multi info, hiburan, pengetahuan, dan aneka informasi

MAKALAH ASUHAN KEPERAWTAN JIWA DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI

BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan bagian yang integral dari kesehatan. Kesehatan jiwa bukan sekedar terbebas dari gangguan jiwa, akan tetapi merupakan  perasaan sehat dan bahagia serta mampu mengatasi tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagai mana adanya. Serta mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. (Menkes, 2005)
Menurut Sekretaris Jendral Dapertemen Kesehatan (Sekjen Depkes), H. Syafii Ahmad, kesehatan jiwa saat ini telah menjadi masalah kesehatan global bagi setiap negara termasuk Indonesia. Proses globalisasi dan pesatnya kemajuan teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-nilai sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk menyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta mengelola konflik dan stres tersebut. ( Diktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Pelayanan Medik Dapertemen Kesehatan, 2007)
Setiap saat dapat terjadi 450 juta orang diseluruh dunia terkena dampak permasalahan jiwa, syaraf maupun perilaku dan jumlahnya terus meningkat.
Pada study terbaru WHO di 14 negara menunjukkan bahwa pada negara-negara berkembang, sekitar 76-85% kasus gangguan jiwa parah tidak dapat pengobatan apapun pada tahun utama(Hardian, 2008). Masalah kesehatan jiwa merupakan masalah kesehatan masyarakat yang demikian tinggi dibandingkan dengan masalah kesehatan lain yang ada dimasyarakat.
Dari 150 juta populasi orang dewasa Indonesia, berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes), ada 1,74 juta orang mengalami gangguan mental emosional. Sedangkan 4 % dari jumlah tersebut terlambat berobat dan tidak tertangani akibat kurangnya layanan untuk penyakit kejiwaan ini. Krisis ekonomi dunia yang semakin berat mendorong jumlah penderita gangguan jiwa di dunia, dan Indonesia khususnya kian meningkat, diperkirakan sekitar 50 juta atau 25% dari juta penduduk Indonesia mengalami gangguan jiwa (Nurdwiyanti, 2008).
Akibat semakin kompleksnya persoalan  hidup yang muncul di tengah masyarakat, menyebabkan jumlah penderita gangguan jiwa di Riau tiap tahunnya terus bertambah. Selama tahun 2007 ini saja di Riau telah menerima sebanyak 8.870 pasien gangguan jiwa.
Berdasarkan dari hasil anamnesa di Rumah Sakit Jiwa Tampan pada bulan november 2010 pada merpati 33 pasien halusinasi (75%) dari 44 pasien, ruangan nuri yang mana jumlah pasien halusinasi sekitar 32 orang (71,11%) dari 45 pasien yang ada diruangan, di mawar ada 9 pasien halusinasi (45%) dari 20 pasien, di hangtuah ada 2 pasien halusinasi (28,57%) dari 7 pasien, di melati ada 22 pasien halusinasi (64,70%) dari 34 pasien.
Berdasarkan hal diatas, kami kelompok tertarik untuk mencari serta membahas halusinasi dalam seminar kelompok yang sebagai salah satu syarat tugas untuk menyelesaikan praktek klinik di RSJ Tampan Pekanbaru.


  1. Tujuan.
    1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran nyata tentang asuhan keperawatn jiwa pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran di ruang Nuri RSJ Tampan Pekanbaru.
    1. Tujuan khusus
a.       Melakukan pengkajian pada klien dengan perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b.      Membuat diagnosa keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi
c.       Melakukan intervensi keperawatan kepada klien perubahan persepsi sensori:halusinasi pendengaran
d.      Melakukan tiundakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
e.       Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan pada klien perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
f.       Pendokumentasian asuhan keperawatan pada klien dengan perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
g.      Dapat membandingkan kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis dapatkan.\

  1. Ruang Lingkup Masaalah
Penulisan makalah ini hanya membahas tentang halusinasi dengar pada Tn. F diruangan Merpati RSJ Tampan.

  1. Metode Pengambilan Data
Dalam penyusunan makalah ini, kelompok menggunakan metode deskriptif, dimana kelompok hanya memaparkan data yang sesungguhnya pada kasus. Untuk menggali data, teknik yang digunakan berbagai macam di antaranya adalah :
    1. Wawancara : penulis mengadakan wawancara pada klien di ruang nuri
    2. Observasi : kelompok melakukan pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan secara langsung pada prilaku klien
    3. Studi kepustakaan, kelompok mengambil sumber-sumber buku dan jurnal internet tentang halusinasi dengar
    4. Data sekunder : kelompok mengambil data dari status klien, catatan keperawatan untuk dianalisa sebagai data yang medukung masalah klien.

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

  1. Konsep Dasar Penyakit
1.      Definisi
Perubahan persepsi sensori : halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan persepsi sensori seperti merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, perabaan, atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu, perubahan persepsi sensori : halusinasi bisa juga diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran, dan pikiran yang sering terjadi adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran, penglihatan, penciuman, atau pengecapan). (Cook dan Fontaine, 1987).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (keliat, 2006).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan, mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keaadan sadar tanpa adanya rangsangan apapun (maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah persepsi sensorik yang keliru melibatkan panca indra pendengaran (isaac,2002).

2.      Etiologi
Menurut stuart ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
    1. faktor predisposisi
1)      biologis
abnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif  baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut:
a)penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofren
b)   beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan
c)pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia.



2)      Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi  psikologis klien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3)      sosial budaya
kondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi  realita seperti : kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi.

    1. faktor presipitasi
secara fisik klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan maslah koping dapat mengindikasi  kemungkinan kekambuhan (keliat,2006).
Faktor presipitasi terjadinya gangguan  halusinasi adalah :
1)      biologis
gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi  stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2)      Stres lingkungan
Ambang toleransi terhadap stres yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan prilaku.
3)      sumber koping.
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

3.      Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada individu yang mengalami halusinasi dengar:
a. Bicara, senyum dan tertawa sendiri.
b. Mengatakan mendengar suara.
c. Merusak diri sendiri / orang lain / lingkungan.
d. Tidak dapat membedakan hal yang nyata dan hal yang tidak nyata.
e. Tidak dapat mremusatkan konsentrasi / perhatian.
f. Pembicaraan kacau kadang tidak masuk akal.
g. Sikap curiga dan bermusuhan.
h. Menarik diri, menghindar dari orang lain.
i. Sulit membuat keputusan.
j. Ketakutan.
k. Mudah tersinggung, jengkel, mudah marah.
l. Menyalahkan diri sendiri / orang lain.
m. Tidak mampu melaksanakan asuhan mandiri : mandi, berpakaian.
n. Muka merah kadang pucat.
o. Ekspresi wajah tegang
p. Tekanan sdarah meningkat.
q. Nadi cepat.
r. Banyak keringat.
4.      Jenis halusinasi
Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari dua jenis:
a.   pendengaran
mendengar suara atau kebisingan, paling sering mendengar suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai ada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
b.   penglihatan
stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan biasa yang menyenangkan atau menakut ksn seperti melihat monster.
    1. penghidu
membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenang kan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang , atau dimensia.
    1. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
    1. perabaan
mengalami nyeri atau ketidak nyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tesentrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
    1. Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makanan atau pembentukan urine.
    1. Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
5.      Tahapan halusinasi
a.   fase I : klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenang kan untuk meredakan ansietas. Disini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
b.   fase II : pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengendalikan jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernafasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
c.   fase III : klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Disni klien sukar berhubungan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
d.   fase IV : pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

            6. Rentang respon
Halusinasi merupakan salah satu respon maladatif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi.
a.    Pikiran logis : yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
b.   Persepsi akurat : yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun diluar dirinya.
c.    Emosi konsisten : yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar di sertai banyak banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
d.   Perilaku sesuai : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya umum yang belaku.
e.    Hubungan sosial harmonis : yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerja sama.
f.    Proses pikir kadang tergantung (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi implus eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
g.   Emosi berlebihan atau kurang : yaitu menisfatasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
h.   Perilaku atau tidak sesuai atau biasa : yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyesuaian masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sesial atau berbudaya umum yang berlaku.
i.     Perilaku aneh atau tidak biasa : perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
j.     Menarik diri : yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
k.   Isolasi sosial : menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.
Berdasarkan rentang diatas diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan,penghidu,pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulul panca indra walaupun sebenarnya stimulas itu tidak ada.

7. pohon masalah
Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
 

Perubahan persepsi sensori : halusinasi                                   defisit perawatan diri






 

Isolasi sosial : menarik diri                                                         kurang motivasi

Gangguan konsep diri : HDR

B.Asuhan Keperawatan
1. faktor predisposisi
a) faktor perkembangan telambat
1.   Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minuman dan rasa aman
2.   Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
3.   Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
b) faktor komunikasi dalam keluarga
1.   Komunikasi peran ganda
2.   Tidak ada komunikasi
3.   Tidak ada kehangatan
4.   Komunikasi dengan emosi berlebihan
5.   Komunikasi tertutup
6.   Orang tua yang membandingkan anak-anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.
c) Faktor sosialisasi budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.
a.    Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, idintitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping deskruptif.
b.   Faktor biologis
Adanya kegiatan terhadap fisik, berupa: atropi otak, pembesaran Vertikel, perubahan besar dan bentuk sel bentuk sel korteks dan limbik.

c.    Faktor Genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia di turunkan melalui kromosom tertentu. Namun demikian kromosom yang berada yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizoprenia adalah kromosom nomor enam, dan kontribusi genetik tambahan nomor 4, 8, 5, dan 22. anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizyote peluangnya sebesar 15%, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka perluangnya menjadi 35% .

2. Faktor Presipitasi
a) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan, system syaraf pusat,kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
b) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktifitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja ( kurang tampil dalam berkerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat tranportasi dan ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
c) Sikap
Merasa tidak mampu( harga diri rendah), putus asa ( tidak percaya diri), merasa gagal ( kehilangan motovasi menggunakan keterampilan diri ), kehilangan kendali diri ( demonstrasi), merasa punya kekuatan berkelebihan,, merasa malang ( tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual ), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, prilaku asertif, prilaku kekerasan, ketidak adekuatan pengobatan dan ketidakadekuatan penanganan gejala

3. Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak dapat membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya, meliputi:
a.       Isi halusinasi
Ini dapat ditanyakan , suara apa yang didengar, apa saja yang  dikatakan suara itu, jika halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium, jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa yang diraskan dipermukaan tubuh jika halusinasii perabaan
b.      Waktu dan frekuensi
Ini dapat ditanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.
c.          Pencetus halusinasi
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasikan pernyataan klien.
d.      Respon klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien, bisa dikaji dengan apa yang dilakukan klien saat mengalami halusinasi.
4.  Mekanisme Koping
a.       regresi: menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b.      proyeksi: menjelaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk  mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain
c.       menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.
5. Masalah Keperawatan
a.       Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b.      Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c.       isolasi sosial: menarik diri
d.      Gangguan konsep diri: HDR
e.       Intoleransi aktivitas
f.       Defisit perawatan diri

6. Diagnosa Keperawatan
a.       perubahan persepsi sensori: halusinasi
b.      Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c.       isolasi sosial: menarik diri
d.      Gangguan konsep diri: HDR
e.       Defisit  perawatan diri
7. Intervensi Keperawatan
Diagnosa: perubahan persepsi sensori halusinasi: pendengaran
Tujuan umum:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 minggu perubahan persepsi sensori: halusinasi teratasi.
Tujuan khusus:
1.      Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan komunikasi teraupetik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verabal. Perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disenangi klien, buat kontrak dengan jelas tujukan sikap jujur dengan menepati janji setiap kali interaksi.
2.      Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
3.      Observasi tingkah laku klien dan halusinasinya (halusinasi pendengaran).
4.      Diskuaikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadinya halusinasi.
5.      Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut.
6.      Diskusikan tentang dampak yang  akan dialami bila klien menikmati halusinasinya.
7.      Identifikas dengan klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi.
Intervensi :
  1. klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
a. Diskusikan cara yang digunakan klien
    1.  klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasinya
   2. klien melaksanakan cara yang telah dipilih  untuk mengendalikan         zzzzzhalusinasinya.
             b. Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan dilatih untuk aaaaaaaaamencobanya
      2. klien mengikuti terapi aktivitas kelompok
a.    Beri kesempatan klien untuk memilih cara mengontrol halusinasi
b.   Pantau pelaksanaan cara yang dipilih jika berhasil beri pujian
c.    Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas kelompok
d.   Buat kontrak yang jelas untuk pertamuan( waktu, tempat, dan topik).

      3. Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda gejala, prosos terjadinya  zzzzzzahalusinasi dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi
a.    Diskusikan dengan keluarga
b.   Diskusikan klien tentang manfaat dan erugian jika tidak minum obat , nama, warna, dosis, cara, efek, terapi dan efek samping pengobatan
     4. klien mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar
a.   Pantau klien saat minum obat.
      5. klien dapat menyebutkan  akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi         dengan dokter
a.    Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
b.   Diskusikan akibat berhenti minum obot tanpa konsultasi
c.    Anjurkan klien untuk konsultasi dengan dokter jika ingin berhenti minum obat.


BAB III
TINJAUAN KASUS

A.    Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 25 November 2010 dengan nama klien Tn. F berusia 34 tahun. Klien masuk pada tanggal 08 November 2010 No. RM 00.9.32 di ruang Merpati. Klien dibawa kerumah sakit  dengan alasan pasien sudah menunjukan gejala gangguan jiwa selama lebih kurang 15 tahun. Pasien suka mengamuk, marah-marah dengan orang tua, bicara-bicara sendiri, Pasien pernah dirawat lima kali di RSJ Kalimantan, Putus Obat lebih kurang 10 bulan.
Pasien tidak pernah mengalami trauma aniaya fisik, aniaya seksual, kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal. Anggota keluaga tidak ada yang mengalami gangguan jiwa, hubungan dengan keluaga baik, terdapat riwayat marah-marah dengan orang tua. Pasien pernah putus obat lebih kurang 10 bulan. Pasien pernah mengalami pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan bagi pasien bahwa pasien pernah gagal pacaran selama dua kali.
Hasil pemeriksaan TD: 130/100 mmHg, N: 105 x/menit, S: 36,8 o C, P: 26x/menit, pasien mengatakan fisiknya lemah dan kaku pada tangan dan alat gerak.
Pasien sadar akan keadaan diri pribadinya, bagian tubuh yang ia sukai adalah tahi lalat dihidung karena pasien menilai manis dipandang wanita, paha dan kakinya. Status pasien sebagai kepala keluarga dirumah, pasien mampu memenuhi nafkah sebagai laki-laki. Tugas pasien dalam keluarga mencari nafkah, bekerja membuat layang-layang, menarik barang dan gerobak.
Orang yang berarti bagi pasien adalah orang tuanya peran serta dalam kegiatan kelompok adalah gotong royong. Pasien mengatakan tidak mau bergaul karena orang lain tidak mau berteman dan mendekatinya.
Pasien yakin kepada Allah SWT, pasien melaksanakan apa yang diperintahkan dalam agama islam. Pasien selama dirawat selalu melakukan shalat, tanpa diperintahkan pasien bisa melaksanakannya.
Pasien tidak rapi, baju hanya tukar pakai dengan teman-temannya,pasien bau, baju kotor dan penuh keringat, penampilan kurang bersih, pasien kurang bersih keadaan kulitnya. Saat pengkajian, pasien tidak bisa diajak bicara,ada kontak mata, pasien berbicara agak lambat, kata-kata beraturan dan ada feedback dalam komunikasi atau berbicara. Aktivitas motorik pasien saat dilakukan pengkajian pasien lesu dan tampak gelisah.
Pasien tampak putus asa dengan pengalaman yang dialaminya, pasien pernah gagal pacaran, pasien mengatakan ingin kawin. Afek pada pasien datar. Pasien selama berinteraksi dengan perawat, tampak timbul curiga, kontak mata positif, pasien tampak merasa curiga dengan perawat. Persepsi yang terjadi dengan pasien ialah pasien dengan halusinasi dengar, pasien mengatakan kadang mendengar suara mantan pacarnya mengajak pasien datang menghampiri pacarnya. Waktunya malam hari ketika mata hamper ngantuk dan pada pagi hari, situasinya ketika pasien tidak lagi ada teman disebelahnya atau ketika lagi sendiri, Pasien mengatakan senang mendengar suara-suara itu.
Pasien selalu mengatakan ada fikiran mau pulang dan memikirkan kegagalan cintanya. Pasien sering mengulang kata-kata dalam berkomunikasi. Pasien kelihatan bingung ketika diajak berbicara, pasien saat pengkajian sering mengalihkan pembicaraan. Pasien tidak mampu berkonsentrasi penuh karena factor lingkungan. Pasien mampu melakukan penilaian atau mengambil keputusan dengan bantuan orang lain.
Pasien mampu memenuhi kebutuhan makanan, keamanan, pakaian, dan tempat tinggal. Pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan perawatan kesehatan, transportasi, dan uang. Pasien mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri, perawat hanya memberikan cara perawatan diri yang benar, pasien makan bersama dengan pasien lainnya.
Pasien puas dengan pola makannya. Pasien tidak merasa segar setekah tidur, pasien ada kebiasaan tidur siang selama 1,5 jam.pasien tidur malam jam 21.30 dan bangun jam 06.00. Pasien sulit untuk tidur karena keterbatasan bed, pasien yang lain rebut dan mondar-mandir, dan kebisingan suara dalam ruang rawatan.
Pasien tidak mampu mengantisipasi kebutuhan sendiri. Pasien tidak mampu membuat keputusan atas keinginan sendiri. Pasien mampu mengatur penggunaan obat. Pasien mampu melakukan pemeriksaan kesehatan. Sistem pendukung  adalah keluarga, terapis, teman sejawat, dan kelompok social.
Klien sangat menikmati saat bekerja. Pasien sering mau diajak berbicara tentang keadaannya dan berbicara denga teman-temannya. Kadang-kadang pasien hanyut denga halusinasinya dan berjalan mondar-mandir.
Diagnosa Medis Skizofrenia. Terapi medic yaitu Haloperidol 5 mg 3x0,5, Triheksyprenidil 2 mg 3x1.

B.     Data Fokus
Tn.F (34 tahun) dirawat di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru di ruangan Merpati dengan diagnose Skizofrenia. Pasien mengatakan ingin kawin dan ada suara orang yang mengatakan. Pasien suka berbicara sendiri, pasien bicara agak lambat, pasien tampak gelisah, pasien kelihatan bingung ketika diajak berbicara. Pasien mengatakan kadang mendengar suara mantan pacarnya mengajak pasien datang menghampiri pacarnya. Waktunya malam hari ketika mata hamp  ir ngantuk dan pada pagi hari, situasinya ketika pasien tidak lagi ada teman disebelahnya atau ketika lagi sendiri, Pasien mengatakan senang mendengar suara-suara itu.
Pasien mengeluh karena sudah menunjukkan gejala gangguan jiwa lebih kurang 15 tahun,pasien mengatakan suka mengamuk, pasien mengatakan marah-marah dengan orang tua. Pasien mengatakan pernah putus obat lebih kurang 10 bulan. Pasien tampak tidak tenang atau gelisah, pasien tampak berjalan-jalan, pasien tampak putus asa.
Pasien mengatakan tidak mau bergaul karena orang lain tidak mau berteman dan mendekatinya,pasien tampak gelisah, pasien berbicara agak lambat, pasien tampak timbul wajah curiga saat bertemu dengan perawat.
Pasien mengatakan mandi tidak pakai sabun, pasien tidak rapi, baju hanya tukar pakai dengan temannya, pasien bau, baju kotor dan keringat, pasien kurang bersih keadaan kulitnya.

No
Data Fokus
Diagnosa
1
DS:
1. Pasien mengatakan ingin kawin dan ada suara wanita yang memanggil namanya
2. Pasien mengatakan kadang mendengar suara mantan pacarnya mengajak pasien datang menghampiri pacarnya. Waktunya malam hari ketika mata hamper ngantuk dan pada pagi hari, situasinya ketika pasien tidak lagi ada teman disebelahnya atau ketika lagi sendiri, Pasien mengatakan senang mendengar suara-suara itu.
DO:
1. Pasien suka berbicara sendiri
2. Pasien gelisah
3. Pasien kelihatan bingung ketika diajak berbicara
4. Pasien gelisah

Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2
Faktor risiko
DS:
1.  pasien mengeluh karena sudah menunjukkan gejala gangguan jiwa lebih kurang 15 tahun
2. Pasien mengatakan suka mengamuk
3. Pasien mengatakan marah-marah dengan orang tua.

DO:
1. Pasien gelisah
2. Pasien berjalan-jalan
3. Pasien putus asa
Risiko Perilaku Kekerasan
3






DS:
1. Pasien mengatakan tidak maubergaul, karena orang lain aatidak mau bergaul dan mendekatinya.
DO:
1. Pasien berbicara agak lambat
2. Pasien timbul wajah curiga saat bertemu dengan perawat.

Isolasi sosial : menarik diri
4
DS:
1. Pasien mengatakan mandi tidak pakai sabun
DO:
1. Pasien tidak rapi
2. Baju hanya tukar pakai dengan temannya
3. Pasien bau, bajukotor dan keringat
4. Pasien kurang bersih keadaan kulitnya
Defisit Perawatan Diri

C. Pohon Masalah

Risiko perilaku kekerasan
 

                                                                                     Defisit perawatan diri                  
 

Isolasi sosial : menarik diri     
                                               
D. Diagnosa Prioritas Menurut Nanda
1.   Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran
2.   Risiko Perilaku Kekerasan
3.    Defisit perawatan diri
4.   Isolasi sosial : menarik diri


E. Implementasi dan Evaluasi
      Implementasi Dilakukan Pada Tanggal 29 November 2010s/d 6 Desember 2010. Pada tanggal 29 November 2010 jam 10:15 WIB telah dilakukkan SP 1 halusinasi: pendengaran : membina hubungan saling percaya dengan pasien, mengucapkan salam dan berjabat tangan dengan pasien, membantu pasien mengenal halusinsinya, menjelaskan cara-cara mengontrol halusiasi, mengajarkan pasien SP 1 halusinasi (megontrol halusinasi dengan cara menghardik) dengan hasil SP 1 tercapai sebagian. Dan dilanjutkan pada shift sore pada tanggal 29 November 2010 pada jam 15:00 WIB meliputi : mengucapkan salam kepada klien, menjelaskan cara–cara megontrol halusinasi dengan cara menghardik dengan hasil SP tercapai.
Pada tanggal 30 November 2010 kembali melakukan SP 2 halusinasi pedengaran  pada jam 10:15 WIB dengan SP 2 belum tercapai. Pada tanggal 01 Desember 2010 pukul 10:00 WIB kembali dilakukan SP 2 dengan hasil SP 2 halusinasi pendengaran tercapai yakni pasien mampu melatih megedalikan halusinasi dengan cara mengontrol halusinasi dengan cara bercakap – cakap dengan teman dekat. Jadi SP 1 dan 2 teratasi dengan dua kali interaksi dengan klien.
Pada tanggal 02 Desember 2010 pukul 09:20 WIB telah dilakukan SP 3 halusinasi pendengaran dengan hasil SP 3 tercapai sebagian yakni klien kadang-kadang bicara tidak sesuai dengan apa yang ditanyakan. Pada tanggal 03 Desember 2010 kembali dilakukan SP 3 halusinasi pendengaran pada pukul 09:20 WIB dengan SP 3 tercapai yakni klien mampu melakukan aktivitas sesuai dengan jadwal harian yang disepakati, klien mampu mengulangi SP 1 dan 2 halusinasi yang telah diajarkkan. Jadi pelaksanaan SP 3 tercapai dengan dua kali interaksi dengan pasien. Pada tanggal 04 Desember 2010 telah dilakukan SP 4 halusinasi pendengaran pada pukul 10:00 WIB dengan hasil SP 4 belum tercapai  yakni pasien belum mampu menggunakan obat secara teratur. Pada tanggal 06 Desember kembali dilakukan SP 4 obat dengan hasil SP 4 belum tercapai dan dibuat perencanaan hari selanjutnya dengan ulangi SP 4. Pada tanggal 07 Desember dilakukan SP 4 dengan hasil pasien mengatakan minum obat sudah teratur tetapi pasien mengatakan masih mendengar suara wanita yang mengajaknya berbicara pada jam 23.00. Pada tanggal 08 Desember dilakukan SP 4 dengan hasil tercapai yaitu pasien mengatakan minum obat sudah teratur dan pasien mengatakan suara wanita yang mengajaknya berbicara tidak terdengar lagi, pasien mengatakan mampu mengontrol dengan mengajak pasien lain bercakap-cakap dan minum obat secara teratur.


BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah kelompok melakukan tindakan keperawatan terhadap klien dengan gangguan persepsi sensori : halusinasi di Ruang MPKP Merpati RSJ Tampan Pekanbaru mulai dari tanggal 29 November sampai dengan 10 Desember 2010 kelompok menemukan kesenjangan-senjangan antara konsep teoritis dengan studi dilapangan yang dilakukan oleh kelompok maka dari itu kelompok akan membahas kesenjangan tersebut. Adapun kesenjangan-senjangan tersebut adalah sebagai berikut:

A.    Pengkajian
Pada pengkajian pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan format pengkajian keperawatan jiwa yang telah di tetapkan. Data yang dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan klien, dari data catatan keperawatan dan medis ditemukan kesenjangan antara data-data teorits dengan apa yang didapat dengan kasus dilapangan. Pengumpulan data yang dilakukan hanya melalui wawancara dengan klien, obsevasi dan dari pendokumentasian keperawatan diruangan, sedangkan data dari keluarga tidak didapatkan hal tersebut dikarenakan selama proses pengkajian keluarga klien belum ada menjenguk klien.
Menurut data teoritis secara umum dari faktor predisposisi diterangkan bahwa halusinasi dapat terjadi dari berbagai faktor berupa faktor pisikologis, biologis, dan faktor genetik.
Dari hasil observasi dan wawacara yang dilakukan kelompok terhadap klien tidak ditemukan adanya faktor genetik yang dapat mempengaruhi halusinasi karena anggota keluarga klien tidak ada mengalami skizofrenia.

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan teoritis dengan diagnosa yang muncul ditinjauan kasus terdapat perbadaan dan kesenjangan. Adapun masing-masing diagnosa yang muncul sebagai berikut:
1.                                                                                 Diagnosa teoritis
a.       Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b.      Risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
c.       Isolasi sosial: menarik diri
d.      Gangguan konsep diri: HDR
e.       Defisit perawatan diri
2.                                  Diagnosa tinjauan kasus
a.       Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
b.      Defisit perawatan diri
Dalam tinjauan kasus terdapat 2 diagnosa yang tidak muncul pada diagnosa teoritis. Hal ini disebabkan pada tinjauan kasus ditemukan dari hasil observasi yakni klien tidak mengalami isolasi sosial dan HDR.

C.    Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan yang ditetapkan dari dua diagnosa yang diangkat hanya dilaksanakan satu diagnosa keperawatan. Adapun diagnosa yang kelompok laksanakan adalah gangguan persepsi sensori ; halusinasi pendengaran yang perencanaan tindakannya dilaksanakan mulai dari tanggal 29 november 2010 s/d 06 Desember 2010 dapat dilaksanakan dengan baik oleh kelompok, dan klien saat diajarkan dihadapan perawat pada waktu interaksi. Adapun tindakan keperawatan yang dilaksanakan melalui SP  dengan SP I dilaksanakan selama 2 kali interaksi, SP II dilaksanakan selama 2 kali interaksi, SP III dilaksanakan selama 2 kali interaksi, SP IV dilaksanakan selama 1 kali interaksi dengan SP IV belum tercapai. Dalam pelaksanaannya klien masih membutuhkan bimbingan dari perawat. Semua tindakan keperawatan dengan diagnosa  gangguan persepsi sensori : halusinasi yang dilakukan oleh kelompok melalui strategi pelaksanaan dapat dilaksanakan. Hal ini didukung karena sudah terbinanya hubungan saling percaya antara perawat dengan klien.

D.    Evaluasi
Evaluasi dilakukan dari awal hingga akhir kegiatan yang setiap kali berinterksi menggunakan analisis SOAP (Subjektif, Objaktif, Assesment, Planing).
Evaluasi dilakukan pada tanggal 29 November 2010 dengan hasil SP 1 tercapai sebagian. Tanggal 29 November 2010 dengan hasil SP 1 tercapai. Tanggal 30 November 2010 dengan hasil SP 2 belum tercapai. Tanggal 01 Desember 2010 dengan hasil SP 2 tercapai. Tanggal 02 Desember 2010 SP 3 belum tercapai. Tanggal 04 Desember 2010 SP 3 tercapai sebagian. Tanggal 04 Desember 2010 SP 3 tercapai. Tanggal 05 Desember SP 4 belum tercapai. Tanggal 06 Desember 2010 SP 4 tercapai sebagian. Tanggal 07 Desember 2010 SP 4 tercapai. Tanggal 08 Desember 2010 SP 1 sampai SP 4 di evaluasi dengan hasil tercapai.

 BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah dalam menjalankan proses keperawatan dan menyelesaikan masalah secara sistematis yang digunakan oleh perawat dan peserta didik keperawatan. Penerapan keperawatan dapat meningkatkan otonomi, percaya diri, cara berfikir yang logis, ilmiah, sistematis dan memperlihatkan tanggung jawab dan tanggung gugat serta pengembangan diri perawat. Disamping itu klien dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang baik khusus nya pada klien halusinasi, maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
a.       Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pengkajian teoritis maupun penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian klien.
b.      Dalam usaha mengatasi masalah yang dihadapi klien penulis menyusun tindakan keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan SP.
c.       Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan dan dapat dilaksanakan walaupun belum optimal.
d.      Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang dihadapi klien tidak teratasi semua sesuai dengan masalah klien. Yang sudah teratasi yaitu gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran. Yang belum teratasi yaitu Defisit perawatan diri karena keterbatasan waktu kelompok untuk melakukan SP.
B.     Saran
1.   Mahasiswa
        Hendaknya mahasiswa/i dapat melakukan askep sesuai dengan tahapan-tahapan dari protap dengan baik dan benar yang diperoleh selama masa pendidikan baik di akademik maupun dilapangan praktek.
2.   Pendidikan
      Sebagai bahan referensi untuk menunjang diinstitusi pendidikan.
3.   Ruang rawat inap
      Dapat meningkatkan peralatan dan pelayanan serta pemberian askep yang dapat meningkatkan proses penyembuhan klien.

 
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat Bina pelayanan keperawatan dan pelayanan medik departemen kesehatan, 2007 di kutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html diambil tanggal 04 november 2010

Hawari,2001 dikutif dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi diambil tanggal 04 november 2010

Isaacs,2002 dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi diambil tanggal 04 november 2010

Keliat,2006 dikutip dari http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/04/16/askep-halusinasi di ambil tanggal 04 november 2010

Keliat, budi anna.(2006) proses keperawatan kesehatan jiwa.jakarta:penerbit buku kedokteran EGC

Maramis, 2005 dikutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html diambil tanggal 04 november 2010

Menkes,2005 dikutip dari http://lensapropesi.blogspot.com/2008/11/halusinasi-penglihatan-trisnawati.html diambil tanggal 04 november 2010

Diktat Panduan Pengkajian Keperawatan dan Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Praktek Keperawatan Jiwa Mahasiswa Program D III di RSJ Tampan Propinsi Riau.

Marlyyn E. Doengos Rencana Asuhan Keperawatan psikiatri editor bahasa indonesia, Monica ester. Jakarta: EGC 2006


No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Blog Archive