multi info, hiburan, pengetahuan, dan aneka informasi

Nenek Durhaka

Banyak cara digunakan orang-orang yang terlibat dalam adopsi ilegal di Vietnam demi mendapatkan uang tunai.

Jonathan Aloisi, wakil kepala misi di Kedubes AS di Hanoi, mengungkapkan kepada Associated Press 10 kasus yang paling menonjol terkait adopsi yang disebut-sebut mengabaikan etika itu.

Di antaranya adalah seorang nenek menjual cucunya yang baru lahir tanpa izin si ibu. Sang ibu disebutkan bekerja di provinsi lain selama beberapa pekan dan meninggalkan bayinya bersama ibu mertuanya. Namun ketika pulang, ia mendapatkan anaknya sudah diadopsi oleh keluarga Amerika.

Perempuan itu bisa mendapatkan kembali setelah pejabat AS mengungkap kasus itu. Kebetulan para penyelidik sedang meneliti proses pemberian visa yang menjadi bagian proses izin adopsi itu.

Dalam kasus lain, seorang bayi diduga diambil oleh pejabat sebuah rumah sakit dan menyerahkan ke orang lain untuk diadopsi karena sang ibu tidak bisa membayar biaya melahirkan sebesar 750 dolar atau sekitar Rp 7 juta.

Ternyata, para pejabat rumah sakit itu menaikkan tagihan itu dengan alasan si bayi mengalami masalah kesehatan. Namun Kedutaan AS menemukan bahwa si bayi sehat-sehat saja. Seperti sebelumnya, bayi itu pun kembali ke pangkuan ibunya.

Yang lebih parah, dalam laporan itu, beberapa panti asuhan memaksa ibu-ibu yang baru melahirkan menyerahkan bayi mereka dengan imbalan sekitar 450 dolar yang setara dengan gaji setahun sebagian warga Vietnam.

Persoalan ini mendorong pemerintah AS mencoba merevisi kesepakatan bilateral dengan Vietnam tentang adopsi, termasuk menyertakan tes DNA pada para ibu yang baru melahirkan dan izin melakukan penyelidikan dadakan di provinsi-provinsi yang mengatur adopsi untuk warga AS.

Namun kedua syarat itu tidak bisa diterima, kata Vu Duc Long, Vu Duc Long, Direktur Departemen Adopsi Internasional Vietnam. Long mengatakan hukum Vietnam mensyaratkan pejabatnya terlibat dalam setiap penyelidikan. Sedangkan tes DNA tidak bisa dijalankan karena Vietnam menganggap adopsi sebagai persoalan keluarga.

“Pihak Amerka mencoba menimbulkan kesan bahwa kesepakatan ini harus berakhir karena pelanggaran oleh pihak Vietnam. Tidak adil kalau mereka menuding kami,” kata Long.

Kedutaan AS di Hanoi mulai curiga tahun lalu ketika menemukan banyak ketidakberesan dokumen adopsi. Mereka juga curiga atas peningkatan jumlah bayi yang disebut telantar dalam dokumen adopsi itu. Status ini tidak memungkinkan untuk diverifikasi apakah bayi itu benar-benar yatim piatu atau orangtuanya benar-benarnya menyerahkan untuk diadopsi. Keduanya merupakan syarat adopsi dalam UU AS.

Dalam praktik adopsi sebelum 2003, 20 persen bayi berstatus telantar. Tetapi setelah 2006, angka itu melonjak hingga 86 persen. Para pejabat AS yakin ketidakberesan dokumen adopsi dan status bayi telantar itu meningkat karena para koruptor adopsi mencoba menutup-tutupi praktik penjualan bayi.

Para pejabat AS juga mengaku, upaya mereka menyelidiki kasus itu telah dihalang-halangi di enam provinsi yang mengatur adopsi bayi untuk 70 keluarga AS yang sudah merasa cocok dengan bayinya. kompas.com


No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Blog Archive