multi info, hiburan, pengetahuan, dan aneka informasi

Saat Ibu Rumah Tangga Gigih Berjihad !

Ibu rumah tangga harus mampu menjadikan rumahnya sebagai ‘surga’ bagi anak dan suami.

Dedeh Rosyida, daiyah kondang pengasuh acara Mama & Aa Curhat Doong di sebuah stasiun televisi, berpesan kepada kaum ibu kalau ditanya apa pekerjaannya, jangan dijawab ikut suami melainkan ibu rumah tangga. Pesan itu sejalan pula dengan istilah dalam kependudukan, bahwa pekerjaan seorang ibu adalah mengurus rumah tangga.

Menjadi ibu rumah tangga tidak kalah mulia dari bekerja di luar rumah. Di zaman awal Islam ketika kaum pria terjun berperang, kaum perempuan ingin ikut serta guna mendapatkan pahala besar atau syahid. Rasulullah SAW melarang mereka seraya mengatakan, jihad perempuan yang sebenarnya adalah menjadi ibu rumah tangga. Dalam tradisi Arab, ibu rumah tangga umumnya hanya melayani suami dan mengasuh anak. Bahkan menyusukan anak pun kadang diserahkan kepada perempuan lain, dengan memberi upah.

Pada kebanyakan rumah tangga di Indonesia, hampir semua pekerjaan keluarga ditangani ibu rumah tangga. Sejak bangun tidur hingga tidur kembali, ibu rumah tangga nyaris tidak beristirahat karena pekerjaan rutin yang tiada habisnya. Mereka bekerja tanpa gaji dan upah. Karena itu, ibu rumah tangga sekarang makin banyak indikator yang menunjukkan kegigihan berjihad.

Di tengah problema ekonomi yang sangat berat, ibu rumah tangga dihadapkan pada tugas yang tidak ringan. Penghasilan suami yang bukan PNS tidak mengalami peningkatan, bahkan menurun. Tidak sedikit suami kehilangan pekerjaan, menganggur, sehingga terpaksa bekerja apa saja untuk mendapatkan penghasilan. Dalam kondisi demikian, tugas ibu mengurus dapurnya agar tetap berasap bukan perkara ringan. Belum lagi mereka direpotkan untuk antre minyak tanah atau elpiji yang makin langka dan mahal. Sementara harga susu formula semakin mahal dan tidak lagi terjangkau oleh penghasilan mereka.

Tidak sedikit ibu rumah tangga pasrah, ketika anaknya kurang gizi atau gizi buruk. Secara nasional, anak penderita kurang gizi saat ini empat juta orang, 700 ribu di antaranya mengalami gizi buruk. Risiko sakit dan meninggal tentu sangat besar, sebab kalau terlambat ditolong jarang berhasil dipulihkan.

Sebuah penelitian menemukan, keluarga yang mengalami kurang gizi karena ibu rumah tangga tidak mampu lagi mengurus dapur. Walau punya sedikit beras, mereka tidak sanggup membeli minyak tanah, minyak goreng, lauk pauk dan sayur mayur. Akibatnya, uang sedikit mereka belikan masakan di warung. Perhitungannya, lebih murah membeli daripada memasak sendiri.

Desakan ekonomi rumah tangga atau karena memiliki pendidikan dan keahlian tertentu, membuat makin banyak perempuan bekerja. Memang banyak pekerjaan yang lebih tepat dan membutuhkan pekerja perempuan. Pada dasarnya, perempuan tidak berkewajiban bekerja, sebab nafkahnya ditanggung suami, atau ayah dan saudaranya jika masih gadis. Banyaknya perempuan bekerja sekarang, positif saja. Asalkan, sesuai dengan keahlian dan tidak sampai menurunkan martabat keperempuanannya. Tetapi hal itu tidak akan mengubah hukum dan status kepemimpinan dalam rumah tangga. Pria tetap berkedudukan sebagai kepala keluarga, dan penghasilan istri tetap menjadi hak istri. Kalau dibelanjakan untuk keluarga, itu sifatnya sebagai sadakah, bukan kewajiban.

Perempuan yang berpenghasilan lebih besar daripada suami, lalu statusnya berubah sebagai kepala keluarga sebagaimana ide pejuang gender, tidak bisa dibenarkan. Apabila penghasilan perempuan lebih besar dan menjadi pilar utama ekonomi keluarga, itu sebuah sadakah kebaikan (tabarru) yang luar biasa. Terlebih jika perempuan bercerai hidup atau mati dari suaminya, lalu bekerja keras menafkahi anak-anaknya, kita tidak bisa menghitung betapa besar kebaikan dan pahala perempuan hebat tersebut.

Bagi keluarga mapan, ibu rumah tangga tidak repot memikirkan ekonomi, bahkan tersedia pembantu rumah tangga (PRT). Bagi mereka, jihadnya lebih dititikberatkan pada mendidik anak, melayani suami serta membatasi hawa nafsu. Sekarang, urusan mendidik anak tidak lagi mudah. Sebab begitu banyak sarana, kegiatan dan permainan yang menggoda anak, ada yang positif tapi tidak kurang yang negatif.

Ibu rumah tangga harus mampu menjadikan rumahnya sebagai ‘surga’ bagi anak dan suaminya. Bagaimana agar anak dan suaminya tidak berkeliaran di luar, itu tugas yang tidak ringan. Banyaknya anak menjadi nakal, terlibat miras, narkoba dan gaul bebas, sering karena ibunya tidak memperhatikan. Begitu juga banyaknya suami menghabiskan waktu dan uang di tempat hiburan, punya selingkuhan dan istri simpanan, juga karena istri di rumah tidak lagi sebagai sandaran yang nyaman untuk melabuhkan fisik dan hatinya dari rutinitas kesibukan.

Ibu rumah tangga dari keluarga mapan juga dihadapkan pada keharusan mengendalikan hawa nafsunya. Kini terus bermunculan gaya hidup, pakaian, perhiasan, sarana olahtubuh dan peralatan kecantikan yang hampir semuanya bermuara pada upaya meningkatkan daya pikat dan kecantikan fisik. Akibatnya, banyak ibu rumah tangga tidak semata menyuguhkan kecantikan untuk suaminya, tetapi juga diperagakan di luar rumah; pasar, mal, jalan, pesta dan tempat publik lain. Terjadilah tabarruj, yaitu praktik perempuan memperlihatkan perhiasan, kecantikan tubuh dan gaya berpakaiannya yang mengundang mata orang.

Agar predikat jihad ibu rumah tangga tidak ternoda, kita anjurkan agar keluarga mapan lebih mengalokasikan kelebihan uangnya untuk amal sosial dan agama. Perlu dicermati tetangga dan lingkungan kita, adakah keluarga miskin, sakit-sakitan dan kurang gizi. Jangan-jangan di saat kita tertawa-tawa, makan enak dan tidur nyenyak, ada tetangga yang sengsara, anaknya menangis karena lapar. Kelebihan harta yang dikaruniakan Allah hendaknya sebagian dialokasikan untuk menolong mereka yang hidupnya tidak beruntung. Mempercantik penampilan diri penting, tetapi tidak kurang pentingnya kecantikan pribadi yaitu akhlak terpuji terhadap diri sendiri, anak, suami dan orang lain.

Pemerintah hendaknya melakukan kebijakan dan tindakan yang berpihak kepada kalangan ekonomi lemah. Kebijakan ekonomi yang merugikan, seperti pencabutan subsidi, langkanya minyak tanah dan elpiji, naiknya harga barang, tak bisa lain kaum ibu rumah tanggalah yang lebih dahulu merasakan akibatnya. Jangan sampai ada ibu rumah tangga yang sakit, meninggal, membunuh anak atau bahkan bunuh diri karena tidak sanggup lagi menanggung beban ekonomi. Sangat berdosa elit dan pemimpin membiarkan rakyat menderita, sampai memenuhi kebutuhan pokoknya saja susah, sementara elitnya hidup enak dan tidak peduli.

Oleh:
Ahmad Barjie B
Pemerhati masalah sosial
e-mail: barjie_b@yahoo.com

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Blog Archive