada siswa
Student centered mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategi pedagogi mengorientasikan siswa kepada situasi yang bermakna, kontekstual, dunia nyata dan menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pebelajar ketika mereka mengembangkan pengetahuan tentang materi pelajaran yang dipelajarinya sekaligus keterampilan memecahkan masalah
Paradigma yang menempatkan guru/dosen sebagai pusat pembelajaran (teaching) dan siswa sebagai objek, seharusnya diubah dengan menempatkan siswa sebagai subjek yang belajar secara aktif membangun pemahamannya (Learning) dengan jalan merangkai pengalaman yang telah dimiliki dengan pengalaman baru yang dijumpai.
Pengalaman nyata dari negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat: mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi (pengetahuan) baru dengan pengalaman (pengetahuan lain) yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
2. Berdasarkan Masalah
Pembelajaran hendaknya dimulai dari masalah-masalah aktual, otentik, relevan dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang berbasis subjek seringkali tidak relevan dan tidak bermakna bagi siswa sehingga tidak menarik perhatian siswa. Pembelajaran yang dibangun berdasarkan subjek seringkali terlepas dari kejadian aktual di masyarakat. Akibatnya siswa tidak dapat menerapkan konsep/teori yang dipelajarinya di dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah maka siswa belajar suatu konsep atau teori dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian sekurang-kurangnya ada dua hasil belajar yang dicapai, yaitu jawaban terhadap masalah (produk) dan cara memecahkan masalah (proses).
Kemampuan tentang pemecahan masalah lebih dari sekedar akumulasi pengetahuan dan hukum/teori, tetapi merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas, strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga dan mampu menghasilkan solusi `yang bermakna. Bahkan Gagne mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi.
Bandingkanlah manakah yang lebih menantang bagi siswa, ketika seorang guru memulai pelajaran dengan menulis topik di papan tulis ”Hukum Archimedes” dengan jika dia menulis dipapan tulis atau melakukan demonstrasi terlebih dahulu mengapa benda yang ditimbang di udara dan ditimbang di dalam air berbeda hasil pengamatannya.
Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya.
3. Terintegrasi
Seseorang yang belajar seharusnya tidak menggunakan ”kaca mata kuda” yang hanya tahu secara mendalam disiplin ilmunya tapi sama sekali buta tentang kaitan ilmu yang dipelajari dengan disiplin lain. Seorang belajar biologi tentang rantai makanan, dia hanya tahu bahwa terjadi peristiwa makan dan di makan di lingkungan. Hewan A memakan tumbuhan sedangkan hewan B memakan hewan A. Pemahaman hanya berhenti sampai di situ. Padahal sebenarnya mereka juga harus faham dengan baik mengenai hukum termodinamika, bagaimana proses transformasi energi, bagaimana tingkat efisiensinya, bagaimana bentuk-bentuk energi, dan seterusnya. Di dalam inovasi pembelajaran pendekatan terintegrasi lebih diharapkan dari pada pendekatan disiplin ilmu. Kelemahan pendekatan disiplin ilmu, siswa/mahasiswa tidak dapat memandang sistem, mereka akan terkotak pada satu disiplin, sehingga tidak heran seorang guru ketika ditanya ”Apa fungsi Air” dia malah balik bertanya Air apa? Memangnya ada banyak macam air? Guru tersebut menjawab ada dua macam air yaitu air IPS dan air IPA yang fungsinya berbeda.
4. Berorientasi masyarakat
Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahaminya. Pengalaman lain dari negara lain juga menemukan bahwa minat dan prestasi siswa dalam bidang matematika, sains, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat mereka diajarkan bagaimana mereka mempelajari konsep, dan bagaimana konsep tersebut dapat dipergunakan di luar kelas. Mengajak siswa untuk mengimplementasikan apa yang dipelajari di dalam ke konteks masyarakat atau sebaliknya mengambil masalah-masalah yang terjadi di masyarakat sebagai “starter” untuk belajar keterampilan dan pengetahuan yang lebih dalam merupakan proses pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
5. Menawarkan pilihan
Setiap orang bersifat unik, berbeda dengan orang lain. Siswa yang belajar juga demikian. Mereka memiliki variasi pada gaya belajar, kecepatan belajar, pusat perhatian, dan sebagainya. Menyamaratakan siswa selama proses belajar mengajar mungkin akan berdampak pada hasil belajar. Pembelajaran yang inovatif memberi perhatian pada keragaman karakteristik pebelajar itu. Atas dasar itu maka pembelajaran bukan dilakukan seperti yang diinginkan oleh guru tetapi lebih kepada apa yang diinginkan oleh siswa.
Untuk itu pembelajaran harus menyediakan alternatif yang dipilih oleh siswa. Proses belajar adalah proses aktif yang harus dilakukan oleh siswa.
Keharusan menyediakan pilihan juga berkait dengan karakteristik substansi ilmu yang disampaikan dan pengaruh strategi yang digunakan terhadap retensi siswa. Keterampilan psikomotor, keterampilan kognitif, keterampilan sosial serta keterampilan memecahkan masalah memiliki strategi pembelajaran yang berbeda-beda untuk dapat mencapai tujuannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi pembelajaran yang digunakan sangat berpengaruh pada tingkat retensi siswa.
6. Sistematik
Seringkali hasil belajar bersifat hirarki, begitu pula substansi materi pelajarannya. Materi tertentu membutuhkan pengetahuan lain sebagai prasyarat yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum seseorang dapat mempelajari materi tersebut. Begitu pula keterampilan-keterampilan tertentu terutama psikomotor bersifat prosedural, memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan secara sekunsial sebelum dapat menuntaskannya dengan baik. Suatu pengetahuan prosedural mustahil dapat dilakukan tanpa dilaksanakan secara berurutan. Setiap langkah pengetahuan prosedural merupakan prasyarat bagi langkah berikutnya.
Uraian tersebut di atas merupakan argumentasi mengapa pembelajaran harus dilakukan secara sistematik.
7. Berkelanjutan
Berkelanjutan mengandung pengertian ”never ending process”. Setiap proses pembelajaran yang dilakuka melatakkan dasar bagi pembelajaran berikutnya. Setiap konsep yang diperoleh pada pembelajaran sebelumnya harus dirangkai secara kontinu dengan konsep baru yang diperoleh sehingga membentuk jalinan konsep di dalam benak seseorang.
D. Bagaimana memilih strategi pembelajaran
Pemilihan strategi pembelajaran dalam rangka membelajarkan siswa/mahasiswa harus dibangun atas dasar asumsi bahwa tidak ada satupun model/metode/strategi atau apapun namanya yang baik untuk semua bahan kajian, semua model/strategi memiliki keunggulan dan kekurangan. Model/strategi tertentu hanya baik untuk mencapai tujuan tertentu (spesifik). Beberapa pertimbangan lain yang mungkin perlu diperhatikan di dalam pemilihan model/metode/ strategi pembelajaran adalah sebagai berikut.
1. Pembelajaran ilmu kealaman (natural science) seperti fisika(physical science), biologi (life science), kimia (chemistry) sangat tepat dilakukan dengan cara seperti bagaimana ilmu-ilmu itu ditemukan dan dikembangkan, mahasiswa/siswa belajar melalui hands-on activity dan minds-on activity. Belajar melalui implementasi metode ilmiah/penelitian adalah sangat relevan.
2. Karakteristik siswa yang sangat beragam. Para pakar membagi siswa yang belajar menjadi 5 kelompok, yaitu Gifted, Conceptual, Contextual, Slow learners, dan Disabilities. Penelitian Asian Development Bank (2000) menemukan bahwa 60% pebelajar di Indonesia adalah contextual, yaitu pebelajar yang baru dapat belajar kalau guru membantu mengkaitkan apa yang dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari di sekitar pebelajar yang bersangkutan.
3. Karakteristik topik kajian dan tujuan belajar yang harus dicapai sangat beragam. Unesco misalnya mencanangkan 4 tujuan belajar universal, yaitu learning to know, learning to do, learning to be, and learning to live together. Untuk mencapai keempat tujuan tersebut pasti menggunakan strategi atau metode yang berbeda.
Rangkuman
- Inovasi pembelajaran harus dilakukan sesuai tuntutan global, hakikat ilmu, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang standar pendidikan dan PP No. 19/2005 tentang Standar Pendidikan, khususnya standar proses.
- Inovasi pembelajaran mengisyarat penerapan pembelajaran inovatif pada tataran mikro di kelas.
o Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang menuntut adanya perubahan paradigma dari teaching ke learning
Daftar rujukan
No comments:
Post a Comment