multi info, hiburan, pengetahuan, dan aneka informasi

METODE PICU – PACU DALAM PEMBELAJARAN MENULIS (Inovatif )





Oleh Drs.Sujito

Sebagian orang mengatakan bahwa ide itu tidak perlu dicari tetapi akan dating sendiri dan bahkan datangnya secepat kilat dan terus-menerus,tetapi sebagian yang lain lagi mengatakan bahwa ide perlu dicari.Sehingga ada istilah mencari inspirasi untuk membuat sebuah karya.Bahkan ada juga yang perlu stimulant,umpan atau apa namanya untuk dapat menciptakan sebuah karya.

Keduanya sah-sah saja dalam proses kreatif.Memang masing-masing memiliki karakter dan cara tersendiri untuk mengembangkan idenya. Masalahnya adalah apakah betul ide itu dating terus-menerus,dan bahkan secepat kilat tanpa harus dicari.Bagi penulis yang yang sudah terlatih dan terbiasa mungkin itu hal yang wajar.Tetapi apakah itu juga berlaku bagi pemula (siswa),tugas menulis (mengarang) adalah tugas yang sangat memberatkan,bahkan tugas mengarang bebas sekalipun.

Umumnya bagi siswa yang mempunyai kemampuan menulis,baik sastra maupun bukan sastra,karena siswa tersebut mempunyai kebiasaan dan bekal (bakat) yang telah mereka bawa dari rumah,bukan karena hasil dari proses pembelajaran di kelas.Kalau toh karena hasil pembelajaran di kelas,itupun hanya sekian persen.Dan campur tangan guru dalam membidani lahirnya sebuah karangan adalah sangat kecil sekali, itu pun hanya sebatas pada fungsi sebagai motivator.

Mengapa terjadi demikian ? sebagai seorang bidan,guru seharusnya dibekali kewenangan untuk melahirkan karya-karya yang dikandung oleh siswanya.Kenyataan tidak demikian,seperangkat tuntutan yang disebut GBPP,ulangan umum,ebtanas dan tetek bengek dan yang lain telah membelenggu kemampuan bidan untuk membantu proses kelahiran sebuah karya.Belum lagi dari sebuah system sendiri,yang muaranya adalah pada interen guru sendiri..

Sehingga apabila ada sebuah kritikan yang tertuju pada kemampuan guru dalam menulis,maka bukan salah pengkritik, bagaimana kita bisa membidani sebuah kelahiran,kalau kita sendiri tidak pernah melahirkan atau belajar melahirkan ? itu dari menulis,belum lagi dari membaca apalagi membaca indah.Dan sederet yang lain.Akhirnya,yang penting,tuntutan kurikulum (GBPP/Silabus) terpenuhi sudah .Celakanya bila NUN bagus,maka kita akan mendapat acungan jempol,minimal dari kepala sekolah,betapa pun kenyataan siswa kita hanya bisa

Mengerjakan soal-soal saja. Dalam Berbahasa atau bersastra tunggu dulu !

Dalam berbahasa ada empat aspek yang sebenarnya secara alami telah dimiliki oleh siswa,yaitu secara urut:menyimak,berbicara,membaca dan menulis.Dalam tataran yang paling seerhana,ketiga aspek yang pertama biasanya telah dimiliki oleh siswa SMA dengan baik.Hanya aspek yang terakhir,yaitu menulis,yang biasanya menjadi beban bagi sebagian besar siswa.

Apabila siswa ditugasi membuat laporan perjalanan (tour akhir tahun )maka hasilnya adalah tetap yang itu-itu saja, sama dengan milik kakanya tahun terdahulu.Hanya berubah waktu dan tempatnya saja.Membuat rencana kegiatan (proposal) misalnya,maka demikian juga hasilnya. Yang berubah dengan terdahulu adalah angka-angka tentang dana,waktu dan mungkin tempat.Bagaimana mungkin,kegiatan yang berlainan memiliki dasar dan tujuan yang sama?

Banyak sebab dan fakta yang bisa dibeberkan.Tetapi muaranya adalah system yang sulit untuk diuraikan sebagai sebuah solusi.Tetapi penulis ingin mencoba sebuah cara atau katakanlah pengalaman dalam membantu membidani lahirnya sebuah ide dari siswa.

MEMICU

Dalam hal ini yang pertama kita lakukan adalah mengajak siswa untuk melepaskan diri dari segala beban persoalan pelajaran.Siswa kita ajak untuk rileks sejenak,melupakan hal-hal yang melilit dirinya dalam belajar.Setelah terbebas dari beban,mulailah kita ajak untuk bermain,menuju kegiatan melahirkan ide.

Sebagi ucapan ,stimulan kita dapat menggunakan benda-banda yang ada di sekitar kita sebagai medianya.Yang pertama kita lakukan adalah,sementara semua siswa kita perlakukan sama,yaitu bagaikan ikan-ikan yang yang memang betul-betul lapar,sehingga ketika kita beri umpan yang sama,maka akan mereka tangkap dengan cara yang sama pula.

Kita ambil contoh,misalnya kita tunjukkan sebuah kapur yang masih utuh,kita letakkan kapur itu dalam posisi berdiri di tempat yang semua siswa dapat memandang.Setelah itu siswa kita persilahkan memandangi dalam waktu kira-kira lima menit.Setelah selesai,kita persilahkan menulis dengan bantuan pertanyaan yang harus dia jawab.Misalnya apakah itu,selanjutnya siswa kita bebaskan berimajinasi dengan kapur tersebut.,Bagi siswa yang condong ke arah ilmu eksak,maka dia akan menulis tentang unsure-unsur pembentuk kapur tersebut, berat dan ukuran serta angka-angka pasti yang lain.Bagi siswa yang kea rah ilmu social tentu akan melihatnya selain eksak,misalnya harganya berapa,siapa yang menemukan pertama kali,kalau dijual untungnya berapa dan sebagainya.Demikian juga siswa yang condong kepada bahasa dan budaya atau sastra,maka dia akan berimajinasi tentang keindahan kapur tersebut,bahkan bisa jadi dia memandang sebuah tugu atau yang lain.

Itu adalah contoh yang sederhana dengan obyek yang sama,setelah waktu yang ditentukan habis,maka akan terjadilah proses belajar mengajar yang mengasyikkan,di sisi lain kreativitas dan imajinasi siswa tersalurkan.Bagi siswa yang terbiasa menggunakan kata-kata,dengan sebuah kapur,akan lahirlah kata-kata yang begitu banyak.Memangbagi yang tidak terbiasa menggunakan kata-kata yang jumlahnya sedikit juga.Tetapi kita tidak perlu khawatir,sebab ini adalah baru proses awal,.Inilah proses awal yang penulis sebut dengan memicu ,Yaitu proses pengadaan ide dari tidak ada sama sekali,dengan stimulant,umpan yang sederhana.

Yang menjadi persoalan adalah berani atau tidak kita melakukan itu.Sebab dalam kurikulum,dibaca GBPP/silabus,kita tidak akan menemukam cara seperti itu secara tersurat.Bahkan kalau kita terpancang dengan system UNAS maka kita akan mengejar target-target tertentu,sehingga setelah siswa setelah UNAS dengan menggondol nilai yang baik,maka kita akan mendapat acungan jempol,demikian juga sebaliknya.Bahkan penulis juga sering mendapat teguran baik dari sejawat maupun pimpinan,kenapa kelasnya ramai.Mungkin yang disebut belajar adalah apabila kelas dalam keadaan tenang dan sunyi.Inilah celakanya kelas-klasikal,dengan jumlah siswa dan kelas yang banyak di suatu sekolah.

Setelah siswa kita ajak pada obyek yang sama,selanjutnya siswa kita ajak berimajinasi dengan obyek yang berbeda .Obyek tidak perlu kita cari jauh-jauh.Siswa tetap kita pertahankan di dalam kelas.Siswa kita persilahkan mengamati obyek-obyek di dalam kelas.Awalnya memang mereka bertanya-tanya,obyek apa yang dapat ditulis dengan lingkungan kelas yang sempit.Yang ada hanya kapur tulis, penghapus dan alat-alat tulis yang lain.Tetapi biarlah,bahkan kita persilahkan siswa untuk tetap tidak beranjak dari tempat duduknya.

Seperti tahap pertama,setelah waktu yang ditetapkan selesai,siswa dipersilahkan melaporkan hasilnya di hadapan teman-temannya.Hasilnya betul-betul di luar dugaan.Ternyata obyek tulisan tidak seperti yang tersebut di atas. Ada yang menulis tentang kepala,rambut,telinga ,tangan,kain,sepatu,mata…dan lain-lain, dengan versi dan pengembangannya sesuai dengan nalar dan imajinasinya .Pada tahap ini kita sudah dapat memulai dengan komentar-komentar yang bersifat memotivasi,jangan mematikan! Nah selanjutnya kita mulai dengan tahapan awal yang disebut memacu,yaitu tahapan dari yang sudah ada ini menuju kegiatan lebih lanjut yang sifatnya pengembangan.

MEMACU

Tahapan berikutnya adalah dengan obyek yang lebih luas.Siswa kita ajak keluar dari kelas.Di sana mereka kita biarkan memilih obyek yang mereka sukai kemudian melaporkannya seperti pada tahapan terdahulu.Selanjutnya abyek kita perluas,sambil mereka pulang,mereka kita persilahkan melaporkan obyek sesukanya.Tentu saja untuk memudahkan pemeriksaan,kita batasi dulu jumlah kata yang mereka gunakan.Yang penting adalah bagaimana mereka menangkap ide dari obyek yang mereka amati. Dari .sini ternyata mereka sudah mulai dapat menggambarkan perilaku obyek sebagai media hidup,betapa pun obyeknya benda mati

Tahapan berikutnya adalah mengikat mereka kembali dalam batasan ide tertentu.Kecenderungan kita (baca manusia ) yang suka untung-untungan kita gunakan.Kita buat kartu kata sebanyak- banyakya .Di dalam kartu tersebut kita tulis kata-kata yang jumlahnya satu sampai tiga kata.Masing-masing siswa disuruh mengambil satu dan membuat tulisan yang mengandung kata-kata yang terkandung di dalamnya.Biarkan mereka berimajinasi.Jenis kata yang kita berikan awalnya sama.Misalnya kata benda dulu,kemudian tahapan berikutnya kata kerja,kemudian kata sifat dan seterusnya.Setelah tahapan ini jenis kata yang kita berikan kita acak,sehingga masing-masing tidak sama.

Setelah melewati tahapan ini,tibalah kita pada tahapan menulis yang lebih terarah,dalam arti proses melahirkan ide telah kita lewati.Selanjutnya mengorganisasikan ide itu ke dalam wacana yang utuh. Siswa kita suruh menulis ide dan menuangkannya ke dalam tema,kemudian kita arahkan menyusun kerangka dan seterusnya sampai jadi wacana.Demikian juga jika menulis cerpen atau cerita fiksi yang lain.Ide dan tema ditetapkan kemudian menyusun alurnya.Kemudian dituangkan ke dalam cerita yang utuh.Tentu saja di tengah jalan mereka harus berimprovisasi bahkan mungkin akan berubah alur,hal ini sah-sah saja.Demikian juga dalam menulis puisi,ide supaya dituangkan dalam tema dan amanat kemudian memilih,kemudian memilih dan mengolah kata-kata yang sesuai dengan ide tadi.

Kegiatan ini terasa membosankan apabila kita lakukan terus menerus dalam arti tanpa selingan.Kita dapat melakukan ini dengan mengatur waktu sebaik-baikinya.Bahkan kita dapat melakukan ini hanya dengan menyelipkan di antara waktu yang lain,yang penulis sebut mengejar target-target tertentu tersebut di atas.

Lalu bagaimana selanjutnya ? tentu saja mereka butuh penyaluran.Sebab apabila mereka sudah terbiasa menangkap idem aka mereka akan sekalu (peka),akan gejala-gejala social yang ada untuk dapat menyalurkan ide-idenya. Penyaluran dapat mereka lakukan melalui majalah dinding atau majalah sekolah , kemudian melalui majalah atau surat kabar yang lain.Lalu bagaimana mengasah mereka agar lebih tajam,kita dapat memfasilitasi mereka dengan kelompok-kelompok tertentu,KIR atau pecinta mata pelajaran misalnya.Anda tida setuju ?

Penulis adalah Guru SMAN I Nganjuk Jawa Timur

Sumber : Media no.07/Th.XXXVI/Sepetember 2006 Hal.28-31.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Blog Archive